News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Badan Nuklir Dunia IAEA Kunjungi Iran, Ketegangan dengan PBB Ikut jadi Topik Bahasan

Penulis: Bobby W
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dirjen Badan Nuklir Dunia (IAEA) Rafael Grossi Disambut oleh Jubir Badan Nuklir Iran (AEOI) Behrouz Kamalvandi, di Teheran, senin (6/5/2024)

TRIBUNNEWS.COM - Iran kedatangan tamu spesial pada hari Senin (6/5/2024) dengan hadirnya sosok Rafael Grossi yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Agenda kedatangan Rafael Grossi di Teheran sendiri untuk membahas sejumlah topik pembicaraan tingkat tinggi dengan pejabat-pejabat Iran.

Kedatangannya di Tehran pada hari Senin disambut langsung oleh Behrouz Kamalvandi, juru bicara Organisasi Energi Atom Iran (AEOI).

Grossi akan memiliki jadwal yang padat selama perjalanannya ke Iran.

Diperkirakan ia akan menyampaikan pidato dalam Konferensi Internasional tentang Ilmu dan Teknologi Nuklir yang akan diselenggarakan di provinsi pusat Esfahan dari tanggal 6 hingga 8 Mei ini.

Selain itu, Grossi juga diagendakan melakukan pembicaraan dengan pejabat-pejabat senior Iran, termasuk dengan kepala AEOI Mohammad Eslami dan Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian.

DIkutip Tribunnews.com dari kantor berita pusat Iran, IRNA, ketegangan antara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dengan Iran ikut jadi bahasan utma pertemuan tersebut.

Sebenarnya, Kepala IAEA tersebut menyatakan pada bulan Februari sebelumnya ia telah berencana untuk melakukan perjalanan ke Iran untuk mengatasi "perbedaan pandangan" antara badan pengawas nuklir PBB dan Republik Islam tersebut.

Namun kunjungan tersebut tertunda dan akhirnya dilakukan pada awal bulan Mei ini bertepatan dengan digelarnya Konferensi Internasional tentang Ilmu dan Teknologi Nuklir yang digelar di Iran.

Hubungan antara Iran dan IAEA sendiri merenggang sejak mantan Presiden AS Donald Trump pada tahun 2018 secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 yang dibuat di masa kepresidenan Barack Obama.

Baca juga: Eks Pejabat Kementerian Israel: Iran Adalah Ancaman Utama, Bukan Yahya Sinwar dan Hamas

Penarikan perjanjian tersebut, juga dibarengi dengan kembalinya sanksi ekonomi AS yang keras terhadap negara Iran.

Sejak itu, Iran telah mengurangi kewajibannya dalam perjanjian tersebut, yang secara resmi disebut sebagai JCPOA, dengan meningkatkan pengayaan uraniumnya dan membatasi inspeksi IAEA terhadap situs-situs nuklirnya sesuai dengan hukum parlemen yang diadopsi pada tahun 2020.

Peringatan Ancaman Nuklir di Iran

Sejumlah peringatan dan ancaman terlontar dari para pejabat hingga pemerhati militer Timur Tengah tentang bahaya ledakan nuklir Iran.

Hal ini muncul sejak serangan drone dan rudal Iran terhadap Israel pada tanggal 14 April 2024 disebut sebagai “Janji Sejati” oleh rezim Iran.

Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi juga menyatakan, Iran tinggal berminggu-minggu, bukan berbulan-bulan lagi, karena memiliki cukup uranium untuk mengembangkan bom nuklir.

Para pejabat rezim Iran, khususnya dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), telah meningkatkan peringatan mereka akan terjadinya ledakan nuklir Iran, yaitu produksi bom nuklir.

Diskusi terbuka yang dilakukan Iran menandakan perubahan dalam kebijakan nuklir Iran agar masyarakat dalam dan luar negeri menganggap senjata nuklir Iran tidak lagi tabu.

Mengutip dari JNS, peringatan Iran akan mengubah doktrin nuklirnya dari sipil menjadi militer bisa saja terjadi.

Terusannya, Pemerintah juga akan bertindak untuk mengembangkan senjata nuklir.

Beberapa pejabat yang tak menampik analisis tersebut juga mengeluarkan peringatan.

Yakni datang dari Brigjen IRGC Jenderal Ahmad Haq Taleb, yang bertanggung jawab atas keamanan fasilitas nuklir Iran, kemudian Javad Karimi Ghadossi, anggota Komite Keamanan Nasional di Majlis, parlemen Iran.

Lalu Abdallah Ganji, anggota dewan informasi pemerintah, Saeed Lilaz aktivis reformis yang menjabat sebagai penasihat Presiden Iran Mohammad Khatami (1997-2005), dan Mahmoud Reza Aghamiri, rektor Universitas Beheshti dan juga seorang ilmuwan nuklir.

Sementara itu, sejumlah peringatan dan ancaman terlontar dari para pejabat hingga pemerhati militer Timur Tengah tentang bahaya ledakan nuklir Iran.

Hal ini muncul sejak serangan drone dan rudal Iran terhadap Israel pada tanggal 14 April 2024 disebut sebagai “Janji Sejati” oleh rezim Iran.

Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi juga menyatakan, Iran tinggal berminggu-minggu, bukan berbulan-bulan lagi, karena memiliki cukup uranium untuk mengembangkan bom nuklir.

Para pejabat rezim Iran, khususnya dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), telah meningkatkan peringatan mereka akan terjadinya ledakan nuklir Iran, yaitu produksi bom nuklir.

Diskusi terbuka yang dilakukan Iran menandakan perubahan dalam kebijakan nuklir Iran agar masyarakat dalam dan luar negeri menganggap senjata nuklir Iran tidak lagi tabu.

Mengutip dari JNS, peringatan Iran akan mengubah doktrin nuklirnya dari sipil menjadi militer bisa saja terjadi.

Terusannya, Pemerintah juga akan bertindak untuk mengembangkan senjata nuklir.

Beberapa pejabat yang tak menampik analisis tersebut juga mengeluarkan peringatan.

Yakni datang dari Brigjen IRGC Jenderal Ahmad Haq Taleb, yang bertanggung jawab atas keamanan fasilitas nuklir Iran, kemudian Javad Karimi Ghadossi, anggota Komite Keamanan Nasional di Majlis, parlemen Iran.

Lalu Abdallah Ganji, anggota dewan informasi pemerintah, Saeed Lilaz aktivis reformis yang menjabat sebagai penasihat Presiden Iran Mohammad Khatami (1997-2005), dan Mahmoud Reza Aghamiri, rektor Universitas Beheshti dan juga seorang ilmuwan nuklir.

(Tribunnews.com/Bobby/Chrysnha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini