TRIBUNNEWS.COM – Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengaku telah membunuh Ahmed Ali, seorang panglima angkatan laut Hamas.
Ali dibunuh dengan drone atau pesawat tanpa awak dalam operasi militer yang digelar oleh IDF dengan bantuan Shin Bet atau dinas intelijen Israel.
Tewasnya Ali diumumkan oleh IDF lewat pernyataan yang disampaikan pada hari Rabu, (8/5/2024).
Dikutip dari I24 News, Ali dikenal sebagai panglima angkatan laut Hamas di Kota Gaza.
Israel mengklaim Ali terlibat dalam aktivitas serangan melawan Israel serta merancang serangan terhadap IDF di Jalur Gaza.
Fokus Ali belakangan ini ialah serangan terhadap satuan IDF yang beroperasi di Gaza bagian tengah.
Selama bertahun-tahun Ali terlibat jauh dalam berbagai proyek untuk angkatan laut Hamas di Gaza.
Hamas belum buka suara untuk mengonfirmasi tewasnya Ali.
The Defense Post melaporkan bahwa Ali adalah anggota Brigade Al-Qassam Ezzedine, sayap militer Hamas.
Adapun IDF tidak mengungkapkan apakah Ali terlibat dalam rencana atau pelaksanaan serangan Hamas tanggal 7 Oktober 2023 lalu.
Situasi terkini di Rafah
Baca juga: Puluhan Ribu Warga Palestina Tinggalkan Rafah, Timbul Kemacetan karena Evakuasi yang Membingungkan
Israel sudah melancarkan serangan ke Kota Rafah di Jalur Gaza.
Baru-baru ini negara Zionis itu mengklaim membuka kembali titik perlintasan utama di sana agar bantuan kemanusiaan bisa mengalir ke Gaza.
Perlintasan bernama Karem Abu Salem atau Kerem Shalom itu diambil alih oleh pasukan Israel.
Perlintasan tersebut ditutup setelah ada serangan roket yang menewaskan empat tentara Israel.
Meski Israel sudah mengklaim membuka perlintasan, truk bantuan belum terlihat memasuki Gaza pada hari Rabu.
Sehari sebelumnya tank-tank Israel mengambil alih perlintasan Rafah di sisi Palestina itu sehingga mencegah aliran bantuan untuk warga Gaza.
Operasi militer Israel di Rafah dimulai pada hari Senin. Sebelumnya, Israel memaksa 100.000 orang untuk mengevakuasi diri dari Rafah bagian timur.
Puluhan warga Palestina dilaporkan tewas dan terluka setelah dalam operasi itu.
Rumah Sakit (RS) Kuwaiti sebagai salah satu RS yang masih beroperasi di Gaza mengaku telah menerima jasad 35 orang dan korban luka sebanyak 129 orang.
Banyak warga Palestina yang kini pindah ke Deir el-Balah di Gaza bagian tengah.
Meski demikian, saat ini tidak ada tempat di Gaza yang benar-benar aman dari serangan Israel.
Baca juga: Tangis Anak-anak Pengungsi di Rafah: Kami Tak Tahu Harus ke Mana Lagi? Rumah Kami Dibom
“Anda tidak bisa membuat zona aman di sebuah zona perang,” kata wartawan Al Jazeera bernama Hani Mahmoud yang meliput di Deir el-Balah.
“Setiap kami orang-orang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mereka mencari kebutuhan dasar dan kebutuhan hidup itu makin susah dicari saat ini.”
Serangan pada hari Rabu terutama difokuskan pada permukiman as-Salam di Rafah timur.
Rumah sakit Al-Najjar terpaksa ditutup setelah staf dievakuasi kekhawatiran adanya serangan.
Kementerian Luar Negeri Qatar memperingatkan bahwa upaya Israel memaksa warga Palestina pergi dari Rafah akan menjadi pelanggaran serius terhadap hukum internasional.
Di samping itu, hal tersebut akan memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza.
Qatar juga meminta adanya tindakan untuk mencegah invasi Israel ke Rafah dan genosida di sana.
Warga Palestina berusah lari ke Mesir
Puluhan warga Palestina di Rafah berusaha menyeberangi perbatasan untuk menuju ke Mesir.
Maariv mengabarkan bahwa mereka berusaha menyeberangi perbatasan dari sisi barat perbatasan antara Rafah dan Semenanjung Sinai. Namun, mereka dihentikan oleh militer Mesir.
Adapun pekan lalu Kedutaan Palestina di Mesir mengumumkan pihaknya tengah mengupayakan izin tinggal sementara bagi puluhan warga Palestina yang pergi dari Gaza karena perang.
Duta Besar Palestina di Mesir, Diab Al-Louh, mengatakan sudah ada banyak warga Gaza yang sudah menyeberang ke wilayah Mesir, bahkan jumlahnya bisa mencapai 100.000 orang.
Mereka kekurangan dokumen untuk mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah, membuka usaha, rekening bank, bepergian, dan mengakses asuransi kesehatan.
Meski demikian, beberapa di antara mereka sudah menemukan cara untuk mencari nafkah.
Banyak di antara warga Palestina itu bisa pergi ke Mesir dengan membayar sekitar $6.000 hingga $12.000 atau Rp96 juta hingga Rp192 juta.
Sejumlah warga Gaza menggunakan platform GoFundMe untuk mendapatkan dana yang diperukan untuk pergi ke Mesir dan memastikan keamanan keluarga mereka.
(Tribunnews/Febri)