TRIBUNNEWS.COM - Warga Palestina di Gaza merayakan Idul Adha tahun ini di tengah perang, di mana ratusan ribu orang mengungsi dan banyak pula orang berduka akibat agresi militer Israel.
Tradisi lebaran seperti mengunjungi keluarga, membeli baju baru, dan membuat suguhan lebaran, kini sudah berada di luar jangkauan bagi sebagian besar warga.
Salah satu tradisi selama Idul Adha, yakni berkurban, menjadi tidak mungkin dilakukan karena harga yang melonjak, The National melaporkan.
Di Gaza tahun ini, sebagian besar warga tidak mampu membeli daging.
Mereka pun akan merayakan hari raya tersebut dengan suasana hati yang suram, karena banyak yang kehilangan anggota keluarga dan rumah mereka selama lebih dari delapan bulan perang.
Bahjat Mansour, warga 46 tahun dari kamp Jabalia di Gaza utara, mengatakan keluarganya merayakan Idul Adha setiap tahun dengan menyembelih hewan kurban.
Namun mereka tidak dapat melakukannya tahun ini karena perang dan harga yang tinggi.
“Bagi saya dan keluarga, Idul Adha adalah tentang pengorbanan, dan tanpanya, ritual hari raya yang kami cintai dan hargai selama bertahun-tahun akan hilang,” kata Bahjat kepada The National.
“Sebelumnya, kami akan membeli hewan kurban, entah itu seekor domba atau urunan untuk seekor sapi, dengan harga sekitar $500 (Rp8,2 juta)."
"Jumlah ini masuk akal."
"Namun, saat ini kita mendengar harga yang selangit, dengan biaya yang melonjak dari $500 menjadi $2.000 atau bahkan $3.000” katanya.
Baca juga: Singgung Palestina, Khutbah Idul Adha Masjid Al-Azhar Ingatkan Balasan Zalimi Kaum yang Lemah
Selain harga yang mahal, sebagian besar warga Gaza juga harus menghadapi kehilangan teman dan keluarga akibat perang.
Lebih dari 37.200 warga Palestina telah terbunuh sejak pecahnya perang pada bulan Oktober.
Bahjat sendiri mengatakan lebih dari 20 keluarga dekat dan keluarga besarnya tewas selama perang.
“Idul Adha kali ini adalah hari yang menyedihkan bagi saya dan keluarga saya, begitu juga bagi seluruh keluarga di Gaza."
"Tidak ada kurban, tidak ada suasana Idul Fitri, dan tidak ada hewan di jalanan, rumah potong hewan, atau peternakan,” ujarnya.
Hewan-hewas sekarat
Seorang pedagang ternak dari Gaza utara mengatakan bahwa harga hewan telah meningkat karena banyak hewan yang mati sejak bulan Oktober, baik akibat penembakan Israel, atau karena kelaparan karena kurangnya pakan.
“Harga tahun ini sangat tinggi. Pada tahun-tahun sebelumnya, harga akan naik satu atau dua syikal, dan masyarakat akan mengeluh, sehingga menyebabkan melemahnya permintaan."
"Namun tahun ini, harga meningkat hampir sepuluh kali lipat, dan hampir tidak ada aktivitas pembelian, kecuali dari beberapa organisasi dan donor amal dari luar negeri,” kata Mohammad Warsh Agha, dari Beit Lahia.
Agha mengatakan dia biasa menjual lebih dari 200 ekor domba setiap Idul Adha.
Namun tahun ini dia hanya punya tujuh ekor domba.
“Saat perang dimulai, saya mempunyai sekitar 90 ekor domba."
"Saya hanya berhasil menjual 20 ekor domba selama perang."
"Saya kehilangan sekitar 70 ekor domba lainnya mati atau kekurangan gizi."
"Ada tujuh anak domba yang tersisa memiliki berat badan kurang dari setengah berat badan biasanya karena mereka tidak diberi makan dengan benar,” kata Agha.
Baca juga: 2.500 Warga Palestina Tahun Ini Batal Naik Haji Gara-gara Agresi Militer Israel di Gaza
Agha mengatakan kepada The National bahwa dia menjual tujuh ekor domba tersebut ke sebuah badan amal dengan harga pasar yang tinggi.
Mereka akan disembelih pada hari pertama Idul Adha dan dibagikan kepada mereka yang membutuhkan di Gaza.
Pasar ternak kosong
Pada tahun-tahun normal, warga Gaza akan mengunjungi pasar ternak menjelang Idul Adha.
Momen tersebut dipandang sebagai hari libur dan memberikan hiburan serta kegembiraan, terutama bagi anak-anak.
Tahun ini, sebagian besar pasar ternak kosong karena perang dan kekurangan hewan, dan semakin sedikit warga Gaza yang berkunjung.
Bahjat mengatakan dia tidak membawa anak-anaknya ke pasar tahun ini, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Warga Palestina lainnya, Ismail Helles, mengatakan tidak terbayangkan merayakan Idul Adha tanpa pasar di timur kota Gaza.
“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana lebaran ini akan berlalu tanpa mengunjungi pasar ternak di sisi timur."
"Dua minggu sebelum Idul Adha, saya biasa pergi ke pasar pada hari Jumat, pasar akan ramai dengan orang-orang yang memilih hewan kurbannya,” kata Ismail kepada The National.
Ismail tinggal di lingkungan Shujaiya di Gaza timur.
Istri dan putrinya terbunuh dan rumahnya hancur.
“Hanya dua putra saya yang selamat, berhasil diangkat dari reruntuhan. Tahun ini, tidak ada kegembiraan."
"Setiap kali saya memikirkan Idul Adha, saya teringat kebahagiaan putri saya, Lynn, tahun lalu dengan domba yang kami bawa pulang."
"Dia bermain bersamanya sepanjang malam hingga tiba waktunya pengorbanan keesokan paginya,” kata Ismail.
Baca juga: Pendahulu Netanyahu Kritik Israel: Perang di Gaza Tidak Berhasil, Pemerintah Harus Diganti
Wilayah Shujaiya kembali diserang pada hari Sabtu, di mana serangan udara Israel menghantam beberapa rumah di timur kota Gaza, menewaskan 15 warga sipil.
Meskipun ada tekanan internasional untuk melakukan gencatan senjata, pertempuran belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
Penutupan perbatasan Rafah oleh Israel juga membuat warga Palestina tidak dapat meninggalkan wilayah tersebut untuk menunaikan ibadah haji.
Namun, beberapa dari mereka yang telah dievakuasi sebelum penutupan perbatasan terakhir dapat melakukan perjalanan ke Arab Saudi setelah diundang oleh Raja Salman.
Tetapi selain mereka yang beruntung, sebagian besar warga Gaza terpaksa memperingati hari raya tersebut di wilayah kantong yang dilanda perang tersebut, tanpa ada alasan untuk merayakannya.
Seperti kebanyakan orang di Gaza, Ismail tidak bisa berkurban tahun ini.
“Tidak ada seorang pun yang berminat untuk merayakan semua kerugian dan kehancuran yang disebabkan oleh perang ini, yang tidak menyisakan batu, manusia, atau pohon."
"Perang ini juga membunuh ternak dan menghancurkan peternakan serta pasar ternak yang telah berusia puluhan tahun,” katanya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)