TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar tidak melancarkan serangan di kota Rafah di Gaza selatan.
Sebab, menurut Joe Biden, hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah korban jiwa dari warga Palestina.
Lebih dari 34.000 warga Palestina tewas dalam perang yang dimulai setelah Hamas melancarkan serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Joe Biden melakukan percakapan dengan Benjamin Netanyahu ketika Israel tampaknya semakin dekat dengan operasi militer besar-besaran di Rafah.
Biden dan para pembantunya telah berulang kali mengatakan kepada para pejabat Israel, bahwa serangan itu hanya akan menyebabkan lebih banyak kematian dan memperburuk keputusasaan di Israel.
Kedua pemimpin juga menghadapi tekanan publik yang semakin besar.
Biden terkait protes di kampus-kampus dan Netanyahu dari keluarga beberapa sandera Israel untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
“Presiden tidak ingin melihat operasi di Rafah menimbulkan risiko lebih besar bagi lebih dari satu juta orang yang mengungsi di sana,” ungkap juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, Selasa (7/5/2024), dilansir AP News.
Gedung Putih menggambarkan percakapan para pemimpin selama 30 menit itu sebagai sesuatu yang “konstruktif”.
Para pejabat Gedung Putih dengan hati-hati mengamati tindakan Israel yang semakin intensif di Rafah dengan rasa khawatir yang mendalam.
Namun, mereka tidak percaya bahwa hal tersebut merupakan serangan besar-besaran yang diancam Netanyahu.
Baca juga: Mata-mata Israel-AS Ditangkap, Ketahuan Lacak Posisi Houthi sebelum Jet AS Ngebom Yaman
Sementara itu, situasi kemanusiaan memburuk dengan cepat di sebagian besar wilayah Gaza.
Kepala Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Cindy McCain, mengatakan Gaza utara telah memasuki “kelaparan besar-besaran”.
Menjelang seruan para pemimpin tersebut, Israel mengumumkan bahwa mereka memerintahkan warga Palestina untuk mulai mengungsi dari Rafah.