TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Luar Negeri Iran menuding Israel sebagai sumber masalah di kawasan Timur Tengah.
Iran mengatakan memburuknya situasi kemanusiaan yang dialami warga Palestina hanya bisa diatasi dengan mengakhiri pendudukan Israel di wilayah Palestina.
"Keamanan dan stabilitas tidak akan tercapai di wilayah kami kecuali dengan berakhirnya pendudukan di wilayah Palestina," kata Kementerian Luar Negeri Iran dalam pernyataannya, Senin (29/4/2024).
Kementerian Luar Negeri mengindikasikan bahwa pendudukan Israel adalah sumber utama destabilisasi keamanan di kawasan.
Iran menekankan Israel sejak dulu tidak menginginkan perdamaian atau berkomitmen terhadap perjanjian perdamaian apa pun.
Selain itu, Iran mengkritik sekutu dekat Israel, Amerika Serikat (AS) yang disebut tidak memenuhi syarat untuk memainkan peran dalam gencatan senjata di Jalur Gaza.
Tidak lama setelah Israel meluncurkan agresi Jalur Gaza setelah Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas pada 7 Oktober 2023, para pemimpin AS dan Israel membahas masa depan Palestina jika Israel berhasil mengalahkan Hamas.
Perundingan itu mengatakan Palestina akan dipimpin oleh Otoritas Palestina yang telah dirombak struktur kepemimpinannya dan Israel bersikeras ingin mengendalikan keamanan di Jalur Gaza dalam waktu yang tidak ditentukan.
"Setiap keputusan mengenai masa depan Palestina harus diambil oleh rakyat Palestina sendiri," kata Kementerian Luar Negeri Iran, dikutip dari Najah.
Iran berpendapat bahwa bantuan senjata AS dan Inggris kepada Israel adalah penyebab memburuknya situasi kemanusiaan di Jalur Gaza.
"Dukungan Amerika dan Inggris terhadap pendudukan menyebabkan perang saat ini di Gaza," katanya.
Baca juga: Di Balik Meredanya Konflik Iran-Israel, Apa Peran AS untuk Cegah Perang Baru?
"Washington dan London harus berhenti mengirimkan senjata ke Israel dan menekannya untuk melakukan gencatan senjata," tambahnya.
Kunjungi Arab Saudi, AS Cari Teman untuk Kecam Iran
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyerukan integrasi pertahanan yang lebih erat di antara negara-negara Teluk Arab sebagai tanggapan terhadap ancaman Iran.
Hari ini, Antony Blinken mengunjungi Riyadh, Arab Saudi, untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan bertemu rekan-rekannya di kawasan itu.
AS menyalahkan Iran yang melakukan serangan balasan setelah Israel menyerang konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April.
Serangan Israel itu meruntuhkan sebagian besar kompleks itu dan menewaskan tujuh anggota Garda Revolusi Iran (IRGC) termasuk Brigjen Mohammad Reza Zahedi, Komandan Pasukan Quds elit Iran.
Iran membalas Israel dengan meluncurkan Operasi Janji Sejati, yang menembakkan 300 drone dan rudal ke situs militer Israel pada 13 April 2024.
AS bersama mitranya Inggris, Prancis, dan Yordania melumpuhkan sebagian besar serangan Iran ke Israel.
AS sepenuhnya mengesampingkan serangan awal Israel terhadap konsulat Iran, yang dianggap sebagai serangan terhadap tanah Iran sesuai hukum internasional.
“Serangan ini menyoroti ancaman akut dan terus berkembang dari Iran tetapi juga keharusan bahwa kami bekerja sama dalam pertahanan terpadu," kata Antony Blinken, dikutip dari Maan News.
Dalam beberapa minggu ke depan, AS akan mengadakan pertemuan dengan blok enam negara di kawasan itu untuk integrasi pertahanan udara, rudal, dan keamanan maritim.
Akar Hubungan Israel dan Iran
Hubungan Israel dan Iran memburuk setelah revolusi Iran pada tahun 1979 yang dipimpin oleh Ayatollah Ruhollah Khomenei.
Revolusi tersebut menumbangkan kekuasaan Syah (Raja) Iran, Mohammad Reza Shah Pahlavi, yang merupakan sekutu Amerika Serikat (AS), Inggris, dan mitra Israel.
Setelah revolusi Iran, Israel menuduh Iran yang menerapkan kebijakan anti-Israel, telah mendanai front perlawanan seperti Hamas, Jihad Islam Palestina (PIJ), Hizbullah, Houthi, kelompok perlawanan Irak, Lebanon, dan Suriah untuk melawan Israel, sebuah tuduhan yang dibantah Iran.
Ketegangan Iran dan Israel baru-baru ini terjadi di tengah perang Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
Saat ini, Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza setelah operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi 34.488 jiwa dan 77.643 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (29/4/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Xinhua News.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Iran VS Israel