News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mampukah Satwa Liar Beradaptasi dengan Panas Ekstrem?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mampukah Satwa Liar Beradaptasi dengan Panas Ekstrem?

Di Meksiko, satu per satu monyet Howler jatuh dari pohon karena kehausan. Miliaran kerang, tiram, dan teritip mendidih di lepas pantai Kanada.

Adapun di Argentina, ratusan Penguin Magellan dilaporkan mati dalam satu hari.

Kasus-kasus yang terjadi beberapa tahun terakhir ini mungkin terjadi pada spesies hewan berbeda di seluruh dunia, namun ada satu kesamaan di antara keduanya, yakni dipicu oleh panas yang ekstrim.

Suhu di seluruh dunia meningkat seiring dengan semakin banyaknya gas rumah kaca di atmosfer.

Tahun 2023 lalu merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat. Dan perubahan iklim hanya membuat gelombang panas menjadi lebih umum dan ekstrem.

Pengaruh krisis iklim terhadap satwa liar bergantung pada sejumlah faktor, yakni letak dan kondisi geografis, apakah mengalami panas kronis atau gelombang panas, dan jenis satwa yang bersangkutan.

Kematian burung di angkasa

Dalam kasus yang paling ekstrim, suhu panas dapat menyebabkan kematian massal.

"Hal ini terjadi terutama di daerah yang sudah panas dan kering di mana hewan tidak punya kapasitas lebih untuk terpapar panas tambahan,” kata Andreas Nord, ahli ekologi dari Lund University di Swedia.

"Australia adalah contoh utama. Di sini, kita berbicara tentang dampak yang menyerupai kiamat. Jadi burung dan kelelawar benar-benar berjatuhan dari langit.”

Meskipun suhu panas tidak membunuh satwa liar, tapi dapat mengubah perilaku reproduksi sehingga mempengaruhi jumlah populasi.

Ada "cara kematian yang berpotensi lebih berbahaya,” kata Eric Ridell, ahli ekologi di Universitas North Carolina di Chapell Hill di AS,yaitu kematian yang tidak meninggalkan jenazah.

"Mungkin karena mereka lebih dehidrasi atau kurang aktif karena cuaca terlalu panas, mereka tidak berkembang biak pada tahun itu,” katanya. "Jadi hewan-hewan tersebut masih bertahan hidup, tetapi mereka tidak menghasilkan keturunan.”

Sebuah studi pada tahun 2023 menemukan bahwa kumbang pengubur cenderung tidak berhasil bereproduksi ketika gelombang panas melanda di tengah musim kawin.

Beradaptasi dengan panas

Ketika hewan mengubah perilaku untuk menjaga agar tetap dingin atau lebih hangat, para ilmuwan menyebutnya sebagai pengaturan termal.

Dalam gelombang panas, kemampuan ini dapat mencakup tinggal di tempat teduh, pergi ke air, atau beristirahat lebih banyak.

Salah satu cara koala di Australia mengatasi panas ekstrem adalah dengan memeluk batang pohon yang sejuk, misalnya.

Beruang di California kadang-kadang berenang di kolam renang penduduk ketika suhu melonjak, seperti yang terlihat di beragam video online.

Namun, masih belum jelas sejauh mana hewan dapat mengubah perilakunya untuk mengimbangi pemanasan global yang terus bereskalasi.

"Kami tidak benar-benar tahu apakah 100, 1.000 atau 10.000 generasi dari sekarang hewan akan lebih beradaptasi terhadap panas atau lebih toleran terhadap fluktuasi suhu ekstrem yang kita lihat,” kata Nord.

"Tapi situasinya tidak terlihat bagus. Sepertinya banyak hewan yang sudah hidup maksimal sesuai dengan kemampuan sistem fisiologis mereka.”

Burung kelompok paling rentan

Pertanyaan lainnya adalah spesies mana yang paling rentan terhadap kenaikan suhu. Meskipun ada banyak spesies yang terkena dampak, para ilmuwan telah mengamati bahwa burung seringkali sangat rentan.

"Secara perbandingan, mereka mempunyai cara yang relatif buruk dalam mendinginkan tubuh mereka. Burung tidak memiliki kelenjar keringat. Itu adalah hal yang sangat buruk ketika cuaca menjadi sangat panas,” kata Nord.

Hal serupa juga diamati oleh Riddell dalam penelitian tahun 2021. Risetnya menganalisis kumpulan data mamalia kecil dan burung selama 100 tahun yang ditemukan di Gurun Mojave di California.

Meskipun kedua spesies hidup dalam ekosistem yang sama, mengonsumsi makanan dan air yang sama, mereka memiliki respons yang berbeda terhadap kenaikan suhu.

Ketika populasi mamalia tetap stabil sepanjang abad ini, jumlah spesies burung di gurun pasir menurun sebesar 43 persen.

Tidak jelas apakah burung-burung tersebut bermigrasi ke lingkungan lain atau mati. Namun jelas bahwa mereka berada dalam posisi yang rentan ketika suhu meningkat.

"Mamalia sebagian besar hidup di bawah tanah, kebanyakan aktif di malam hari, dan burung sebagian besar hidup di udara, hidup di atas tanah. Mereka terpapar sinar matahari, yang bisa membuat mereka kepanasan,” kata Riddell.

"Perbedaan ini memainkan peran yang sangat besar dalam respons terhadap perubahan iklim selama 100 tahun terakhir.”

Solusi jangka panjang

Sejumlah intervensi darurat dapat dilakukan manusia untuk membantu hewan mengatasi panas ekstrem. Beberapa pegiat konservasi telah mencoba membantu satwa liar dengan menyemprot mereka dengan air atau menyediakan tempat berlindung. Tapi metode ini hanyalah solusi jangka pendek.

Yang paling krusial adalah komitmen pemerintah untuk melestarikan habitat alami dalam jangka panjang, kata Nord dan Riddell. Karena habitat alami menyediakan sumber daya untuk menghalau dampak terburuk dari suhu yang sangat panas. Bisa berupa pepohonan rindang, air, makanan atau tempat berlindung.

"Dampak perubahan iklim dan panas ekstrem terhadap kehidupan akan terus memburuk, seiring dengan berkurangnya jumlah kehidupan yang kita miliki,” kata Nord.

rzn/as

Sumber:

Exposure to climate change drives stability or collapse of desert mammal and bird communities https://www.science.org/doi/10.1126/science.abd4605

The consequences of heatwaves for animal reproduction are timing-dependent https://besjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1365-2435.14386

The unprecedented Pacific Northwest heatwave of June 2021 https://www.nature.com/articles/s41467-023-36289-3

Unprecedented heat mortality of Magellanic Penguins https://academic.oup.com/condor/article/124/1/duab052/6497508

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini