TRIBUNNEWS.COM -- Pasukan Pertahanan Israel (IDF) segera merekrut paksa para anggota komunitas Yahudi ultra Ortodoks di negara zionis tersebut.
IDF saat ini sangat kekurangan pasukan karena telah banyak yang tewas atau terluka akibat peperangan melawan sejumlah kelompok Islam di beberapa negara tetangga yang membela Hamas.
Pada Minggu (15/7/2024) kemarin, IDF mulai mengirimkan rancangan perintah awal kepada anggota komunitas yang disebut Haredi tersebut.
Baca juga: Dari Nablus, Tulkarm hingga Tubas, Pertempuran Milisi Palestina Vs IDF Meletus di Seluruh Tepi Barat
Menurut pengadilan, saat ini terdapat 63.000 laki-laki Haredi usia wajib militer.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bulan lalu mengatakan, IDF sangat membutuhkan 10.000 anggota tambahan.
Dikecualikan dari dinas militer sejak berdirinya negara Yahudi, Haredim diizinkan untuk direkrut berdasarkan keputusan pengadilan bulan lalu.
Langkah itu merupakan kegiatan pertama dalam proses penyaringan untuk rekrutan tahun depan, jelas IDF dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa.
“IDF bekerja untuk merekrut dari seluruh lapisan masyarakat,” bunyi pernyataan tersebut dikutip dari Haaretz.
Mereka juga menambahkan bahwa kelompok ultra-Ortodoks dipanggil untuk bertugas. “Mengingat meningkatnya kebutuhan operasional saat ini, [dan] mengingat tantangan keamanan,” demikian keteragan IDF karena masalah yang dihadapi negara.
Israel adalah rumah bagi lebih dari satu juta Haredim. Dikenal dengan pakaian hitam khas pria dan penutup kepala wanita, Haredim adalah fundamentalis agama yang berusaha membatasi kontak mereka dengan mayoritas Yahudi yang lebih sekuler di Israel.
Pada bulan lalu Mahkamah Agung Israel dengan suara bulat memutuskan bahwa militer harus memasukkan siswa seminari Yahudi ultra-Ortodoks ke dalam dinas militer, ketika perang di Gaza memasuki bulan kesembilan dan Israel menghadapi kekurangan tenaga kerja.
Baca juga: Presiden Iran Aktif Tunjukkan Dukungan untuk Hamas dan Houthi, Bicara dengan Pemimpinnya via Telepon
Pengadilan juga memerintahkan pemerintah untuk menghentikan pendanaan sekolah agama, atau yeshivas, yang siswanya menghindari wajib militer.
“Saat ini, tidak ada kerangka hukum yang memungkinkan untuk membedakan antara pelajar yeshiva dan mereka yang ditakdirkan untuk wajib militer,” kata pengadilan.
“Oleh karena itu, negara tidak mempunyai kewenangan untuk memerintahkan penghindaran wajib militer secara menyeluruh.”
Di Israel, dinas militer adalah wajib bagi sebagian besar pria dan wanita Yahudi, sedangkan siswa seminari Yahudi ultra-Ortodoks atau ‘Haredi’ sebagian besar telah dibebaskan dari wajib militer sejak berdirinya negara tersebut pada tahun 1948.
Pengecualian ini telah lama memicu kemarahan di kalangan masyarakat sekuler Israel dan perselisihan semakin mendalam sejak militer memanggil ribuan tentara menyusul pecahnya konflik di Gaza.