TRIBUNNEWS.COM - Israel secara sistematis menggunakan air sebagai senjata perang melawan warga Palestina di Gaza, menurut laporan baru oleh Oxfam.
Adapun Oxfam merupakan organisasi nirlaba dari Inggris yang berfokus pada pembangunan penanggulangan bencana dan advokasi.
Oxfam menyebut, upaya Israel itu menunjukkan pengabaian terhadap kehidupan manusia dan melanggar hukum internasional.
"Pemerintah Israel telah menggunakan kekurangan air untuk merendahkan martabat manusia dan pada akhirnya mengancam kehidupan warga Palestina sejak Perjanjian Oslo 1993,” lapor Oxfam, Kamis (18/7/2024), dilansir MEMO.
Penghancuran hampir total infrastruktur air dan sanitasi Gaza oleh militer Israel, disebut telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemerosotan kondisi kehidupan di Gaza.
Pasokan air telah berkurang hingga 94 persen, yang berarti kurang dari 5 liter per orang per hari, atau kurang dari satu kali penyiraman toilet, yang berarti kurang dari sepertiga dari jumlah minimum yang direkomendasikan dalam keadaan darurat, ungkap laporan itu.
Hal ini telah menarik perhatian banyak ahli hukum dan air internasional, banyak di antaranya telah menyatakan bahwa Tel Aviv telah mempersenjatai air dengan taktik dan kebijakan militer yang telah merampas hak warga Palestina atas air dan sanitasi.
“Tindakan Israel telah menghilangkan akses seluruh penduduk Gaza terhadap layanan air dan sanitasi yang menyelamatkan jiwa, sehingga menimbulkan ancaman langsung dan jangka panjang yang tidak dapat dihindari terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup masyarakat,” lanjut Oxfam memperingatkan.
Kurangnya air bersih dan sanitasi menyebabkan seperempat penduduk Gaza jatuh sakit akibat penyakit yang mudah dicegah, kata Oxfam.
Organisasi itu juga mencatat bahwa pemerintah Israel memulai kekurangan air dengan memutus pasokan air eksternal, menghancurkan fasilitas air, dan dengan sengaja menghalangi bantuan untuk warga Palestina di Gaza.
"Tindakan-tindakan ini secara kolektif, dan dikombinasikan dengan pemboman terus-menerus oleh Israel, telah menghancurkan kapasitas para pelaku kemanusiaan untuk menyediakan layanan darurat yang menyelamatkan nyawa bagi warga Gaza, dan melumpuhkan upaya untuk memulihkan produksi air."
Baca juga: Sampah Menggunung, Warga Gaza Tidak Bisa Hidup Tenang karena Lalat, Nyamuk, dan Bau Busuk
"Tindakan-tindakan ini juga telah menyebabkan kontaminasi luas oleh limbah, yang mengancam nyawa warga Palestina," tambah Oxfam.
Sejak dimulainya perang Israel di Gaza, lima lokasi infrastruktur air telah rusak setiap tiga hari.
Sementara, 70 persen dari seluruh pompa pembuangan limbah dan 100 persen dari seluruh pabrik pengolahan air limbah juga telah hancur.
700.000 Orang Hadapi Krisis Kesehatan
Stasiun pemompaan air limbah di salah satu kota utama Gaza berhenti bekerja pada Selasa (16/7/2024), karena bahan bakar telah habis.
Hal ini disampaikan otoritas setempat, yang mengungkapkan kekhawatiran bahwa penyakit dapat menyebar dengan cepat.
Puluhan ribu orang yang mengungsi akibat perang Israel-Hamas telah mencari perlindungan di Deir Al-Balah.
Otoritas kota mengatakan lebih dari 700.000 orang dapat berisiko mengalami "krisis kesehatan dan lingkungan."
"Kotamadya Deir Al-Balah mengumumkan penghentian stasiun pemompaan air limbah karena stok bahan bakar yang diperlukan untuk fungsinya telah habis," kata sebuah pernyataan kota, dikutip dari Arab News.
Diprediksi bahwa jalan-jalan akan dibanjiri oleh air limbah dan penyakit akan menyebar.
Gaza tidak memiliki pasokan listrik sejak perang dilepaskan oleh serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel.
Pabrik limbah bertenaga bahan bakar tersebut mengolah air yang kemudian dialirkan ke Mediterania.
"Sembilan belas lubang dan dua waduk besar tidak dapat digunakan di Deir Al-Balah," kata Ismail Sarsour, seorang pejabat di komite darurat kota, sebelum pernyataan itu dirilis.
Baca juga: 292 Warga Palestina yang Terluka di Gaza Meninggal karena Penyeberangan Rafah Ditutup oleh Israel
Ia mengatakan stasiun-stasiun itu menangani air limbah untuk lebih dari 140 titik tempat berlindung, tempat puluhan ribu orang berlindung.
Departemen air Otoritas Palestina, PWA, yang berpusat di Ramallah di Tepi Barat yang diduduki, baru-baru ini mengatakan telah mengatur agar puluhan ribu liter bahan bakar masuk ke Gaza.
Namun, para ahli Palestina mengatakan krisis air begitu parah sehingga bahan bakar saja tidak akan membantu.
Sarsour dan para ahli mengatakan, juga terjadi kekurangan suku cadang yang parah untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak.
Update Perang Israel-Hamas
Dilansir Al Jazeera, tentara Israel mengebom tempat penampungan sekolah kesembilannya di Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir, kali ini di Kota Gaza.
Serangan itu menewaskan sedikitnya dua warga Palestina yang berlindung di sana bersama pengungsi internal lainnya.
Baca juga: Rusia Tuding AS Berada di Balik Perang Gaza & Kekerasan di Timteng: Eksperimen Geopolitik Baru
Koresponden Al Jazeera melaporkan bahwa lima orang tewas ketika tentara Israel menembaki sebuah rumah di kamp pengungsi Bureij di Jalur Gaza bagian tengah.
Serangan itu diikuti oleh penembakan yang menewaskan sedikitnya lima orang di kamp pengungsi Nuseirat di dekatnya.
Serangan Israel menewaskan komandan Hizbullah kedua dalam 24 jam, menurut pernyataan dari kelompok Lebanon dan tentara Israel.
Israel juga membunuh seorang komandan senior kelompok bersenjata sekutu Hamas di Lebanon pada hari terakhir.
Setidaknya 38.848 orang tewas dan 89.459 orang terluka dalam perang Israel di Gaza.
Jumlah korban tewas di Israel akibat serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober diperkirakan mencapai 1.139, dengan puluhan orang masih ditawan di Gaza.
(Tribunnews.com/Nuryanti)