News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dianggap Budaya Asing, Tajikistan Larang Wanita Pakai Hijab di Negaranya yang Mayoritas Muslim

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi wanita berjilbab. -- Tajikistan resmi melarang wanita memakai hijab di negaranya yang mayoritas penduduknya adalah muslim.

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Tajikistan kini secara resmi melarang pakaian keagamaan, termasuk larangan penggunaan hijab.

Sebaliknya, warga Tajikistan dianjurkan untuk mengenakan pakaian nasional Tajikistan.

Setelah bertahun-tahun melakukan pembatasan tidak resmi terhadap pakaian keagamaan, Pemerintah Tajikistan mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) yang melarang penggunaan jilbab.

RUU tersebut disahkan oleh majelis rendah Parlemen (Majlisi Namoyandagon) pada 8 Mei 2024 dan disetujui oleh majelis tinggi (Majlisi Milli) pada tanggal 19 Juni 2024, setelah perayaan Idul Fitri.

Mereka yang melanggar akan dikenai hukuman, menurut pernyataan Presiden Emomali Rahmon, yang menyebut jilbab sebagai pakaian asing di negaranya yang mayoritas penduduknya adalah muslim.

Isi undang-undang terbaru Tajikistan

Undang-undang ini mengubah undang-undang yang ada, "Tentang Peraturan Hari Raya dan Upacara" dan melarang impor, penjualan, promosi, dan pemakaian pakaian yang dianggap asing bagi budaya nasional.

Inti dari perubahan ini adalah larangan hijab, penutup kepala yang dikenakan oleh wanita Muslim, serta pakaian lain yang berhubungan dengan Islam.

Pelanggaran dapat dikenakan denda mulai dari 7.920 somoni ($747) untuk pelanggar individu hingga 39.500 somoni ($3.724) menurut Layanan Tajik Radio Liberty.

RUU tersebut juga melarang Idul Fitri, kebiasaan anak-anak diberi uang pada saat Idul Fitri dan Navroz, serta perayaan menjelang Idul Fitri dan Idul Adha.

Mengapa Hijab dianggap asing?

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-774: Tajikistan Bantah Bantu Ukraina Rekrut Tentara Bayaran

Larangan hijab adalah langkah terbaru dari Presiden Rahmon, yang memimpin pemerintahan sekuler.

UU terbaru ini berupaya mempromosikan apa yang ia anggap sebagai budaya “Tajiki” dan meminimalkan visibilitas keagamaan masyarakat.

Hal ini sangat terkait dengan politik dan cengkeraman kekuasaannya.

Ilustrasi wanita berjilbab (freepik)

Rahmon telah menjabat sebagai Presiden negara Asia Tengah ini sejak tahun 1994, dan masa pemerintahannya selama 30 tahun merupakan salah satu masa pemerintahan terlama di kawasan ini.

Pada awal karirnya, ia diposisikan menentang partai politik yang lebih religius, dikutip dari Indian Express.

Rahmon menjabat sebagai wakil rakyat di Republik Sosialis Soviet Tajikistan, yang saat itu merupakan salah satu negara bagian dari Uni Soviet.

Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Tajikistan menyaksikan perang saudara antara simpatisan Soviet (Rahmon adalah bagian dari kelompok ini) dan klan etnoreligius yang membentuk Oposisi Tajik Bersatu.

Setelah meluasnya protes terhadap kondisi negara tersebut, Rahmon memenangkan pemilihan presiden tahun 1994.

Ia mengepalai Partai Demokratik Rakyat Tajikistan, yang berkuasa sejak 1994.

Selama beberapa dekade, Presiden Rahmon telah melakukan perubahan pada konstitusi negaranya untuk memperkuat otoritasnya.

Perubahan paling besar terjadi pada tahun 2016 ketika Konstitusi Tajikistan diamandemen untuk menghapus batasan masa jabatan presiden.

Presiden Rahmon juga melarang partai politik berbasis agama yang dapat menentang partainya.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini