Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) baru-baru ini menerapkan Skema Full Call Auction (FCA). Namun skema tersebut justru dinilai merugikan investor. Praktisi pasar modal, Onggowijaya menerangkan bahwa prinsip dasar bursa efek adalah keterbukaan informasi dan adanya supply demand. Namun skema FCA seakan hendak menutup informasi tersebut.
"Bukan ketertutupan informasi. Dalam skema FCA, investor tidak akan pernah tahu terlebih dahulu berapa jumlah lot pada bid offer pada setiap fraksi harga, dan pada setiap jam tiba-tiba terbentuklah suatu harga berdasarkan volume terbanyak,” ujar Onggo kepada wartawan, Jumat (7/6/2024).
Baca juga: Pagi Ini Laju IHSG Menghijau, Kurs Rupiah Berada di Kisaran Rp16.241 per Dolar AS
Onggo memandang, skema FCA telah meniadakan keterbukaan informasi jumlah supply demand lot pada setiap fraksi harga yang seharusnya diketahui oleh setiap investor.
BEI dengan skema FCA ini, kata dia justru menutup informasi jumlah lot supply dan demand. Sehingga, investor pada saat akan membeli dan menjual hanya menebak-nebak akan membeli atau menjual di harga 10 persen dari harga penutupan sehari sebelumnya.
"Ini kan seperti judi tebak-tebakan, sejak kapan BEI mulai berpikir ke arah tebak-tebakan dan untung-untungan? Sungguh tidak fair bagi investor,” ujarnya.
Dirinya pun sependapat dengan pernyataan mantan Direktur Utama Bursa Efek Jakarta, Hasan Zein Mahmud yang menilai FCA bak pesanan rahasia.
"Jika seperti order rahasia maka artinya ada pihak yang diuntungkan, siapa yang diuntungkan dengan skema FCA ini?" papar Onggo.
Lanjutnya, Onggo mengaku akan menyurati Kejaksaan Agung hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lantaran skema FCA punya indikasi kuat merugikan investor dan negara.
“Karena skema FCA ini sangat kuat indikasi merugikan investor dan negara, nanti akan kami sertakan bukti-bukti dan penjelasannya secara rinci," pungkas dia.
BEI Buka Suara
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy turut merespons kritikan atas skema FCA ini. Menurutnya papan pemantauan khusus merupakan pengembangan lanjutan dari hybrid call auction.
Kata dia, kehadiran skema ini justru memberi perlindungan bagi investor. Sebab saham yang masuk ke FCA merupakan saham yang terkena kriteria fundamental atau likuiditas sebagaimana Peraturan Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus.
“Meskipun batas minimum harga yang diberlakukan untuk saham papan pemantauan khusus ini adalah Rp1, Auto Rejection harian yang kami terapkan bagi saham-saham di papan ini lebih kecil dibandingkan yang lain, yaitu 10 persen,” kata Irvan.