TRIBUNNEWS.COM - Para blogger militer Rusia panik setelah Pavel Durov, miliarder pendiri sekaligus CEO aplikasi perpesanan Telegram, ditangkap di bandara Paris pada Sabtu (24/8/2024) malam.
Dilaporkan Newsweek, ketika muncul berita tentang penangkapan Durov, para analis dan blogger militer meramaikan Telegram, membahas bagaimana masa depan konflik di Ukraina bila tanpa aplikasi tersebut.
Kehebohan ini menyoroti bahwa Telegram adalah sarana komunikasi penting yang digunakan oleh tentara Rusia.
Dilaporkan sebelumnya, Pavel Durov (39), yang berkewarganegaraan ganda Prancis dan Rusia, ditangkap sebagai bagian dari penyelidikan di mana Telegram diduga digunakan untuk penipuan, perdagangan narkoba, pencucian uang, dan pelanggaran lainnya, demikian dilaporkan media Prancis.
Telegram, yang diluncurkan pada 2013, mengeluarkan pernyataan pada Minggu malam yang mengatakan, Durov tidak menyembunyikan apapun dan perusahaan tersebut mematuhi semua hukum Uni Eropa.
"Tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa suatu platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut," kata Telegram dalam pernyataannya.
Menanggapi berita tersebut, jurnalis Rusia Alexander Sladkov mengatakan, militer Rusia melakukan setengah dari komunikasinya melalui aplikasi Telegram, dan mengatakan bahwa alternatif harus dibuat segera.
"Pavel Durov ditangkap. Serangan terhadap pemilik [Telegram] ini, yang menyimpan setengah dari komunikasi dalam [perang], sudah diperkirakan. Sekarang kita perlu segera membuat perpesanan militer Rusia," tulisnya.
"Yah, tidak mungkinkah untuk memikirkan ini sebelumnya?! Mengapa Grup Wagner memiliki perpesanan seperti itu, tetapi angkatan bersenjata Rusia kita yang hebat tidak!?!?" kata Sladkov, mengacu pada kelompok paramiliter Rusia yang dipimpin oleh mendiang Yevgeny Prigozhin.
"Dan tidak ada yang harus dihukum. Atau mungkin kita tidak perlu mencari yang bersalah? Hukuman Rusia adalah kecerobohan. Dan ini adalah mimpi buruk."
Blogger militer Rusia Alexei Sukonkin mengatakan penangkapan Durov menimbulkan sejumlah masalah yang perlu segera ditangani.
Baca juga: Juli Vavilova, Wanita Misterius yang Diduga Ditangkap Bersama CEO Telegram Pavel Durov
"Karena: Telegram saat ini menjadi basis komunikasi militer," tulisnya.
"Sejak saat ini, semua ini terancam. Bukankah ini tragedi utama bulan Agustus?"
Saluran Telegram Rusia "Rybar", yang didirikan oleh Mikhail Zvinchuk, mantan pegawai Kementerian Pertahanan Rusia, juga menyatakan bahwa Telegram kini telah menjadi sarana utama untuk mengendalikan unit di zona perang Ukraina.
"Akan sangat menyedihkan dan sekaligus lucu jika pemicu perubahan pendekatan komunikasi dan kontrol di angkatan bersenjata [Rusia] adalah penangkapan Pavel Durov," kata saluran tersebut.
"Dan bukan masalah militer semata yang telah terakumulasi selama dua tahun, yang entah mengapa departemen terkait lebih suka menutup mata."
Sementara itu, surat kabar Rusia yang terbit hari Senin (26/8/2024) juga berfokus pada masa depan Telegram, dengan memuat artikel yang menanyakan: "Jika Telegram mogok, bagaimana tentara kita akan bertempur?"
Ada pula sebuah kecurigaan bahwa Telegram mungkin menjadi alat NATO.
Respons Kremlin
Sekretaris pers Kremlin Dmitry Peskov menolak mengomentari masalah tersebut selama jumpa pers pada hari Senin, kantor berita pemerintah Tass melaporkan.
"Kami belum tahu apa sebenarnya yang dituduhkan kepada Durov. Kami belum mendengar pernyataan resmi apa pun tentang masalah ini," kata Peskov.
"Tanpa ini, akan salah jika membuat pernyataan."
Bos Telegram masih berada dalam tahanan polisi Prancis, kata kantor kejaksaan
Sementara itu, dalam perkembangan terbaru, Bos Telegram Pavel Durov akan tetap berada dalam tahanan polisi hingga 48 jam lagi, kata jaksa Paris pada hari Selasa, diansir Reuters.
Masa penahahan Durov diputuskan untuk diperpanjang pada Senin malam.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)