TRIBUNNEWS.COM - Sebuah laporan yang dirilis oleh kelompok aktivis Eropa pada hari Kamis (18/7/2024), menyebut Jalur Gaza “tenggelam” dalam ratusan ribu ton kotoran dan puing-puing akibat perang Israel-Hamas.
Di tengah meningkatnya suhu musim panas, warga Palestina bernama Abu Shar (45) dan keluarganya hidup berkesusahan di tenda mereka di Kota Deir el-Balah, Gaza tengah.
Sejak pekan ini, pihak berwenang mengatakan bahwa stasiun pengolahan air limbah telah dimatikan karena kekurangan bahan bakar.
“Kami menderita; kami tidak hidup,” kata Abu Shar, kepada AFP.
“Panas, penyakit, lalat, nyamuk, dan desisan mereka, semuanya menyakiti kami."
“Kami tidak tidur di malam hari karena bau limbah."
"Anak-anak saya tidak tidur karena mereka selalu terjangkit penyakit yang ditularkan melalui limbah.”
Selain krisis kelaparan yang melanda Gaza sejak perang meletus pada 7 Oktober, para dokter mengatakan penyakit kudis, cacar air, ruam kulit, dan kutu menyebar dengan cepat.
Badan-badan PBB telah berulang kali memperingatkan risiko kolera dan penyakit serius lainnya menjadi epidemi.
Umm Yussef Abu al-Qumsan (60), juga harus meninggalkan rumahnya dan pindah ke Deir el-Balah.
Menurutnya, kehidupannya menyedihkan karena harus tinggal di antara sampah dan serangga.
Baca juga: Tak Ada Sampo dan Sabun, Ibu di Gaza Mandikan Anaknya dengan Pasir Dicampur Sedikit Air
Hampir setiap hari ia menemani anak atau cucunya mengantri mencari perawat untuk berobat karena suatu penyakit atau gigitan nyamuk.
“Kami membeli banyak pengobatan. Tapi kami tidak tahu apakah aman untuk dimakan atau diminum. Apakah kami boleh duduk atau tidur,” katanya.
Pemerintah kota Deir el-Balah pekan ini meramalkan bahwa jalanan kota akan dibanjiri air limbah dan penyakit akan menyebar, setelah pemerintah mematikan pompa air limbah dan stasiun pengolahannya.