TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi warga Israel menginjak-injak bantuan makanan untuk warga Gaza membuat geram dunia internasional, termasuk dua negara yang selama ini menjadi pendukung utama mereka.
Dalam unggahan video yang beredar luas di media sosial terlihat massa Israel menginjak-injak boks-boks kardus mi instan berwarna biru bercorak kuning.
Tak cukup di situ, mereka juga membanting dan melempar mi instan itu, hingga membuat tumpukan boks-boks kardus mi instan itu berhamburan di pos pemeriksaan Tarqumiya, di barat Hebron, selatan Tepi Barat.
Para warga Israel itu diketahui pengunjuk rasa yang turun ke jalan untuk menentang penyanderaan warga Israel di Gaza.
Dilansir dari Anadolu, insiden yang terjadi di jalan dekat pos pemeriksaan Tarqumiya, di luar Hebron, Tepi Barat, mengakibatkan beberapa truk terbakar dan rusak parah.
Kelompok yang menamakan dirinya "Order 9" mengeklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut dengan alasan untuk mencegah pasokan makanan sampai ke Hamas di Gaza.
“Tidak ada makanan yang boleh masuk ke Gaza sampai para sandera Israel dikembalikan dalam keadaan sehat dan hidup,” ujar seorang pengunjuk rasa, Hana Giat (33).
Amerika Serikat (AS) yang selama ini menjadi sekutu setia Israel sampai angkat suara merespons aksi warga Israel merusak bantuan untuk warga Gaza.
Menurut Penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan mengatakan, perilaku para pengunjuk rasa itu sama sekali tidak dapat diterima.
Gedung Putih juga menyampaikan keprihatinannya kepada pemerintah Israel.
Media Israel menggambarkan mereka sebagai kelompok sayap kanan yang berusaha untuk menghentikan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Perusakan truk berisi bantuan untuk warga Gaza juga menuai kritik dari Menteri Luar Negeri Inggris, Lord Cameron.
Ia menyerukan kepada Israel agar bertanggung jawab atas aksi para pengunjuk rasa sambil meminta negara itu untuk berbuat lebih banyak agar bantuan dapat masuk ke Gaza.
"Serangan-serangan yang dilakukan oleh para ekstremis terhadap konvoi-konvoi bantuan yang sedang dalam perjalanan menuju Gaza sungguh mengerikan," katanya.
"Warga Gaza terancam kelaparan dan sangat membutuhkan pasokan. Saya akan menyampaikan keprihatinan saya kepada pemerintah Israel,” tambahnya.
PBB juga mengungkapkan keprihatinannya atas kurangnya perlindungan bagi warga sipil dan pekerja bantuan di Gaza.
Mereka menyerukan perlindungan yang lebih baik bagi semua fasilitas dan bantuan kemanusiaan di Gaza, serta menegaskan pentingnya perlindungan bagi warga sipil dan pekerja bantuan.
Sementara itu, situasi di Gaza semakin memburuk. Lebih dari 35.000 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel, yang mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.
PBB: Stok Makanan Kian Menipis
Kepala bantuan PBB Martin Griffiths memperingatkan pada hari Kamis kemarin, kelaparan adalah risiko langsung di Gaza karena stok makanan semakin menipis.
Ia juga menggambarkan tantangan baru sejak dimulainya operasi Rafah Israel yang membuat perencanaan dan pendistribusian bantuan hampir mustahil dilakukan.
Ketika Israel menggempur Gaza bagian selatan, sekitar 600.000 orang atau sekitar setengah dari populasi pengungsi yang berlindung di sana telah melarikan diri ke daerah lain di wilayah kantong yang terkepung, terkadang kembali ke rumah-rumah yang dibom atau ladang kosong.
Martin Griffiths mengatakan badan global tersebut sedang berjuang untuk membantu warga Gaza, dengan impor bantuan terhambat melalui Gaza selatan dan pertempuran baru menambah tantangan distribusi.
“Stok makanan yang tersedia di Gaza selatan sudah habis. Saya pikir kita sedang membicarakan hampir tidak ada lagi yang tersisa,” kata Martin Griffiths kepada Reuters dalam sebuah wawancara di Jenewa, kemarin.
“Jadi operasi kemanusiaan terhenti, benar-benar terhenti. Kami tidak bisa melakukan apa yang ingin kami lakukan,” katanya, seraya menyebut operasi bantuan tersebut “tidak direncanakan”.
Militer Israel mengatakan operasinya di Rafah dimaksudkan untuk membunuh pejuang Hamas dan membongkar infrastruktur yang digunakan oleh kelompok tersebut, yang mengatur wilayah Palestina yang diblokade.