Ia menambahkan, dalam penegakan hukum, perintah atasan adalah hal yang terpenting. Perwira senior yang melakukan kepatuhan politik telah menempatkan anggota polisi biasa berhadapan langsung dengan masyarakat.
Aparat di berbagai tingkatan juga telah menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap politisasi polisi, sehingga menghalangi mereka untuk menegakkan hukum secara independen.
Sumber mengatakan bahwa setiap pemerintahan politik yang berkuasa telah menggunakan polisi secara politik. Politisasi tersebut meningkat setelah pemerintahan Liga Awami berkuasa pada tahun 2008.
Seorang petugas polisi yang enggan disebutkan namanya mengatakan, pelaku utama politisasi ini adalah DIG Pralay Kumar Jowardar.
Petugas angkatan ke-24 ini menjabat sebagai petugas protokol kepada Perdana Menteri Sheikh Hasina yang baru saja mengundurkan diri pada tahun 2009.
Pada tahun 2012 bertugas di kepolisian pusat Bangladesh. Karena posisinya sebagai petugas protokol Perdana Menteri, ia mempunyai pengaruh besar dalam kepolisian.
Promosi tidak akan terjadi tanpa persetujuannya. Dia secara selektif mempromosikan dan menunjuk perwira yang berafiliasi dengan sayap mahasiswa Liga Awami atau partai itu sendiri.
Seorang petugas angkatan 24 mengungkapkan kekesalannya dengan menyatakan bahwa ia telah digantikan untuk promosi sebanyak delapan kali.
Setiap kali Pralay Kumar Jowardar masuk daftar promosi selalu berhasil. Pada tahun 2016 misalnya, meski menduduki peringkat 134 dalam daftar, Pralay berhasil masuk ke dalam peringkat 25 besar dan mendapatkan promosi.
Pralay telah menjadi begitu berkuasa bahkan atasannya pun tunduk kepadanya. Petugas polisi lainnya mengatakan, secara total, 10 hingga 15 petugas aktif menjalankan agenda politik dalam penegakan hukum. Banyak orang lain akan menghormati dan bersekutu dengan mereka untuk mendapatkan postingan yang menguntungkan. Sekarang, semua orang menanggung akibatnya atas tindakan 10-15 petugas ini. (Dhaka Tribune)