News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Militer Israel akan Mulai Proses Perekrutan Yahudi Ultra-Ortodoks untuk Tambah Pasukan

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kaum Yahudi Ultra-Ortodoks di Kota Yerusalem - Militer Israel mengumumkan akan memulai proses perekrutan Yahudi Ultra-Ortodoks untuk menambah pasukan di Gaza.

TRIBUNNEWS.com - Militer Israel bakal segera memulai proses perekrutan pasukan dari komunitas Yahudi Ultra-Ortodoks pada pekan depan.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh militer Israel, Selasa (16/7/2024), dilansir Reuters.

Militer Israel mengatakan mulai Minggu (21/7/2024), "proses penerbitan perintah pemanggilan tahap awal untuk panggilan pertama" menjelang perekrutan bulan Juli, akan dilakukan.

Di hari yang sama, bentrokan terjadi antara pengunjuk rasa Yahudi Ultra-Ortodoks dan polisi.

Puluhan dari Yahudi Ultra-Ortodoks memblokor jalan raya utama Israel sebagai bentuk protes, tapi dengan cepat bisa dibubarkan.

Topik perekrutan Yahudi Ultra-Ortodoks ini sangat sensitif di tengah serangan Israel di Jalur Gaza.

Menurut aturan yang berlaku, warga Israel diwajibkan bertugas di militer sejak usia 18 tahun selama 24-32 bulan.

Tetapi, komunitas Yahudi Ultra-Ortodoks sebagian besar dikecualikan dari aturan itu, selama beberapa dekade.

Pada Juni 2024, Mahkamah Agung Israel memutuskan Kementerian Pertahanan harus mencabut aturan pengecualian bagi Yahudi Ultra-Ortodoks.

Hal itu memicu ketegangan politik baru bagi pemerintahan Benjamin Netanyahu.

Sebab, koalisi Netanyahu mencakup dua partai Ultra-Ortodoks yang menganggap pengecualian itu sebagai kunci untuk menjaga konstituen mereka.

Baca juga: Pasukan IDF Tolak Serahkan 1.500 Jasad Warga Palestina, Media Israel: Identitasnya Tak Diketahui

Keputusan Mahkamah Agung Israel itu telah memicu protes oleh penganut Yahudi Ultra-Ortodoks.

Sebagai informasi, jumlah Yahudi Ultra-Ortodoks mencapai 13 persen dari 10 juta penduduk Israel.

Angka itu diperkirakan akan mencapai 19 persen pada tahun 2035.

Penolakan mereka untuk ikut serta dalam perang yang umumnya mereka dukung, merupakan perpecahan yang sudah lama terjadi dalam masyarakat Israel.

Israel Akui Kekurangan Pasukan

Sebelumnya, di hari yang sama, militer Israel mengakui mereka mengalami kekurangan tank, amunisi, hingga pasukan, di tengah serangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.

Militer Israel mengungkapkan banyak tank rusak selama serangan ke Gaza dan amunisi sangat terbatas.

Kurangnya pasukan membuat munculnya petisi yang menuntut penggabungan pasukan wanita ke dalam Korps Lapis Baja Angkatan Darat.

Meski demikian, belum ada tindak lanjut mengenai usulan itu lantaran jumlah tank yang tak memadai.

"Jumlah tank operasional di Korps itu tidak mencukupi untuk kebutuhan perang dan untuk melakukan eksperiman penempatan pasukan wanita," lapor harian Israel, Yedioth Ahronoth, dikutip Anadolu Ajansi.

Baca juga: Rudal Hizbullah Hancurkan Perangkat Intai Israel, Kumpulan Pasukan IDF Juga Jadi Sasaran

Menurut laporan, Kepala Staf Angkatan Darat, Herzi Halevi, memutuskan untuk menunda pengerahan perempuan dalam posisi tempur hingga November 2025 karena kekurangan yang parah.

Setidaknya 682 tentara Israel tewas dan lebih dari 4.100 lainnya terluka sejak pecahnya konflik Gaza pada 7 Oktober 2023, menurut angka militer.

Israel telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan di Gaza sejak serangan 7 Oktober oleh Hamas.

Hampir 38.700 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 89.000 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Sembilan bulan lebih sejak serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang putusan terakhirnya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini