TRIBUNNEWS.COM - Kelompok militan Palestina Hamas menyampaikan kepada mediator bahwa mereka tidak akan berpartisipasi dalam perundingan gencatan senjata selama Israel masih melancarkan agresinya di Gazaa, Reuters melaporkan.
Namun Hamas berkata mereka siap untuk "kesepakatan penuh," termasuk pertukaran sandera dan tahanan jika Israel menghentikan perang.
Perundingan yang dimediasi oleh Mesir dan Qatar untuk mengatur gencatan senjata Israel-Hamas telah berulang kali gagal.
Kedua belah pihak saling menyalahkan atas kurangnya progres.
Pernyataan terbaru ini Hamas muncul di saat Israel terus melancarkan serangan terhadap kota Rafah di Gaza selatan, meskipun ada perintah dari Mahkamah Internasional (ICJ), pengadilan tertinggi PBB, untuk menghentikan serangan tersebut.
“Hamas dan faksi-faksi Palestina tidak akan menjadi bagian dari kebijakan ini dengan melanjutkan perundingan (gencatan senjata) mengingat agresi, pengepungan, kelaparan dan genosida terhadap rakyat kami,” bunyi pernyataan Hamas, Kamis (30/5/2024).
“Hari ini, kami memberi tahu para mediator mengenai posisi kami yang jelas bahwa jika pendudukan menghentikan perang dan agresi terhadap rakyat kami di Gaza, kesiapan kami adalah mencapai kesepakatan penuh yang mencakup kesepakatan pertukaran komprehensif,” tambahnya.
Israel sebelumnya menolak tawaran Hamas di masa lalu karena dianggap tidak cukup.
Pihak Israel mengatakan mereka bertekad memusnahkan Hamas.
Dikatakan serangan mereka di Rafah terfokus pada penyelamatan sandera dan membasmi pejuang Hamas, meski banyak korban jiwa warga sipil yang berjatuhan.
Hampir 36.000 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di seluruh Gaza.
Baca juga: Dua Muka AS: Getol Minta Gencatan Senjata, tapi Kirim Senjata yang Digunakan Israel Serang Rafah
Update Terbaru Perang Israel-Hamas
Mengutip The New Arab, berikut perkembangan terbaru seputar perang di Gaza.
UNRWA: 32.000 warga Palestina telah meninggalkan Rafah selama 2 hari terakhir
Setidaknya 32.000 orang telah meninggalkan Rafah selama dua hari terakhir, kata badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, dalam sebuah pernyataan di X.