TRIBUNNEWS.COM – Israel dikabarkan akan menggelar operasi militer besar untuk melawan kelompok Hizbullah di Lebanon.
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Israel mengklaim Hizbullah masih mempunyai kesempatan terakhir untuk mencegah perang besar berkobar di Lebanon.
Hizbullah diminta Kemenhan Israel untuk menarik para pejuangnya dari Lebanon bagian selatan.
Permintaan itu disampaikan setelah lapangan sepak bola di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel dihantam roket.
Israel menuding Hizbullah berada di balik peristiwa itu. Namun, Hizbullah membantahnya.
Pada hari Minggu, (28/7/2024), jubir Kemenhan Israel Oren Marmorstein lewat media sosial X memperingatkan Hizbullah bahwa Israel akan membalasnya.
Menurut dia, satu-satunya cara dunia bisa menghentikan perang berskala besar yang juga akan menghancurkan Lebanon ialah memaksa Hizbullah menerapkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701.
Dikutip dari Russia Today, resolusi itu disahkan tahun 2006 dan bertujuan untuk mengakhiri perang besar antara Israel dan Hizbullah.
Tujuan lainnya ialah membuat zona penyangga netral atau buffer zone di antara Israel dan Lebanon.
Israel menarik munudr pasukannya dari Lebanon, tetapi Hizbullah sepenuhnya mematuhi resolusi itu.
Personel militer Hizbullah tetap berada di Lebanon selatan, tepatnya di dekat perbatasan Israel.
Baca juga: Brigade Al-Qassam Beri Motivasi Hizbullah Lebanon, Kirim Video saat Ledakkan Tank Israel
Hizbullah dan Israel kembali saling menyerang setelah perang Gaza meletus. Hizbullah menyebut serangannya ke Israel sebagai bentuk dukungan kepada Gaza yang diinvasi Israel.
Kelompok itu mengatakan hanyak akan berhenti menyerang jika invasi Israel ke Gaza dihentikan.
“Ini adalah menit terakhir untuk melakukannya secara diplomatik,” tambah Marmorstein.
Marmorstein juga meminta masyarakat dunia untuk menjatuhkan sanksi kepada Iran yang memiliki kaitan erat dengan Hizbullah.
Israel mengklaim sudah melancarkan serangan udara balasan yang menargetkan Hizbullah.
Serangan itu, kata Israel, terjadi jauh di dalam wilayah Lebanon dan di Lebanon selatan.
Kepala Staf IDF Letjen Herzi Halevi mengatakan pihaknya sedang bersiap menghadapi “tahap berikutnya dalam pertempuran di utara”.
Di sisi lain, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Nasser Kanaani memperingatkan Israel agar tidak melakukan “petualangan” apa pun di Lebanon.
“Tindakan bodoh apa pun yang dilakukan oleh rezim Zionis bisa memperluas ketidakstabilan, ketidakamanan, dan kobaran perang di kawasan ini,” ujar Kanaani.
Presiden Iran, Masoud Pezeshkian mengatakan serangan apa pun yang dilakukan Israel ke Lebanon akan memunculkan “konsekuensi besar bagi Israel.
Banyak pejabat PBB dan pemimpin Barat yang sudah mengimbau Israel dan Hizbullah agar menahan diri.
Baca juga: Tak Ada yang Tersisa, Hizbullah akan Habisi Tank Israel jika IDF Serbu Lebanon
Adapun Perdana Menteri Lebanon Abdallah Bou Habib berujar bahwa negaranya sudah meminta AS untuk mendorong Israel agar menghindari tindakan gegabah.
Sebaliknya, AS sudah meminta Lebanon untuk mendesak Hizbullah agar tidak melakukan hal serupa.
Reuters mengabarkan AS kini memimpin upaya diplomatik untuk mencegah Israel menyerang ibu kota Lebanon atau infrastruktur sipil penting di sana.
Pada hari Senin, Israel meluncurkan pesawat nirawak ke Lebanon selatan dan menewaskan dua pejuang Hizbullah dan tiga orang lainnya.
Sementara itu, militer Israel mengatakan sistem pertahanan udaranya menembak jatuh pesawat nirawak dari Lebanon ke Galilea Barat pada hari yang sama.
Serangan terbatas
Kabinet keamanan Israel sudah mengizinkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel untuk menentukan kapan dan seperti apa serangan Israel terhadap Hizbullah.
Dengan mengutip pernyataan pejabat, media Israel bernama Yedioth Ahronoh melaporkan bahwa serangan itu akan “terbatas, tetapi signifikan”.
Dilaporkan bahwa pilihat target serangan itu termasuk jembatan, pembangkit listrik, pelabuhan, gudang senjata, hingga panglima Hizbullah.
Sudah pernah kalah lawan Hizbullah
Israel sudah pernah terlibat dalam perang besar melawan Hizbullah tahun 2006 lalu.
Kala itu Israel dipimpin oleh Perdana Menteri Ehud Olmert, sedangkan Hizbullah dipimpin oleh Hassan Nasrallah.
Dikutip dari laman IEMED, banyak pengamat di AS, Eropa, dan Timur Tengah yang menganggap perang itu dimenangkan oleh Hizbullah.
Nasrallah yang memimpin Hizbullah dianggap pahlawan di dunia Arab lantaran melawan musuh paling potensial di Timur Tengah selama lebih dari sebulan.
Perang juga disebut telah membuktikan bahwa Iran sukses mempertahankan pengaruhnya di Lebanon dan Irak.
Adapun saat ini Hizbullah makin kuat dan dilaporkan memiliki lebih banyak senjata.
Pakar memperkirakan kelompok itu memiliki lebih dari 100.000 roket yang bisa digunakan untuk menyerang seluruh wilayah di Israel.
Sebagian besar roket itu bukan roket dengan sistem pemandu (guided).
Namun, Nasrallah mengeklaim pihaknya berhasil memasang sistem pemandu pada roket itu dan mengubahnya menjadi senjata yang akurat.
Selain itu, Hizbullah juga memiliki roket yang mampu menghancurkan tank, kapal, dan pesawat perang.
Kebanyakan roket itu, termasuk Raad, Fajr, dan Zilzal, dibuat sendiri di dalam negeri. Hizbullah juga punya roket buatan Tiongkok dan Rusia.
Adapun dalam konflik belakangan ini drone atau pesawat nirawak menjadi makin penting bagi Hizbullah.
Kelompok itu merancang sendiri drone berjenis Ayoub dan Mersad yang digunakan untuk melakukan pengintaian dan membawa bom berukuran kecil.
Drone itu bisa digunakan untuk membuat sistem pertahanan udara Iron Dome milik Israel kewalahan.
Di samping itu, Hizbullah juga memilik banyak pejuang yang sudah terlatih karena pernah bertempur di Suriah.
(Tribunnews/Febri)