TRIBUNNEWS.COM -- Rencana serangan balik pasukan Volodymyr Zelensky akan digelar pada 2025 mendatang dianggap sangat terlambat dan keburu Ukraina hancur lebur.
Institute for the Study of War (ISW) mengatakan bahwa Kiev tak bisa menunda-nunda serangan balasan baru ke Rusia, karena musuh akan mendapatkan banyak keuntungan pada tahun ini.
Lembaga studi perang asal Amerika Serikat tersebut menganalisis bahwa Rusia jika tidak diserang balik akan terus menggerogoti wilayah Ukraina, dan kehancuran yang diakibatkan juga semakin parah.
Baca juga: Serangan Balik Ditunda Jadi Tahun Depan, Ini Fokus Aksi Ukraina di Tahun 2024
Pernyataan yang dikutip dari sebuah media asal Ukraina, Fakty tersebut menanggapi pernyataan penasihat senior Pentagon, Jake Sullivan yang membocorkan Ukraina akan melakukan serangan balik pada 2025.
Financial Times edisi Inggris mengutip perkataan Sullivan bahwa AS mendukung serangan balik pada 2025. Tahun ini, Ukraina akan fokus bertahan dan mempersiapkan pasukannya.
AS sendiri telah memberikan bantuan militer senilai 61 miliar dolar AS atau setara RP 973 triliun ke Ukraina untuk memerangi Rusia.
Sullivan beranggapan bahwa serangan Rusia tidak akan mengalami banyak kemajuan saat ini.
Sementara bantuan militer AS juga butuh waktu untuk mendistribusikannya ke garis depan pertempuran.
Meski demikian, senjata yang telah sampai sudah memungkinkan pasukan Ukraina bertahan hingga akhir 2024.
Namun para analis ISW percaya bahwa senjata bantuan XL akan sampai di medan pertempuran pada beberapa minggu ke depan.
Baca juga: Ogah Pulang Untuk Berperang, Warga Ukraina di Luar Negeri Merasa Diperlakukan Sebagai Pengkhianat
"Di saat senjata sampai di garis depan, dampak nyata bisa terlihat," kata ISW dikutip Senin (6/5/2024).
Pada saat senjata-senjata bantuan telah sampai, tentara Ukraina bisa menstabilkan medan perang dan berinisiatif untuk menyerang balik.
Financial Times pada Januari lalu memberitakan para pejabat AS lebih memilih Ukraina untuk melakukan "pertahanan aktif yang lebih konservatif" pada tahun 2024 dan mempersiapkan serangan balasan pada tahun 2025.
Menurut ISW pertahanan konservatif seperti itu justru memberi kesempatan Rusia untuk memikirkan lokasi dan intensitas serangan.