TRIBUNNEWS.COM -- Rusia menuding Amerika Serikat telah menerbangkan armada angkatan udaranya tanpa permisi di wilayah udara Suriah.
Misi militer Rusia, seperti dikutip dari Russia Today menyebutkan, sejumlah papasan antara pesawat jet Rusia dengan sejumlah drone pengintai AS dianggap bakal meningkatkan eskalasi hubungan kedua negara yang semakin memanas.
Salah satu insiden di provinsi Homs, sebuah drone MQ-9 Reaper terbang sangat dekat dengan pesawat serang Su-34.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-855: AS Tuduh Warga Rusia Bantu GRU Bobol Sistem Pemerintah Ukraina
Laporan lain menyusul rumor yang beredar online, yang mengklaim bahwa AS telah kehilangan drone pengintai Global Hawk di Laut Hitam setelah bertemu dengan jet pencegat MiG-31 Rusia.
Dikatakan juga kasus lainnya melibatkan jet F-15, F-16 dan Rafale yang diterbangkan oleh pasukan koalisi di dekat Al-Tanf, pangkalan AS di Suriah tenggara dekat perbatasan Yordania dan Irak.
"Dengan tidak memberikan informasi kepada misi Rusia mengenai rencana penerbangannya, aliansi tersebut menciptakan risiko insiden udara dan meningkatkan ketegangan di wilayah udara Suriah,” demikian sebut misi militer Rusia.
Rusia mengklaim bahwa pihaknya telah bertindak profesional dengan menghindari tabrakan.
“Pilot Rusia menunjukkan profesionalisme yang tinggi dan mengambil tindakan yang diperlukan tepat waktu untuk menghindari tabrakan,” kata juru bicara militer.
Peristiwa tersebut, klaim Rusia, adalah satu dari sembilan pelanggaran protokol dekonfliksi yang dilakukan oleh “koalisi teroris” hanya dalam waktu 24 jam, menurut pernyataan itu.
Protokol tersebut ditandatangani pada tahun 2019 dengan tujuan untuk menghindari insiden.
Baca juga: Ukraina Resmi Miliki Pasukan Sistem Tak Berawak Pertama di Dunia, Siap Serang Rusia Hingga 1.000 KM
Pasukannya Joe Biden disebut ngotot terus beroperasi di Udara Suriah meskipun Damaskus telah keberatan. Rusia menganggap hal tersebut sebagai pelanggaran kedaulatan Suriah.
Militer Rusia diundang ke Suriah oleh pemerintahnya pada tahun 2015 untuk membantunya menghadapi kelompok jihad yang mencoba menggulingkannya.
Washington mengklaim bahwa kehadiran militernya diperlukan untuk mencegah ISIS, sebuah organisasi teroris yang dulunya kuat, untuk bangkit kembali.
Meski demikian juru bicara Kremlin Dmitry Peskov ditanyai tentang spekulasi tersebut pada hari Selasa, dan mengatakan pemerintah Rusia tidak mengetahui adanya insiden semacam itu.