TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah analis memperingatkan bahwa hilangnya nyawa dalam kecelakaan helikopter yang ditumpangi Presiden Iran Ebrahim Raisi, berpotensi membuat kepemimpinan Iran berada dalam kekacauan.
Pada Minggu (19/5/2024) sore waktu setempat, Ebrahim Raisi (63) sedang dalam perjalanan pulang dari wilayah perbatasan Azerbaijan ketika helikopternya jatuh di provinsi pegunungan Azerbaijan Timur di barat laut Iran.
Awalnya tidak jelas apakah Raisi dan rekan-rekannya, termasuk Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian; imam salat Jumat di Tabriz, Ayatollah Mohammad Ali Al-e-Hashem; dan Gubernur Provinsi Azerbaijan Timur, Malek Rahmati selamat dari kecelakaan itu.
Namun, setelah kru pencarian dan penyelamatan mencapai lokasi kecelakaan, mereka memastikan bahwa tidak ada yang selamat, lapor media pemerintah, Senin (20/5/2024).
Ebrahim Raisi adalah mantan kepala kehakiman yang memenangkan kursi kepresidenan Iran pada Juni 2021.
Ia diprediksi menjadi pilihan utama untuk menggantikan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, 85, jika nantinya Khamenei mengundurkan diri atau meninggal dunia.
Kematian Raisi pastinya akan mengubah struktur pemerintahan Iran.
Joel Rubin, mantan wakil asisten menteri luar negeri untuk Urusan DPR pada masa pemerintahan Obama, memberikan pandangannya kepada Newsweek melalui pesan teks pada hari Minggu, sebelum kematian Raisi dikonfirmasi.
"Kemungkinan bahwa Presiden Raisi dan rombongannya terbunuh dalam kecelakaan helikopter akan memiliki konsekuensi besar baik di Iran maupun di luar negeri."
Rubin melanjutkan: "Itu karena Raisi telah dipilih sendiri oleh Pemimpin Tertinggi, tidak hanya sebagai Presiden Iran tetapi juga sebagai calon pewarisnya."
"Hilangnya Raisi akan membuat kepemimpinan Iran berada dalam kekacauan."
Baca juga: Mahmoud Ahmadinejad, Sosok Populis Iran yang Bikin Israel Ketakutan Bakal Gantikan Ebrahim Raisi
"Kita perlu memperhatikan perkembangan ini dengan cermat."
"Hari-hari mendatang akan menjadi sangat tegang dan tidak menentu di Teheran."
Trita Parsi, seorang penulis pemenang penghargaan yang fokus pada kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah, menguraikan dua tantangan langsung yang akan dihadapi rezim Iran jika Raisi tidak selamat dari insiden tersebut.
“Tantangan pertama adalah saat wakil presiden mengambil alih kekuasaan, namun mereka harus mengadakan pemilu baru dalam waktu 50 hari."
"Dan itu akan sangat sulit bagi mereka karena [rezim] sangat tidak populer dan kita melihat jumlah pemilih yang berpartisipasi dalam pemilu parlemen mencapai rekor rendah satu atau dua minggu yang lalu," kata Parsi kepada Newsweek melalui telepon pada hari Minggu.
Dia menambahkan: “Bagi mereka untuk dapat membangkitkan antusiasme di negara ini terhadap pemilu, itu akan menjadi tantangan dan akan menjadi hal yang sangat sulit bagi mereka."
"Dan ini akan menjadi perebutan kekuasaan yang sangat intens mengenai siapa yang akan menjadi presiden berikutnya."
Menurut Newsweek, Raisi memenangkan pemilihannya dengan hampir 18 juta suara dari 28,9 juta suara.
Banyak pemilih yang berhaluan moderat dan liberal memilih untuk tidak memilih pada pemilu tahun 2021 karena mereka merasa pemilu tersebut tidak jujur, menurut The New York Times.
Parsi mengatakan tantangan kedua adalah spekulasi apakah faktor penyebab kecelakaan hanyalah semata-mata karena keadaan cuaca atau masalah teknis lainnya.
"Yang kedua tentu saja, karena adanya spekulasi bahwa dia (Raisi) adalah salah satu pesaing atau calon utama untuk mengambil alih posisi pemimpin tertinggi, hal ini akan menjadi tantangan tersendiri karena meskipun ini hanya sebuah kecelakaan yang sah, akan memicu spekulasi bahwa ini adalah tindakan curang dan ada kaitannya dengan suksesi siapa yang akan mengambil alih posisi kepemimpinan tertinggi,” katanya.
Perkembangan Terbaru Kecelakaan Pesawat Presiden Iran
- Mengutip Aljazeera, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah mengukuhkan Wakil Presiden Pertama Mohammad Mokhber sebagai penjabat presiden Iran setelah kematian Presiden Ebrahim Raisi.
- Khamenei juga mengumumkan lima hari berkabung nasional.
- Pemilu untuk memilih presiden baru akan diadakan dalam waktu 50 hari.
- Para pemimpin dunia dan regional menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Raisi dan Amirabdollahian.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)