TRIBUNNEWS.COM - Hamas mengatakan delegasinya akan melakukan perjalanan ke Kairo pada hari Sabtu (4/5/2024) untuk melanjutkan perundingan gencatan senjata.
Hamas mengatakan, pihaknya memiliki “semangat positif” dalam upaya terbaru untuk menghentikan perang yang sudah berlangsung selama hampir tujuh bulan ini.
Dilansir The New Arab, mediator asing telah menunggu tanggapan Hamas mengenai skema gencatan senjata terbaru.
Skema gencatan senjata saat ini yakni menghentikan pertempuran selama 40 hari dan pertukaran sandera Israel dengan tahanan Palestina.
“Kami menekankan semangat positif kepemimpinan Hamas dalam menangani proposal gencatan senjata yang baru-baru ini diterimanya, dan kami akan pergi ke Kairo dengan semangat yang sama untuk mencapai kesepakatan,” tulis kelompok Palestina di situsnya pada hari Jumat.
“Kami di Hamas dan pasukan perlawanan Palestina bertekad untuk mencapai kesepakatan yang memenuhi tuntutan rakyat kami untuk penghentian total agresi, penarikan pasukan pendudukan, pemulangan pengungsi, bantuan dan rekonstruksi, serta kesepakatan pertukaran yang serius."
Kendala utama yang dihadapi adalah, meskipun Hamas menuntut gencatan senjata untuk seterusnya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, justru bertekad untuk menyerang kota Rafah di bagian selatan.
Rafah saat ini sudah penuh sesak oleh warga sipil yang terpaksa mengungsi akibat bombardir Israel.
Netanyahu bersikeras bahwa dia akan mengirim pasukan darat ke Rafah, meskipun terdapat kekhawatiran kuat yang disuarakan oleh badan-badan PBB dan AS atas keselamatan 1,2 juta warga sipil di dalam kota tersebut.
Sebelumnya, seorang pejabat tinggi Hamas menuduh Netanyahu mencoba menggagalkan usulan gencatan senjata di Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera dengan ancamannya untuk terus memerangi militan.
“Netanyahu adalah pihak yang menghalangi semua putaran dialog sebelumnya, dan jelas bahwa dia masih tetap menghalanginya,” kata pejabat senior Hamas Hossam Badran kepada AFP melalui telepon.
Baca juga: Turki Hentikan Semua Perdagangan dengan Israel, Lanjut sampai Ada Gencatan Senjata Permanen di Gaza
Serangan udara dan darat Israel sejak 7 Oktober sejauh ini telah menewaskan lebih dari 34.000 orang, sebagian besar warga sipil.
Sistem kesehatan yang rusak
Ketua Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan pihaknya sangat prihatin bahwa operasi militer skala penuh di Rafah dapat menyebabkan pertumpahan darah.
“Sistem kesehatan yang rusak tidak akan mampu mengatasi lonjakan korban dan kematian yang disebabkan oleh serangan di Rafah,” kata WHO dalam sebuah pernyataan.
Gelombang protes universitas di dunia
Protes pro-Palestina yang telah mengguncang kampus-kampus AS selama berminggu-minggu menjadi lebih tenang pada hari Jumat (3/5/2024), serangkaian bentrokan dengan polisi, penangkapan massal dan arahan keras dari Gedung Putih untuk memulihkan ketertiban.
Namun demonstrasi serupa telah menyebar ke kampus-kampus di Inggris, Perancis, Meksiko, Australia dan tempat lain.
Turki mengumumkan pada hari Kamis bahwa mereka menangguhkan semua perdagangan dengan Israel, yang menurut pemerintah bernilai $9,5 miliar per tahun.
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan, langkah tersebut dimaksudkan untuk memaksa Israel menyetujui gencatan senjata dan meningkatkan jumlah bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza.
Di sisi lain, pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman, mengatakan mereka akan memperluas serangan mereka terhadap kapal tujuan Israel ke Mediterania sesegera mungkin.
Houthi telah melakukan serangan selama berbulan-bulan terhadap kapal dagang di Laut Merah sebagai bentuk solidaritas terhadap Gaza.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)