Pada tahun 2000, kunjungan ke lokasi tersebut oleh mendiang Perdana Menteri Israel Ariel Sharon, yang terkenal karena perannya dalam pembantaian Sabra dan Shatila tahun 1982 terhadap warga Palestina di Lebanon, secara luas disebut sebagai pemicu Intifada Kedua.
Kantor perdana menteri sejak itu mengatakan bahwa status quo di lokasi tersebut tidak dan tidak akan berubah.
Selain kontroversi mengenai kompleks Al-Aqsa, Ben-Gvir juga menerima kritik karena berupaya meningkatkan statusnya di kabinet Israel yang akan memungkinkannya membuat keputusan mengenai pengelolaan perang Israel di Gaza.
Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengatakan bahwa Ben-Gvir "berusaha untuk mengobarkan Timur Tengah" dalam sebuah posting di X, seraya menambahkan bahwa ia "menentang segala negosiasi untuk memasukkannya ke dalam kabinet perang - hal itu akan memungkinkannya untuk melaksanakan rencananya."
Ben-Gvir tengah merundingkan kemungkinan masuk ke forum semacam kabinet perang sebagai imbalan atas diizinkannya sebuah rancangan undang-undang untuk disahkan di parlemen yang akan memindahkan penunjukan rabi komunal dari otoritas lokal ke menteri urusan agama.
Menyusul komentarnya, Ben-Gvir melabeli Gallant dan Ayre Deri, pemimpin Partai Shas ultra-Ortodoks yang menghalangi keterlibatannya sebagai "sayap kiri" dan "berusaha keras mencapai kesepakatan yang gegabah dan mengakhiri perang."
Perang Israel di Gaza , yang telah menyaksikan Ben-Gvir secara terbuka menyerukan "emigrasi sukarela" warga Palestina dari Gaza dan menganjurkan pemukiman kembali Israel di daerah kantong itu, telah menewaskan 39.145 warga Palestina dan menyebabkan lebih dari 90.000 orang terluka.
SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR, THE NEW ARAB