Wali Kota di Italia Ini Tak Sudi Kotanya Jadi Tuan Rumah Pertandingan Timnas Israel Melawan Azzurri
TRIBUNNEWS.COM- Wali Kota di Italia Ini tak sudi kotanya jadi tuan Rumah untuk Pertandingan Timnas Israel saat melawan timnas Italia.
Bukan hanya terjadi di Indonesia, penolakan juga terjadi di kota di Eropa. Provinsi Udine, di timur laut Italia, menolak menjadi tuan rumah pertandingan tim sepak bola nasionalnya melawan Israel.
Pers lokal melaporkan kemarin bahwa Gabriele Gravina, presiden Federasi Sepak Bola Italia (FIGC), telah menawarkan walikota Udine untuk menjadi tuan rumah pertandingan di Stadion Bluenergy pada 14 Oktober sebagai bagian dari pertandingan Nations League.
Ditambahkannya, pemerintah kota menolak tawaran tersebut karena khawatir hal ini “akan memecah belah karena Israel adalah negara yang sedang berperang.”
"Menjadi tuan rumah pertandingan seperti itu di saat Israel masih berperang justru berisiko menimbulkan perpecahan dan masalah sosial, alih-alih memperbaiki citra Udine," kata Wali Kota Alberto Felice De Toni, yang terpilih sebagai kandidat kiri-tengah untuk wali kota Udine tahun lalu.
Sejak 7 Oktober, Israel, dengan dukungan Amerika, telah melancarkan perang brutal di Gaza yang telah menewaskan dan melukai sekitar 128.000 warga Palestina, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita.
Perang ini juga telah menyebabkan lebih dari 10.000 orang hilang di tengah kehancuran besar-besaran dan kelaparan yang mematikan.
Pengacara HAM: Israel harus diskors karena melanggar statuta FIFA
Israel harus dilarang dari segala aktivitas terkait sepak bola karena melanggar undang-undang FIFA di tengah perang melawan Palestina di Jalur Gaza, menurut analisis hukum independen yang mengkhususkan diri dalam hukum internasional dan hak asasi manusia.
Asosiasi Sepak Bola Palestina (PFA) telah mengajukan proposal untuk menangguhkan Israel pada bulan Mei, dengan FIFA memerintahkan evaluasi hukum yang mendesak, sambil berjanji untuk membahasnya pada pertemuan luar biasa dewannya pada bulan Juli, Reuters telah melaporkan.
Presiden PFA Jibril Al-Rajoub mengatakan bahwa FIFA tidak dapat tetap bersikap acuh tak acuh terhadap "pelanggaran atau genosida yang sedang berlangsung di Palestina." Konfederasi Sepak Bola Asia juga telah memberikan dukungannya untuk tindakan terhadap Israel.
Pengacara Max du Plessis, yang merupakan bagian dari kasus yang dibawa oleh Afrika Selatan ke Mahkamah Internasional (ICJ) yang menuduh Israel melakukan genosida, ikut menulis analisis terbaru bersama Sarah Pudifin-Jones setelah mereka didekati oleh Eko, sebuah LSM keadilan sosial.
“Tidak diragukan lagi bahwa tindakan Israel di Palestina telah merusak, dan terus merusak, tujuan FIFA,” kata para pengacara.
“Israel telah melanggar hak asasi manusia Palestina yang diakui secara internasional, bertentangan dengan Pasal 3. Israel telah melakukan diskriminasi dan terus melakukan diskriminasi terhadap warga Palestina atas dasar ras, asal usul kebangsaan, dan kelahiran, yang secara langsung melanggar Pasal 4(1).”
Lebih jauh lagi, “Perilaku Israel merusak tujuan kemanusiaan yang dijelaskan dalam Pasal 5.1(b). Perilaku Israel menuntut kecaman, sejalan dengan posisi yang diambil oleh FIFA terkait pelanggaran berat serupa terhadap tujuan FIFA dan hak asasi manusia yang diakui secara internasional.”
Usulan Palestina menuduh Asosiasi Sepak Bola Israel (IFA) terlibat dalam pelanggaran hukum internasional oleh pemerintah Israel dan diskriminasi terhadap pemain Arab. IFA menolak tuduhan tersebut.
Eko mengatakan petisinya yang menyerukan FIFA, Komite Olimpiade Internasional, dan federasi olahraga untuk melarang Israel dari olahraga internasional telah menerima lebih dari 380.000 tanda tangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, setiap kali PFA mengajukan mosi untuk menangguhkan Israel, FIFA tidak menjatuhkan sanksi, dan pada tahun 2017 menyatakan bahwa masalah tersebut telah ditutup dan tidak akan dibahas lebih lanjut hingga kerangka hukum atau de facto berubah. Analisis baru tersebut berpendapat bahwa perkembangan sejak Oktober lalu telah memunculkan "kerangka hukum baru yang mengharuskan FIFA campur tangan".
Al-Rajoub telah mengutip preseden di Kongres FIFA dan analisis tersebut mengatakan bahwa penangguhan Israel akan sejalan dengan keputusan FIFA sebelumnya untuk menangguhkan atau mengeluarkan asosiasi anggota yang melanggar tujuannya.
Asosiasi Sepak Bola Afrika Selatan, misalnya, ditangguhkan pada tahun 1961 karena kebijakan apartheid negara tersebut sementara Yugoslavia dilarang pada tahun 1992 setelah sanksi PBB di tengah agresi pemerintah yang didominasi Serbia di Balkan.
Yang terbaru, pada tahun 2022, FIFA dan mitranya di Eropa UEFA bertindak cepat untuk menangguhkan tim Rusia dari kompetisi mereka menyusul invasi negara itu ke Ukraina.
Para kritikus menuduh Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina, tuduhan yang dibantah Israel.
Israel menganggap tindakannya sebagai pembelaan diri untuk mencegah serangan lain seperti yang terjadi pada 7 Oktober, meskipun ICJ memerintahkan Israel pada bulan Januari untuk mengambil tindakan guna mencegah tindakan genosida.
Reuters telah menghubungi FIFA untuk memberikan komentar.
SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR