TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyambut niat baik Presiden China, Xi Jinping, yang mengajukan inisiatif untuk perdamaian dan mengakhiri perang Rusia-Ukraina.
Putin mengatakan Rusia selalu terbuka untuk berdialog dengan Ukraina yang berujung pada penghentian perang.
Menurut Putin, hal itu hanya bisa terwujud jika inisiatif tersebut melibatkan pihak Rusia dan Ukraina sebagai pihak yang berperang.
"Rusia tidak pernah mengesampingkan perundingan untuk penyelesaian konflik Ukraina secara damai, namun setiap diskusi harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terlibat, termasuk Moskow," kata Presiden Vladimir Putin, Selasa (14/5/2024).
Jelang kunjungan Putin ke China pada minggu ini, Presiden Rusia itu memuji kepedulian China untuk membawa perdamaian bagi Rusia dan Ukraina.
"Dukungan itu menunjukkan keinginan tulus dari teman-teman China kami untuk membantu menstabilkan situasi," kata Putin, merujuk pada perang Rusia di Ukraina, dikutip dari Agenzia Nova.
Proposal perjanjian damai untuk Rusia dan Ukraina itu pertama kali dikeluarkan oleh China pada Februari lalu.
Isi proposal China di antaranya menyerukan gencatan senjata, menghormati kedaulatan semua negara dan meninggalkan mentalitas Perang Dingin.
Perjanjian ini juga menetapkan keamanan suatu wilayah tidak boleh dicapai dengan memperkuat atau memperluas blok militer.
Putin: Ukraina Tolak Negosiasi dengan Rusia
Presiden Rusia memuji China dan menyatakan prinsip-prinsip tersebut tidak mengabaikan kekhawatiran Rusia soal ancaman keamanan nasionalnya dan membuka jalan menuju perdamaian berkelanjutan.
Baca juga: Jelang Kunjungan Putin ke China, Presiden Rusia Bakal Bahas Konflik di Ukraina Bareng Xi Jinping
Namun, Putin menyayangkan bahwa Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, tidak mendukung upaya apa pun yang berujung pada negosiasi dengan Rusia.
“Sayangnya, baik Ukraina maupun negara-negara Barat tidak mendukung inisiatif ini,” keluh Putin.
Menurut Putin, Zelensky dan para pemimpin negara Barat yang mendukungnya tidak siap untuk berdialog berdasarkan pertimbangan bersama atas kepentingan masing-masing yang akan mengatasi penyebab utama perang Rusia-Ukraina.
“Kami mengupayakan penyelesaian konflik ini secara komprehensif, berkelanjutan dan adil melalui cara-cara damai. Kami terbuka untuk berdialog mengenai Ukraina, namun negosiasi tersebut harus mempertimbangkan kepentingan semua negara yang terlibat dalam konflik, termasuk kepentingan Rusia," kata Putin.
"Dialog apa pun harus juga melibatkan diskusi substantif mengenai stabilitas global dan jaminan keamanan bagi lawan-lawan Rusia dan, tentu saja, bagi Rusia sendiri," lanjutnya, seperti diberitakan Interfax.
Putin mengatakan negara-negara Barat juga berusaha mengisolasi Rusia dengan menerapkan sanksi untuk melemahkannya dalam perang di Ukraina.
"Elit Barat bekerja keras untuk 'menghukum' Rusia, mengisolasi dan melemahkannya dengan memberikan bantuan militer dan keuangan kepada Kyiv dan menerapkan sanksi ilegal terhadap Moskow," katanya.
"Selain itu, mereka menutup mata terhadap kebangkitan Nazisme dan serangan teroris yang disponsori Ukraina di wilayah kami,” tambah Presiden Rusia itu, mengulangi propagandanya atas invasinya ke Ukraina.
Putin mengenang bahwa Rusia dan Ukraina pertama kali berunding ketika awal perang pada tahun 2022.
"Namun, setelah Rusia menarik pasukannya dari Kyiv, Ukraina memutuskan hubungan tersebut karena Ukraina mengindahkan nasihat Barat untuk terus berperang dan mencapai kekalahan strategis Rusia,” tambah Putin.
Presiden Rusia itu menyayangkan campur tangan negara Barat yang tidak ia sebutkan sebagai pihak yang mempengaruhi Ukraina untuk membatalkan kelanjutan negosiasi dengan Rusia.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)