TRIBUNNEWS.COM – Kapal perusak Amerika Serikat (AS) bernama USS Carney telah pergi meninggalkan Laut Merah yang bergejolak.
USS Carney dikerahkan oleh AS untuk melancarkan operasi anti-Houthi pada musim dingin lalu.
Saat ini, USS Carney sudah berada di Norfolk, Virginia, setelah dikerahkan selama berbulan-bulan guna menghadapi kelompok asal Yaman itu.
Kapal perusak berkelas Arleigh Burke itu, awalnya dikerahkan pada akhir September 2023 dalam operasi Armada ke-5 dan ke-6 AS.
Akan tetapi, kapal itu kemudian berada di tengah eskalasi yang muncul setelah perang di Jalur Gaza meletus pada bulan sesudahnya.
USS Carney menjadi kapal perang pertama AS yang melawan pesawat nirawak dan rudal Houthi. Kapal itu bertugas melindungi Israel.
Houthi kemudian mengubah taktik pada bulan November. Kelompok itu melakukan blokade di Laut Merah dan Laut Arab.
Houthi menutup lautan itu bagi kapal-kapal yang diduga terkait Israel.
USS Carney mengawal kapal dagang dan melindunginya dari serangan Houthi. Kapal perang itu kemudian menjadi target pesawat nirawak dan rudal Houthi.
Pada awal Januari lalu, kapal tersebut mulai menembakkan rudal penjelajah ke arah target yang berada di Yaman.
Serangan itu, ditujukan untuk mengurangi potensi serangan Houthi ke kapal-kapal Israel.
Baca juga: Bahas Houthi di PBB, AS Malah Tuduh Iran Persenjatai Milisi Yaman dan Lawan Israel
“Saya tidak bisa lebih bangga lagi atas apa yang tim Carney lakukan sejak September,” kata Kepala Operasi Angkatan Laut AS, Laksamana Lisa Franchetti, saat upacara penyambutan Carney di Norfolk, dikutip dari Sputnik News.
Franchetti menyebut, Carney sudah terlibat dalam 51 pertempuran selama 6 bulan dikerahkan.
AS tidak menjelaskan alasan Carney meninggalkan Laut Merah sebelum memulai pelayaran panjang menyeberangi Atlantik.
Setelah mengisi perbekalan, kapal itu diperkirakan akan kembali ke pangkalannya di Mayport, Florida.
Carney adalah kapal perang terakhir dari dua koalisi Barat (Operation Prosperity Guardian dan Operation Aspides) yang meninggalkan Laut Merah.
Bulan lalu kapal fregat Jerman bernama Hassen meninggalkan kawasan itu untuk kembali ke Jerman.
Pada waktu yang sama pemimpin Houthi menjanjikan jalur aman bagi negara-negara Eropa asalkan kapal tidak mengarah ke Israel.
Adapun operasi militer yang dipimpin oleh Uni Eropa kurang keras daripada operasi yang dipimpin oleh AS-Inggris.
Kapal-kapal perang Uni Eropa tidak menyerang target di wilayah Yaman.
Kepala Subkomite Senat Dinas Bersenjata dalam Pasukan Strategis, Angus King, pekan lalu memperingatkan bahwa rudal pertahanan AS terbukti mahal dan tidak efektif.
Bahkan, rudal itu bahkan tidak efektif untuk melawan Houthi.
“Satu rudal untuk menangis rudal yang datang bernilai $80 juta,” kata King kepada para pejabat Kementerian Pertahanan AS.
“Di Laut Merah, Houthi mengirimkan pesawat nirawak seharga $20.000 dan kita menembak jatuh pesawat itu dengan rudal-rudal berharga $4,3 juta.”
Baca juga: Kebakaran Gudang Pangkalan Militer Israel di Tel Hashomer Gush Dan, Peralatan Militer Israel Hangus
Houthi sampaikan peringatan keras
Juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, memperingatkan bahwa pihaknya bisa meningkatkan eskalasi hingga ke level yang bahkan “tidak bisa dibayangkan” oleh musuh.
Eskalasi itu meningkat jika musuh-musuh Houthi terus “melewati garis batas”.
“Gaza adalah garis batas bagi kami. Perjuangan kami, tempat suci, dan Islam kami adalah garis batas, kami tidak akan berkompromi tentang itu,” ujar Saree.
“Kami akan menargetkan sesuatu yang bajkan tidak dipikirkan dan dibayangkan musuh, sesuatu yang juga tidak dibayangkan oleh rakyat Yaman ataupun rakyat [Arab dan dunia muslim,” katanya menambahkan.
Saree menyebut, pihaknya akan mencapai tahap kelima dan keenam dalam operasi melawan Israel jika negara Zionis itu meneruskan agresi ke Gaza.
Dia tidak menjelaskan apa dampak serangan-serangan “tak terbayangkan” itu.
Adapun awal bulan ini Saree telah mengumumkan dimulainya tahap keempat dalam operasi melawan Israel.
Dalam tahap itu Houthi menargetkan semua kapal yang menuju ke pelabuhan Israel di Laut Tengah dari “area yang bisa dijangkau Houthi”.
(Tribunnews/Febri)