TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Antony Blinken pada hari Senin (19/8/2024) bahwa ia berkomitmen untuk meraih kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera.
Tetapi di saat yang sama, pejabat Israel mengatakan Netanyahu sebenarnya tidak memberi cukup ruang bagi negosiatornya untuk membuat kesepakatan.
Sebelumnya pada hari Minggu, tim negosiasi memberi update kepada Netanyahu, mengatakan bahwa jika Netanyahu memberi negosiator lebih banyak ruang gerak, kesepakatan mungkin saja terjadi.
Namun Netanyahu malah menolak untuk mengalah dan menegur mereka karena "menyerah," kata dua pejabat senior Israel kepada Axios.
Para negosiator, di antaranya direktur Mossad David Barnea, kepala Shin Bet Ronen Bar, dan Jenderal Nitzan Alon, mengeluh kepada Netanyahu.
Mereka mengatakan bahwa mereka sudah bernegosiasi selama berbulan-bulan dan kesepakatan berdasarkan keinginan Netanyahu saat ini tidak mungkin tercapai.
Tetapi Netanyahu berpendapat bahwa jika Israel bersikap tegas, Hamas nantinya juga akan menyerah.
Sebagai informasi, Hamas menolak proposal gencatan senjata terbaru AS, Minggu (18/8/2024).
Hamas menyalahkan posisi keras Netanyahu membuat kesepakatan sulit tercapai.
Di sisi lain, Gedung Putih mengklaim kemajuan signifikan telah dibuat selama pembicaraan di Doha minggu lalu.
Repons yang Berbeda Membuat Sejumlah Pihak Bingung
Kini, saat berkujung ke Israel pada hari Senin (19/8/2024), Blinken mengatakan bahwa Netanyahu telah menerima usulan AS dan sekarang menjadi kewajiban Hamas untuk mengikutinya.
Baca juga: Blinken Klaim Israel Terima Proposal Gencatan Senjata Baru, Hamas: Ini Bukan yang Kami Sepakati
Pernyataan Blinken itu membingungkan beberapa pejabat Israel.
Para pejabat Israel mengatakan kepada Axios bahwa sikap keras kepala Netanyahu sebenarnya membuat kesepakatan jauh lebih sulit dicapai.
Netanyahu mendukung usulan AS, yang memuat beberapa tuntutan terbarunya, karena tahu Hamas akan menolaknya, kata pejabat senior Israel kepada Axios.