TRIBUNNEWS.COM - Pasukan Israel menguasai Jalur Gaza di perbatasan Rafah dengan Mesir, Selasa (7/5/2024), Associated Press melaporkan.
Berdasarkan keterangan militer Israel (IDF), Brigade 401 memasuki penyeberangan Rafah pada Selasa pagi, dan mengambil “kendali operasional” di titik perbatasan yang penting.
Rekaman yang dirilis militer Israel menunjukkan bendera Israel berkibar dari tank yang merebut area penyeberangan itu.
IDF juga melakukan serangkaian serangan dan pengeboman di Rafah semalam.
Serangan itu menewaskan sedikitnya 23 warga Palestina, termasuk setidaknya 6 wanita dan 5 anak-anak, menurut catatan rumah sakit yang dilihat oleh The Associated Press.
Persimpangan Rafah adalah jalur utama masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan merupakan jalan keluar bagi mereka yang bisa mengungsi ke Mesir.
Penyeberangan Rafah dan Kerem Shalom, pintu masuk bantuan lainnya, telah ditutup setidaknya selama dua hari terakhir.
Meskipun pintu masuk yang lebih kecil masih beroperasi, ditutupnya perlintasan Rafah ini dapat menganggu pengiriman makanan, obat-obatan dan pasokan lain yang menjaga kelangsungan hidup penduduk Gaza.
Wael Abu Omar, juru bicara Otoritas Penyeberangan Palestina, mengakui pasukan Israel telah merebut penyeberangan tersebut dan menutup fasilitas tersebut untuk sementara waktu.
Abu Omar mengatakan, serangan telah menargetkan daerah di sekitarnya sejak Senin.
Mesir sebelumnya telah memperingatkan bahwa setiap penguasaan Rafah – yang seharusnya menjadi bagian dari zona perbatasan demiliterisasi – atau serangan yang memaksa warga Palestina melarikan diri ke Mesir, akan mengancam perjanjian damai tahun 1979 dengan Israel yang merupakan kunci utama keamanan regional.
Baca juga: Tank Israel Masuki Rafah, Hanya Berjarak 200 Meter dari Perbatasan Mesir
Perundingan Gencatan Senjata yang Tak Menentu
Sementara itu, perundingan gencatan senjata dengan Hamas masih berada di ujung tanduk.
Pada hari Senin (6/5/2024), Hamas mengatakan pihaknya menerima proposal gencatan senjata yang dimediasi Mesir-Qatar.
Tetapi Israel bersikeras bahwa kesepakatan itu tidak memenuhi tuntutan intinya.