News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Populer Internasional: Negara Tetangga Italia OTW Akui Palestina, Buku Netanyahu Bak Skenario Agresi

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersama para tentara Israel. Kabar populer di kanal internasional Tribunnews telah terangkum dalam sehari terakhir, mulai negara tetangga Italia ptw akui Palestina hingga buku Netanyahu seperti skenario agresi militer

TRIBUNNEWS.COM - Kabar populer di kanal internasional Tribunnews telah terangkum dalam sehari terakhir.

Topik konflik Timur Tengah masih menjadi topik paling banyak diminati pembaca.

Mulai dari satu lagi negara yang segera menyatakan pengakuan terhadap Palestina.

Negara tersebut merupakan negara terkecil di dunia dan terdapat di Eropa.

Kepala Staf Tentara Israel (IDF), Herzi Halevi dan kepala Badan Intelijen Israel, Mossad, David Barnea, menyatakan keberatan mereka sebelum melakukan pemungutan suara mengenai apakah tentara IDF akan tetap berada di poros Philadelphia.

Surat kabar tersebut mengutip sumber yang mengatakan, "Halevi memperingatkan pada pertemuan tingkat menteri bahwa keputusan tersebut akan memperburuk kesulitan mengingat situasi kompleks dari kesepakatan pertukaran sandera.”

Kepala Rabi Prancis Haim Korsia telah memicu kontroversi besar setelah mendesak Israel untuk "menyelesaikan pekerjaan" di Gaza selama wawancara baru-baru ini di BFM TV.

Pernyataan Rabi tersebut, yang disampaikan dalam segmen berdurasi empat menit, telah menuai kritik luas karena dukungan eksplisitnya terhadap tindakan militer Israel terhadap Hamas.

Hingga berita agresi besar-besaran Israel di Tepi Barat mirip dengan buku visi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang ditulis dalam “A Place Under the Sun.”

Berikut rangkuman berita populer di kanal internasonal  Tribunnews dalam sehari terakhir:

1. Satu Lagi Negara Eropa Bergerak Mengakui Palestina

Baca juga: Komandan Senior Hamas Wassem Hazem Tewas di Tepi Barat, Kenapa Jenin Jadi Pusat Penyerangan Israel?

Setelah Spanyol, Irlandia, dan Norwegia secara resmi mengakui negara Palestina pada akhir Mei lalu, satu lagi negara Eropa yang menyatakan segera mengakui Negara Palestina yang ditentang Israel.

Negara Eropa tersebut adalah San Marino, sebuah negara terkecil di dunia yang di kelilingi oleh Italia.

Sebagai langkah penting menuju pengakuan Negara Palestina, Menteri Luar Negeri Republik San Marino, Luca Beccari, menegaskan negaranya akan mencabut perwakilan diplomatik Palestina.

Pernyataan Beccari itu disampaikan saat pertemuan bilateral yang digelar Kamis (29/8/2024) dengan Duta Besar Negara Palestina untuk Italia, Abeer Odeh, di Piggy Palace, markas besar Kementerian Luar Negeri San Marino.

"Dalam pertemuan tersebut, Beccari menyinggung keputusan Parlemen San Marino yang mengadopsi perwakilan diplomatik Palestina, yang menegaskan keberadaan perwakilan Negara Palestina di Republik San Marino, menjelaskan akan dipromosikan menjadi perwakilan diplomatik, sebagaimana sebuah langkah penting menuju pengakuan Negara Palestina," menurut apa yang dilaporkan Kantor Berita Palestina (Wafa) dilansir Khaberni, Jumat (30/8/2024) .

Dia menjelaskan kalau parlemen negaranya menekankan dalam resolusinya perlunya dukungan berkelanjutan dalam lingkup PBB untuk mengakui Negara Palestina sebagai negara anggota penuh di Majelis Umum.

DIa juga menekankan perlunya menghentikan perang genosida melawan genosida rakyat Palestina di Jalur Gaza dan terus menekan untuk mengaktifkan koridor kemanusiaan.

"Beccari juga memberi penjelasan kepada Duta Besar Odeh tentang posisi bersejarah yang diambil Republik San Marino dalam koridor Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan memberikan suara mendukung hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri," kata laporan tersebut.

Bekkari menekankan pentingnya pertemuan dengan Dubes Odeh yang merupakan langkah awal dimulainya hubungan diplomatik kedua negara sahabat, seraya menegaskan bahwa terjalinnya hubungan diplomatik dapat mendahului pengakuan Negara Palestina yang akan berlangsung sesuai dengan jalur beberapa langkah cepat.

Ia menambahkan, “Ada keinginan kuat untuk mengakui Negara Palestina tidak hanya oleh Parlemen, tapi juga oleh pemerintah.”

SELANJUTNYA>>>

2. Keberatan Prajurit IDF Tetap Bertahan di Koridor Philadelphia

Surat kabar Ibrani, Maariv Jumat (30/8/2024) melaporkan kalau Kepala Staf Tentara Israel (IDF), Herzi Halevi dan kepala Badan Intelijen Israel, Mossad, David Barnea, menyatakan keberatan mereka sebelum melakukan pemungutan suara mengenai apakah tentara IDF akan tetap berada di poros Philadelphia.

Surat kabar tersebut mengutip sumber yang mengatakan, "Halevi memperingatkan pada pertemuan tingkat menteri bahwa keputusan tersebut akan memperburuk kesulitan mengingat situasi kompleks dari kesepakatan pertukaran sandera.”

Laporan tersebut menunjukkan kalau pimpinan Mossad abstain dalam pemungutan suara yang ditujukan untuk memutuskan apakah IDF tetap berada di poros Philadelphia.

"Pimpinan Mossad mengatakan bahwa hal tersebut (bertahan di Poros Philadelphia) tidak diperlukan pada saat ini," tulis laporan tersebut dikutip Khaberni.

Laporan juga menambahkan kalau pimpinan Mossad menekankan bahwa fokus negosiasi bukan pada poros Philadelphia, tetapi pada daftar sandera dan tahanan.

Seperti diketahui, negosiasi pertukaran sandera antara Hamas dan Israel yang saat ini berlangsung, terancam kembali deadlock.

Satu di antara penyebabnya adalah Hamas bersikukuh kalau Israel harus menarik diri sepenuhnya dari Koridor Philadelphia, sebuah tuntutan yang bagi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu adalah hal super-sulit dan bersikeras dan memaksa kalau Tentara IDF harus tetap mempertahankan keberadaannya di sana untuk mengendali secara penuh.

SELANJUTNYA>>>

3. Kepala Rabi Prancis Picu Kemarahan

Kepala Rabi Prancis Haim Korsia telah memicu kontroversi besar setelah mendesak Israel untuk "menyelesaikan pekerjaan" di Gaza selama wawancara baru-baru ini di BFM TV.

Pernyataan Rabi tersebut, yang disampaikan dalam segmen berdurasi empat menit, telah menuai kritik luas karena dukungan eksplisitnya terhadap tindakan militer Israel terhadap Hamas.

Korsia, 60 tahun, menegaskan bahwa respons militer Israel diperlukan untuk melindungi warga negaranya, dan membingkai konflik tersebut sebagai “tindakan perang” yang diperlukan.

Ia berkata: “Semua orang akan sangat senang jika Israel menyelesaikan tugasnya dan kita akhirnya dapat membangun perdamaian di Timur Tengah tanpa orang-orang yang, secara permanen, hanya menginginkan satu hal — penghancuran Israel.”

Rabi tersebut membela tindakan Israel, menepis kekhawatiran mengenai korban sipil di Gaza dan mengklaim bahwa Hamas adalah pihak yang bertanggung jawab atas konflik yang sedang berlangsung.

Ketika ditanya apakah ia merasa tidak nyaman dengan kebijakan Netanyahu di Gaza, sang rabi menjawab: "Saya sama sekali tidak punya alasan untuk malu dengan apa yang dilakukan Israel dalam cara mereka berperang. Saya tidak pernah merasa tidak nyaman dengan kebijakan yang membela warga negaranya."

Pertukaran pendapat yang menegangkan berlanjut ketika sang rabi ditanya apakah ia mengutuk pembantaian di Gaza sebagaimana ia mengutuk kematian warga Israel pada 7 Oktober, dan ia menjawab: “Keduanya tidak sejenis.”

Pernyataan tersebut telah memicu kemarahan di seluruh Prancis, dengan Anggota Parlemen Aymeric Caron menuduh Korsia “mempertahankan kejahatan perang,”

Tuduhan serius menurut hukum Prancis yang dapat mengakibatkan denda hingga €40.000 ($44.463) atau hukuman penjara hingga lima tahun.

"Berdasarkan Pasal 40 KUHP, saya telah menghubungi kepala jaksa Paris untuk melaporkan komentar kepala Rabi Prancis yang secara terbuka membela kejahatan perang di Gaza," tulis Caron di X pada hari Selasa.

Jaksa Prancis saat ini sedang meninjau bukti, termasuk rekaman video dari wawancara, sebelum memutuskan tindakan hukum apa pun.

SELANJUTNYA>>>

4. Agresi Besar-besaran Israel Persis Buku Netanyahu

Pakar militer dan ahli strategi asal Yordania, Mayor Jenderal Fayez Al-Duwairi mengatakan kalau operasi militer besar-besaran yang dilakukan tentara Israel di Tepi Barat merupakan terjemahan dari visi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang ditulis dalam bukunya “A Place Under the Sun.”

Dalam bukunya ini, menurut Netanyahu, “negara Yahudi murni” harus berada di wilayah Palestina mulai dari Sungai Yordan hingga Laut Mediterania.

Dalam buku itu, Netanyahu menyebut kalau minoritas Palestina yang tersisa di wilayah ini harus menerima hidup di bawah kedaulatan Israel atau pindah ke tempat lain, seperti diulas Khaberni, Jumat (30/8/2024).

 Al-Duwairi menilai operasi tersebut juga merupakan terjemahan literal dari apa yang diusulkan Komandan Distrik Militer Pusat tentara Israel, Avi Plaut, beberapa pekan lalu.

Saat itu, Plaut menyerukan manuver operasional di wilayah utara Tepi Barat, serupa dengan yang terjadi di Jalur Gaza.

Namun pakar militer tersebut menunjukkan perbedaan kondisi di antara kedua wilayah tersebut, karena Gaza tidak mengalami kehadiran pendudukan Israel selama lebih dari dua dekade.

"Dan hal ini memungkinkan wilayah tersebut (Gaza) membangun basis perlawanan yang kuat," katanya.

SELANJUTNYA>>>

5. Adu Strategi Moskow-Kiev

Militer Ukraina akhirnya mengakui bahwa operasi Kursk gagal membuat Rusia mengalihkan militer Rusia dari Donbass.

Rusia terus melakukan serangan masif di timur Ukraina hingga menguasai sekitar 30 persen wilayah negeri tersebut.

Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, Oleksandr Syrsky mengakui strategi Kursk gagal melemahkan pasukan Rusia di poros Pokrovsk.

Pokrovsk adalah kota yang menjadi benteng pertahanan strategis Ukraina di sebelah barat Donbass.

Artinya jika poros ini direbut oleh pasukan Vladimir Putin, maka Rusia akan semakin mudah mengambil alih Donbass.

Baca juga: Butuh tenaga kerja terbaik untuk bisnismu? Cari di sini!

"Tentu saja, musuh memahami hal ini, jadi mereka terus memusatkan upaya utamanya ke arah Pokrovsky, tempat unit-unitnya yang paling siap tempur terkonsentrasi," kata Syrsky dikutip dari Strana, Kamis (29/8/2024).

Ia mengatakan, bahwa Rusia makin bernafsu dan mengonsentrasikan puluhan ribu pasukannya mengepung kota itu.

Sebanyak 30 ribu personel telah mengarah ke Pokrovsk dari selatan. Pasukan tersebut terdiri anggota yang telah ada sebelumnya yang ditambah lagi sebanyak 10.000 personel.

SELANJUTNYA>>>

(Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini