TRIBUNNEWS.com - Pemimpin Oposisi Israel, Yair Lapid, menyerukan agar Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berhenti menyabotase negosiasi gencatan senjata di Jalur Gaza dan kesepakatan pertukaran sandera.
Ia mendesak Netanyahu untuk segera menyepakati negosiasi tersebut sebelum semua sandera Israel di Gaza tewas.
"Semua upaya Netanyahu untuk menyabotase negosiasi harus dihentikan. Segera selesaikan masalah ini, sebelum mereka (sandera) semuanya mati," kata Lapid, Selasa (20/8/2024), dikutip dari Anadolu Ajansi.
Pernyataan Lapid itu disampaikan setelah pasukan Israel menemukan enam jasad sandera Israel di sebuah terowongan di Khan Younis di Gaza selatan, Selasa pagi.
Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, melaporkan enam sandera itu diduga tewas akibat kebocoran gas di terowongan tersebut selama serangan Israel berlangsung.
Kematian para sandera itu dikaitkan dengan serangan militer Israel, kata harian itu, tanpa mengungkapkan sumber informasi tersebut.
Yedioth Ahronoth mengklaim insiden itu terjadi sekitar enam bulan lalu, selama serangan militer Israel Divisi ke-98 di Khan Younis.
Bukti yang dikumpulkan dari tempat kejadian pada Senin (19/8/2024) malam dan Selasa, mendukung penilaian awal ini, yang masih diselidiki, kata harian tersebut.
Laporan itu mengklaim tentara Israel tidak menargetkan terowongan secara langsung tempat para sandera disekap, melainkan menyerang target Hamas di dekatnya.
Serangan itu lantas mengakibatkan kebakaran dan pelepasan gas karbon dioksida yang mematikan di dalam terowongan.
Beberapa pejuang Hamas ditemukan tewas bersama para sandera Israel.
Baca juga: Eks Jenderal Israel: Kami Tak Siap Hadapi Rudal Iran dan Proksinya, Seluruh Negara Akan Hancur
Mereka bersenjatakan senapan Kalashnikov dan tidak menunjukkan tanda-tanda cedera, lanjut Yedioth Ahronoth.
Menanggapi pertanyaan, Juru Bicara Militer Israel, Daniel Hagari mengatakan, "Insiden tersebut masih dalam penyelidikan."
Penemuan enam jasad sandera memicu kemarahan besar di kalangan keluarga tahanan Israel.
Mereka menyalahkan Netanyahu atas kematian tersebut, dengan alasan negosiasi tepat waktu bisa mencegah jatuhnya korban jiwa.
Netanyahu Berupaya Menghalangi Tercapainya Negosiasi
Sementara itu, menurut sumber-sumber dari tim negosiasi Israel dalam pembicaraan gencatan senjata, menyebut Netanyahu berusaha menghalangai tercapainya negosiasi itu, lapor lembaga penyiaran publik Israel, KAN, Selasa.
Isu itu muncul setelah pertemuan terbaru Netanyahu dengan perwakilan keluarga sandera Israel, di mana ia mengaku tak yakin tentang kemungkinan tercapanya kesepakatan dengan Hamas.
"Pernyataan Netanyahu itu bertujuan menyabotase negosiasi," lapor KAN, mengutip sumber di tim negosiasi Israel.
KAN menambahkan, "Netanyahu menyadari kita sedang berada dalam masa kritis karena kita sedang berupaya mencari solusi untuk Koridor Philadelphoa dan Poros Netzarim, dan kami akan menyampaikan masalah ini sebelum pertemuan selanjutnya" dengan para mediator di Kairo, Mesir, yang tanggalnya belum ditetapkan.
"Netanyahu membuat pernyataan yang bertentangan dengan apa yang telah disepakati dengan para mediator," kata KAN lebih lanjut.
Baca juga: Penampakan Lokasi Ismail Haniyeh Dibunuh, Disebut Dilindungi Korps Garda Revolusi Iran
"Israel tidak akan, dalam kondisi apapun, meninggalkan Koridor Philadelphia dan Poros Netzarim meskipun ada tekanan besar untuk melakukannya," ujar Netanyahu sebelumnya dalam pernyataan yang dikutip oleh harian Israel, Maariv, selama pertemuan dengan keluarga sandera Israel yang ditawan di Gaza.
Pembicaraan gencatan senjata Gaza di Qatar berakhir pada Jumat (16/8/2024) lalu, dengan mengajukan "proposal yang mempersempit kesenjangan" antara Israel dan Hamas yang konsisten dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Presiden AS, Joe Biden, pada 31 Mei.
Pada Mei lalu, Biden mengatakan Israel mengajukan kesepakatan tiga fase yang akan mengakhiri permusuhan di Gaza dan menjamin pembebasan sandera yang ditawan di daerah kantong pantai tersebut.
Rencana tersebut meliputi gencatan senjata, pertukaran sandera-tahanan, dan pembangunan kembali Gaza.
Namun, pada Minggu (18/8/2024), Hamas menyebut Netanyahu menetapkan persyaratan baru dalam usulan gencatan senjata dan pertukaran sandera di Gaza yang diajukan selama perundingan Doha, Qatar.
"Usulan baru tersebut memenuhi persyaratan Netanyahu dan sejalan dengannya, khususnya penolakannya terhadap gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan dari Jalur Gaza, dan desakannya untuk melanjutkan pendudukan di Poros Netzarim (yang memisahkan utara dan selatan Jalur Gaza), penyeberangan Rafah, dan Koridor Philadelphia (di selatan)," kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
"Dia juga menetapkan persyaratan baru dalam berkas pertukaran sandera dan menarik kembali persyaratan lainnya, yang menghambat penyelesaian kesepakatan," imbuh Hamas.
Selama berbulan-bulan, AS, Qatar, dan Mesir telah berupaya mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata, serta mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.
Namun, upaya mediasi terhenti karena Netanyahu menolak memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan perang.
Israel terus melancarkan serangan brutal di Jalur Gaza menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Serangan Israel tersebut telah mengakibatkan lebih dari 40.170 kematian warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 92.740 cedera, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade Gaza yang terus berlanjut telah mengakibatkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah, sehingga sebagian besar wilayah hancur.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)