TRIBUNNEWS.COM - Ketua Partai Buruh Israel, Yair Golan, mengatakan perang negaranya di Gaza tidak memiliki tujuan yang realistis.
Menurut Yair Golan, Israel tidak mungkin membebaskan para sandera dan menghancurkan Hamas pada saat yang bersamaan.
Yair Golan mengatakan empat bulan lalu ada kemungkinan untuk mencapai kesepakatan mengenai para tawanan yang akan membuat mereka kembali ke rumah dan mengakhiri perang.
Ia lantas menyebut Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu hanya memilih kepentingan politiknya.
“Orang yang mencegah hal ini adalah Netanyahu, sehingga lebih memilih kepentingan politiknya sendiri daripada kehidupan laki-laki dan perempuan Israel yang harus dia abaikan. Itu kebenarannya,” ungkap Golan, Jumat (14/6/2024), dilansir Al Jazeera.
Golan juga mengatakan, pemerintahan Netanyahu tidak mempunyai rencana untuk mengakhiri perang di utara, di mana pasukan Israel dan Hizbullah berada dalam konfrontasi perbatasan yang semakin berdarah.
“Pemerintah harus diganti, ini tidak akan terjadi tanpa protes besar-besaran yang akan memperjelas kepada Netanyahu dan mitra-mitranya bahwa mereka tidak punya pilihan selain menyerukan pemilu baru,” tegasnya.
Anggota Kabinet Perang Israel Mundur
Sebelumnya, Benny Gantz yang merupakan anggota kabinet perang Israel yang beranggotakan tiga orang, mengumumkan pengunduran dirinya pada Minggu (9/6/2024).
Benny Gantz menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu salah mengelola upaya perang dan lebih mengutamakan kelangsungan hidup politik daripada kebutuhan keamanan negara.
Langkah tersebut tidak serta merta menimbulkan ancaman bagi Netanyahu, yang masih menguasai koalisi mayoritas di parlemen.
Baca juga: Dianggap Hadiah untuk Hizbullah, Komandan Israel Tak Mau Usir Warga dari Perbatasan
Namun, pemimpin Israel menjadi lebih bergantung pada sekutu sayap kanan yang menentang proposal gencatan senjata terbaru yang didukung AS dan ingin terus melanjutkan perang.
“Sayangnya, Netanyahu menghalangi kita untuk mencapai kemenangan sejati, yang merupakan pembenaran atas konsekuensi yang menyakitkan dan berkelanjutan,” kata Gantz, Minggu, dikutip dari AP News.
Ia menambahkan, Netanyahu membuat janji-janji kosong, dan negaranya perlu mengambil arah yang berbeda karena dia memperkirakan pertempuran akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang.
Diketahui, mantan panglima militer yang populer itu bergabung dengan pemerintahan Netanyahu tak lama setelah serangan Hamas untuk menunjukkan persatuan.