News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tiongkok Kian Agresif di Laut China Selatan, Indonesia Tegaskan Soal Aset dan Hak Berdaulat

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI, Sidharto R. Suryodipuro (kanan) di Kantor Kemlu RI, Jakarta Pusat, Jumat (19/7/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan baru China kian agresif untuk wilayah Laut China Selatan, yang berbatasan dengan Laut Natuna Utara perairan Indonesia.

Lewat kebijakan baru itu, otoritas China memberikan keleluasaan kepada petugas patroli pantai untuk menangkap orang asing yang berlayar di perairan mereka, dan menahannya selama 60 hari tanpa proses pengadilan.

Sebagaimana diketahui Laut China Selatan selama ini menjadi spot panas perseteruan antara Beijing dengan negara Asia Tenggara. Sebab perairan tersebut merupakan salah satu jalur utama perdagangan dunia.

China mengklaim 90 persen wilayah perairan itu sebagai bagian dari negara mereka.

Perihal agresifnya kebijakan baru Tiongkok dan potensi gesekan di Laut Natuna Utara yang berbatasan dengan teritorial Indonesia, Pemerintah RI melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu), menegaskan bahwa Indonesia punya hak berdaulat terhadap kawasan aset legalnya.

Sebab berdasarkan hukum internasional, Laut Natuna Utara jadi bagian dari aset milik Indonesia.

"Apakah aturan baru China ini akan berdampak pada Laut Natuna Utara, tentu Indonesia sebagai pihak yang menurut hukum internasional adalah bagian dari aset Indonesia, tentu kita akan menegakkan hak kita, hak berdaulat terhadap kawasan aset Indonesia,” ungkap Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu RI, Sidharto R. Suryodipuro di Kantor Kemlu RI, Jakarta Pusat, Jumat (19/7/2024).

Adapun dalam pertemuan para menteri luar negeri negara anggota ASEAN di Laos pekan depan, pembahasan soal Laut China Selatan akan berfokus pada code of conduct atau kode etik/ etika bisnis.

Pembahasan ini bukan negosiasi soal wilayah atau selang waktu, tapi berfokus pada stabilisasi hukum.

“Mengenai Laut China Selatan, pertama yang mungkin perlu saya sampaikan adalah fokus ASEAN adalah pada penyelesaian code of conduct (kode etika). Ini bukan suatu negosiasi mengenai wilayah atau mengenai timelapse, tapi utamanya negosiasi yang terkait dengan legal stability,” ucap dia.

Sidharto pun mengatakan bahwa perairan itu adalah kawasan maritim dan lalu lintas dunia. ASEAN sebelumnya juga telah menegaskan tekad mereka untuk menghadirkan tanggung jawab dan kepemimpinan yang lebih besar dalam persoalan di Laut China Selatan dan perbatasannya.

“Asia Tenggara ini adalah kawasan maritim dan kawasan lalu lintas dunia, jadi di situ juga menekankan tekad ASEAN taking greater responsibility and leadership,” pungkas dia,

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini