Klaim penindasan terhadap pemilih semakin meningkat. Mulai dari nama yang hilang dalam daftar pemilih hingga kekerasan fisik dan pemilihan ulang daerah pemilihan untuk mengurangi pengaruh Muslim.
TRIBUNNEWS.COM, INDIA - Seorang buruh bernama Mustagir Qureshi memutuskan untuk memberikan suaranya di Pemilu 2024 di pagi hari untuk menghindari antrean di bawah terik matahari di distrik Sambhal di negara bagian Uttar Pradesh di India utara.
Namun ketika ia mencapai TPS di desa asalnya, Obri, pada 7 Mei untuk mengikuti pemilu tahap ketiga, ia melihat puluhan pria yang mengenakan kopiah dan wanita berburka melarikan diri untuk menghindari pukulan dari polisi yang membawa pentungan.
Beberapa saat kemudian, dia mendengar dari tetangganya bahwa ayahnya, Raees Qureshi, berusia 70 tahun, yang bergegas ke stan setelah mendengar keributan tersebut, terbaring terluka di depan sekolah.
Dadanya dipukul dengan tongkat polisi dan terjatuh.
Saat Mustagir membawa pulang ayahnya yang terluka, video kejadian tersebut menjadi viral di media sosial.
Dalam salah satu video, Mustagir dan adiknya, Alam, terlihat menggendong ayah mereka yang terluka saat berdebat dengan polisi terkait tuduhan pentungan.
Pada suatu saat, Mustagir menurunkan Raees di jalan menuntut jawaban dari pihak berwenang.
'Mereka mengancam akan menembak saya'
Tiga jam kemudian ketika Mustagir kembali ke bilik suara untuk memberikan suaranya, seorang petugas polisi memanggilnya.
“Mereka menyita slip pemilih dan kartu Aadhar saya dan merobeknya,” ujarnya.
Slip pemilih diberikan kepada pemilih oleh pihak berwenang untuk memberi tahu mereka tentang bilik suara terdekat.
Sementara Aadhar mengacu pada kartu identitas biometrik India, yang wajib dibawa oleh pemilih bersama dengan kartu identitas pemilih.
Mustagir, 30, mengatakan setidaknya enam petugas polisi mendorongnya ke dalam mobil van ketika adik laki-lakinya, Alam, merekam video penahanan di ponselnya.