TRIBUNNEWS.COM - Kepresidenan Palestina mengeluarkan pernyataan pada hari Minggu (30/6/2024) terkait usulan Israel agar pasukan asing mengelola pemerintahan Gaza setelah perang.
Juru bicara resmi kepresidenan, Nabil Abu Rudeineh menegaskan, hanya warga sipil Palestina yang bisa menentukan pemerintahan Gaza, bukanlah warga asing.
“Tidak ada legitimasi bagi kehadiran asing di wilayah Palestina, dan hanya rakyat Palestina yang dapat memutuskan siapa yang memerintah dan mengatur urusan mereka,” kata Nabil Abu Rudeineh, dikutip dari Al-Mayadeen.
Penolakan Abu Rudeineh bukan hanya untuk Jalur Gaza, tetapi juga untuk Tepi Barat.
"Kami tidak akan menerima atau mengizinkan kehadiran orang asing di tanah kami, baik di Tepi Barat maupun Jalur Gaza," tambahnya.
Abu Rudeineh juga menggarisbawahi pemerintahan gaza bukanlah masalah bantuan kemanusiaan.
"Masalah Palestina adalah masalah tanah dan negara, bukan masalah bantuan kemanusiaan. Ini adalah tujuan suci dan masalah utama bagi orang Arab," jelasnya.
Pernyataan Abu Rudeineh ini sebagai respons komentar dari seorang pejabat keamanan Israel yang menyatakan bahwa IDF akan tetap berada di Gaza sampai pasukan asing mengambil alih pemerintahan Jalur Gaza.
Rencana Gallant dalam Masa Transisi Pascaperang Gaza
Sebuah artikel Washington Post mengungkap rencana komprehensif Menteri Keamanan Israel Yoav Gallant untuk transisi pascaperang di Gaza.
Dalam kunjungan Gallant di Amerika Serikat baru-baru ini, ia mengatakan bahwa selama masa transisi pascaperang, Jalur Gaza akan diawasi oleh beberapa pasukan Internasional.
Pasukan dari Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan Maroko akan bertugas sebagai pasukan pengawas.
Baca juga: Israel Paksa Warga Yerusalem Hancurkan Rumah Mereka, Kelompok Hak Asasi Manusia Memperingatkan
Sementara Pasukan AS akan membantu menyediakan logistik.
Kemudian Mesir akan mengontrol dari luar Gaza.
Untuk kemanan lokal tetap akan diawasi oleh pasukan Palestina.
Namun dalam diskusi tersebut, Gallant dan pejabat AS mengatakan pasukan keamanan Palestina harus mendapatkan pelatihan.
"Pasukan keamanan Palestina ini mungkin harus dilatih berdasarkan program bantuan keamanan yang ada untuk Otoritas Palestina, yang dipimpin oleh Letjen Michael Fenzel, koordinator keamanan untuk Israel dan Otoritas yang berbasis di Israel," tulis artikel tersebut.
Netanyahu Tak Ingin Otoritas Palestina Terlibat di Gaza
Netanyahu pada 7 Juni 2023 mengatakan tidak menyetujui Otoritas Palestina mengambil perannya di Gaza.
Terutama terkait penyeberangan Rafah.
Namun pernyataan Netanyahu ini tentunya bertentangan dengan kabinet perang.
Beberapa hari sebelumnya, kabinet perang telah setuju bahwa Israel akan menyetujui penyeberangan Rafah dioperasikan oleh entitas pemerintah mana pun selain pemerintah Gaza.
Namun karena takut rencananya gagal, Netanyahu dengan tegas menilak menyerahkan pemerintahan kepada Otoritas Palestina atau mendirikan negara Palestina.
Konflik Palestina vs Israel
Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Israel juga mengabaikan resolusi DK PBB terkait gencatan senjata dan tetap melancarkan serangan brutal di Gaza.
Hingga saat ini, serangan Israel telah menewaskan 37.900 warga Palestina.
Sebagian besar korban merupakan perempuan dan anak-anak.
Setidaknya 87.060 orang lainnya juga terluka dalam serangan yang sedang berlangsung.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel