TRIBUNNEWS.COM - Kerusuhan dan bentrokan terjadi di Kaledonia Baru, wilayah jajahan Prancis yang terletak di Pasifik Selatan, selama setidaknya tiga hari berturut-turut.
Kerusuhan dipicu perubahan hak pemilih yang dikhawatirkan dapat meminggirkan masyarakat Pribumi (Kaledonia Baru) dan menguntungkan politisi pro-Prancis.
Empat orang tewas, yakni tiga pribumi dan satu polisi, serta ratusan lainnya luka-luka akibat kerusuhan ini.
Prancis akhirnya memberlakukan keadaan darurat selama 12 hari pada Kamis (16/5/2024) serta memblokir TikTok.
Pihak berwenang Perancis menyalahkan aplikasi tersebut karena dianggap membantu mengatur demonstrasi, dan “menarik pembuat onar ke jalan,” seperti yang ditulis oleh South China Morning Post.
Belum jelas apakah larangan TikTok bersifat permanen atau akan dicabut setelah masa darurat berakhir.
Tindakan darurat ini memberikan otoritas lebih besar kepada pihak berwenang untuk mengatasi kerusuhan yang melanda Kaledonia Baru sejak Senin (13/5/2024).
“Tidak ada kekerasan yang akan ditoleransi,” kata Perdana Menteri Gabriel Attal.
Attal menambahkan bahwa keadaan darurat memungkinkan pemerintah melakukan upaya besar-besaran untuk memulihkan ketertiban.
Tentara juga dikerahkan ke pelabuhan dan bandara internasional Kaledonia Baru.
Keadaan darurat diumumkan beberapa jam setelah seorang polisi Prancis yang sebelumnya terluka parah dalam kerusuhan di Kaledonia Baru, meninggal dunia, kata Menteri Dalam Negeri Gérald Darmanin.
Baca juga: Prancis Kirim Pasukan untuk Mengamankan Kaledonia Baru
Warga Prancis Mainland Dapat Mengikuti Pemilu Kaledonia Baru
Kerusuhan berkobar setelah anggota parlemen Perancis menyetujui rancangan undang-undang yang mengizinkan warga Prancis dari daratan utama, untuk mengikuti pemilu di Kaledonia Baru, jika mereka sudah tinggal di Kaledonia Baru selama setidaknya 10 tahun.
Melewati perdebatan yang panjang dan menegangkan, Majelis Nasional di Paris mengesahkan reformasi tersebut Senin dini hari, dengan 351 suara berbanding 153.
Aksi protes terjadi segera setelah itu.