TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Medio Mei 1999, di Distrik Kargil, Kashmir, terjadi perang antara militer Pakistan dan India.
Penyebab perang ini adalah masuknya pasukan Pakistan dan militan Kashmir ke wilayah India pada Line of Control, yang merupakan perbatasan de facto antara kedua negara.
Bagi India, Perang Kargil merupakan puncak bersejarah bagi Angkatan Udara mereka (IAF).
IAF memainkan peran penting dalam menimbulkan kekalahan bagi Pakistan yang kemudian berujung pada kudeta militer ketiga dalam 50 tahun di negeri itu.
Namun, setelah konflik usai, sejumlah kalangan mulai mencermati apa yang terjadi Kargil. Ada yang janggal dalam konflik ini.
Angkatan Udara Pakistan hampir tidak terlihat. Pervez Musharraf, Kepala Staf Angkatan Darat Pakistan ketika, dikatakan telah mencegah PAF terlibat.
Di sisi lain, peran AU India atau IAF dalam perang tersebut terdokumentasi dengan baik.
Pada tanggal 10 Mei 1999, India meluncurkan "Operasi Vijay" untuk mengusir penyusup Pakistan dari tanah India.
Namun, IAF baru diberi lampu hijau untuk menyerang posisi musuh pada tanggal 25 Mei 1999, 15 hari setelah serangan oleh Angkatan Darat India dimulai.
Meskipun terlambat masuk, IAF memainkan peran penting dalam menimbulkan kekalahan bagi Pakistan.
Selama konflik yang berlangsung lebih dari dua bulan, IAF melakukan sekitar 800 penerbangan pengawalan, 350 penerbangan pengintaian, dan 5.000 penerbangan serangan.
IAF terbukti menjadi mesin perang yang sangat adaptif dan fleksibel dalam perang tersebut.
Pada awalnya, helikopter Mig-21 dan Mig-23, serta helikopter Mi-17, Mi-25, dan Mi-35, tidak mampu menghancurkan posisi musuh yang bercokol dalam di Kargil atau mengalami kesulitan beroperasi pada ketinggian 16.000 kaki di atas permukaan laut.
Selain itu, sebuah pesawat tempur Mig-21 dan helikopter Mi-17 terkena rudal panggul Stinger milik musuh.