News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Paus Fransiskus akan ke Timor Leste, imigrasi prediksi 1.000 WNI lintasi perbatasan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Paus Fransiskus akan ke Timor Leste, imigrasi prediksi 1.000 WNI lintasi perbatasan

Paus Fransiskus mengakhiri kunjungan di Indonesia pada Jumat (06/09), untuk kemudian melanjutkan lawatan ke Papua Nugini pada 6-9 September dan ke Timor Leste pada 9-11 September.

Kantor Imigrasi Atambua di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, memprediksi 1.000 umat Katolik dari Indonesia akan melintasi Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Mota Ain menuju Timor Leste mulai Sabtu (07/09) hingga Minggu (08/09).

"Kami prediksi jumlah pelintas yang menghadiri Misa Suci Paus Fransiskus di Timor Leste mencapai 1.000 orang," kata Kepala Kantor Imigrasi Atambua, Indra Maulana Dimyati, sebagaimana dikutip kantor berita Antara, Jumat (06/09).

Saat ini, kata dia, di PLBN Mota Ain hanya ada pelintas biasa. Namun, Indra memperkirakan pada hari Sabtu (07/09) dan Minggu (08/09) akan menjadi puncak kedatangan umat Katolik dari Indonesia ke Timor Leste.

Guna mengantisipasi terjadinya penumpukan antrean peziarah yang akan ke Timor Leste, Imigrasi Atambua menyiagakan kurang lebih 80 personel.

Pada Kamis (05/09), puluhan ribu umat Katolik mengikuti Misa Akbar yang dipimpin oleh Paus Fransiskus di Stadion Gelora Bung Karno (GBK).

Dalam khotbahnya, Paus Fransiskus mendorong bangsa Indonesia untuk menjadi pembangun persatuan dan perdamaian.

Banyak umat yang khusus datang ke Jakarta demi mengikuti misa, namun tidak sedikit yang gagal mendapatkan tiket untuk mengikuti misa dari dalam stadion.

Mereka yang tidak bisa duduk dalam tetap antusias mengikuti ibadah dari area Plaza Timur, yang masih berada di dalam kawasan GBK.

Di sini, mereka bisa mengikuti ibadah melalui siaran langsung yang ditayangkan melalui videotron.

Dalam khotbahnya, Paus Fransiskus berpesan kepada masyarakat Indonesia untuk terus membangun dan menjaga perdamaian.

"Saudara-saudariku, saya juga ingin mengatakan kepada kalian, kepada bangsa ini, kepada kepulauan yang indah dan beragam ini, janganlah lelah berlayar dan menebarkan jala, janganlah lelah bermimpi dan membangun kembali peradaban perdamaian! Beranilah selalu bermimpi tentang persaudaraan!” tutur Paus Fransiskus dalam pidatonya yang dialihbahasakan.

“Dipandu oleh firman Tuhan, saya mendorong Anda untuk menabur benih cinta, dengan percaya diri melangkah di jalan dialog, terus menunjukkan kebaikan dan kebaikan Anda dengan senyum khas Anda dan menjadi pembangun persatuan dan perdamaian. Dengan cara ini, Anda akan menyebarkan aroma harum harapan di sekitar Anda."

Salah satu umat yang datang menghadiri Misa Akbar adalah Reggie Belau, 40 tahun, yang mewakili Paroki St Misael Bilogai, Dekanat Moni Puncak, Kabupaten Intan Jaya, dan Keuskupan Timika.

Reggie menyebut sekitar 20 orang dari dekanatnya tiba di Jakarta demi berkesempatan bertemu Paus Fransiskus. Mereka, kata Reggie, berinisiatif untuk merogoh kocek sendiri demi mengarungi perjalanan meliputi pesawat perintis demi menuju Timika.

“Biayanya kurang lebih Rp20 juta per orang. Ada mama kandung juga kami antar. Sudah tua, umurnya 80 tahun,” ujar Reggie dengan nada riang kepada wartawan BBC News Indonesia, Hanna Azarya Samosir, di kompleks GBK pada Kamis (05/09).

Reggie menyebut kedatangan Paus Fransiskus patut disyukuri dan berharap kehadiran pemimpin umat Katolik itu dapat memberkati Indonesia, termasuk Papua.

“Harapan kami [...] khususnya Bapa Suci Paus bisa mendengarkan ungkapan hati masyarakat dan umat di Papua,” ujar Reggie yang mengaku sempat menyaksikan Paus Fransiskus di katedral Jakarta.

Reggie mengaku sempat mendengar soal adanya ritual Jalan Salib yang dilakoni sejumlah orang Papua pada Rabu (04/09). Reggie pun berharap Paus Fransiskus “bisa mengetahui semua yang terjadi di Papua” sehingga bisa “memberikan jalan yang terbaik” bagi orang-orang Papua agar dapat damai dan bersatu.

Selain Reggie, adalah pula Adelfina Agneta Bota yang datang dari Maumere, NTT.

Adelfina datang ke GBK bersama putranya; ibunya, Maria; dan kakaknya, Novi.

Adelfina tak menyangka bisa memberikan surat langsung ke Paus Fransiskus bahkan sebelum pemimpin tertinggi umat Katolik sampai di kompleks GBK. Paus juga memberikan rosario kepadanya.

“Puji Tuhan, tadi senang banget, bahagia banget. Saya dapat memberikan surat itu langsung ke tangan Bapa. Puji Tuhan dapat rosario,” ujar Adelfina kepada BBC News Indonesia pada Kamis (05/09).

Maria bercerita surat yang disampaikan ke Paus Fransiskus oleh cucunya itu berisikan doa perdamaian bagi dunia dan keluarga mereka. Dia bersyukur berkesempatan untuk mengikuti momen istimewa itu dengan mata kepalanya langsung.

“Saya seorang ibu yang sudah berusia 60 tahun bisa berjalan kaki melakukan ini,” ujar Maria.

Beberapa jam sebelumnya, Paus Fransiskus menghadiri acara dialog antar-agama di Masjid Istiqlal, Jakarta, dalam kunjungan hari ketiga di Indonesia pada Kamis (05/09). Paus berharap para pemimpin agama dapat memikul tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan.

Dalam pidatonya, Paus menyatakan kekagumannya terhadap toleransi beragama yang berlangsung di Indonesia dan bagaimana toleransi itu disimbolkan dalam Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Gereja Katedral dengan Istiqlal.

Paus berpesan supaya keragaman ini tidak dinodai dengan paksaan atas dogma satu sama lain dan berharap agar penghargaan terhadap keyakinan masing-masing tidak jatuh dalam fundamentalisme yang keras.

"Kadang-kadang kita berpikir bahwa perjumpaan antara agama-agama adalah soal mencari titik temu antara doktrin dan pengakuan agama yang berbeda dengan segala cara. Kenyataannya, pendekatan semacam itu bisa saja berakhir dengan memecah belah kita, karena doktrin dan dogma masing-masing pengalaman keagamaan berbeda," ujar Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal, Kamis (05/09).

Di sela dialog lintas agama, Paus Fransiskus dan Imam Besar Mesjid Istiqlal Nasarudin Ummar menandatangani dokumen Deklarasi Istiqlal untuk menandai komitmen kerukunan antar-umat beragama.

Melalui deklarasi yang diteken bersama, Jorge Mario Bergoglio—nama asli Paus—berharap para pemimpin agama dapat memikul tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan.

“Menghadapi berbagai krisis sosial dan konflik yang terjadi, nilai-nilai kebersamaan penting dimiliki oleh semua agama agar masyarakat dapat meruntuhkan budaya kekerasan dan ketidakpedulian serta meningkatkan rekonsiliasi dan perdamaian,” kata Paus Fransiskus.

Sebelum dialog lintas agama, Paus Fransiskus sempat mengunjungi Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal.

Paus menyebut bangunan sepanjang 33,8 meter ini melambangkan solidaritas dan persatuan umat beragama karena menjadi ruang perjumpaan serta dialog.

“Terowongan ini menunjukkan bahwa dua tempat ibadah tidak hanya berhadapan satu sama lain, tapi juga menghubungkan satu sama lain,” kata Paus Fransiskus, Kamis (05/09).

'Ketegangan timbul karena mereka yang berkuasa ingin memaksakan visi mereka'

Sehari sebelumnya, Paus Fransiskus menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada hari kedua lawatannya ke Indonesia, Rabu (04/09). Dalam pidatonya, pemimpin tertinggi umat Katolik itu membahas keragaman dan kerukunan di Indonesia.

Di sisi lain, dia menyoroti kemunculan konflik-konflik kekerasan yang disebabkan "kurangnya sikap saling menghargai, dan dari keinginan intoleran untuk memaksakan kepentingan sendiri, posisi sendiri dan narasi historis sepihak".

Menurut Paus Fransiskus, "ketegangan-ketegangan dengan unsur kekerasan timbul di dalam negara-negara karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu dengan memaksakan visi mereka bahkan dalam hal-hal yang seharusnya diserahkan kepada otonomi individu-individu atau kelompok- kelompok yang berkaitan."

Di samping itu, sambungnya, "terdapat juga kurangnya komitmen sejati yang berorientasi ke depan untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Akibatnya, sebagian besar umat manusia terpinggirkan, tanpa sarana untuk menjalani hidup yang bermartabat dan tanpa perlindungan dari ketimpangan sosial yang serius dan bertumbuh, yang memicu konflik-konflik yang parah."

Paus Fransiskus menekan bahwa "kerukunan dicapai ketika kita berkomitmen tidak hanya demi kepentingan-kepentingan dan visi kita sendiri, tapi demi kebaikan bersama".

Gereja Katolik, kata Paus Fransiskus ingin meningkatkan dialog antaragama "untuk memperkuat kerukunan yang damai dan berbuah yang menjamin perdamaian dan menyatukan upaya-upaya untuk menghapuskan ketimpangan dan penderitaan yang masih bertahan di beberapa wilayah negara"

Dengan cara itulah, menurut Paus, "prasangka dapat dihapus dan suasana saling menghargai dan saling percaya dapat bertumbuh."

"Hal ini sangatlah penting untuk menghadapi tantangan-tantangan bersama, termasuk tantangan untuk melawan ekstremisme dan intoleransi, yang melalui pembelokan agama, berupaya untuk memaksakan sudut pandang mereka dengan menggunakan tipu muslihat dan kekerasan."

Presiden Joko Widodo dalam pidatonya sempat menyebut soal Palestina.

"Indonesia mengapresiasi, sangat menghargai sikap Vatikan yang terus menyuarakan menyerukan perdamaian di Palestina dan mendukung two state solution. Karena perang tidak akan menguntungkan siapapun, perang hanya akan membawa penderitaan dan kesengsaraan masyarakat kecil."

"Oleh sebab itu marilah kita rayakan perbedaan yang kita miliki, marilah kita saling menerima dan memperkuat toleransi untuk mewujudkan perdamaian untuk mewujudkan dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia," ujar Jokowi.

Di luar Istana Negara dan Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta Pusat, warga berkumpul untuk melihat Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Sedunia, Paus Fransiskus, Rabu (04/09) pagi.

Warga sudah mulai berdatangan ke dua area itu sejak 08.00 WIB dengan menggenggam telepon seluler untuk mengabadikan sosok Paus Fransiskus.

Beberapa warga bahkan mengaku sengaja datang dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk menyaksikan sosok Paus Fransiskus. Mereka menangis dan bersorak ketika melihat Paus Fransiskus melambaikan tangan dari dalam mobil putih.

Salah seorang warga bernama Mateus Rusdi Ardiyanto (45) asal Bogor, mengaku bersyukur Paus Fransiskus akhirnya tiba di Indonesia.

Mateus datang ke depan Kedubes Vatikan bersama sang istri sejak pukul 07.30 WIB.

Dia berharap, kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia ini menguatkan toleransi dan keberagaman.

"Semoga Indonesia lebih baik lagi, dunia lebih damai," kata Mateus sebagaimana dikutip kantor berita Antara.

Paus Fransiskus memulai kunjungannya ke Indonesia pada Selasa (03/09).

Profesor studi Katolik dari Case Western Reserve University, Jonathan Tan, mengatakan bahwa Paus Fransiskus ingin membangun relasi dengan negara-negara mayoritas Muslim untuk meredam ketegangan antara Islam dan Kristen.

“Saya rasa karena sejak lama, ada ketegangan, kesalahpahaman sepanjang sejarahnya. Saya rasa Paus ingin membuka jalan hubungan yang baru, yang tidak defensif,” ucap Jonathan kepada BBC News Indonesia.

Uskup Agung Jakarta, Ignatius Suharyo, mengatakan bahwa Paus Fransiskus juga secara spesifik ingin mempelajari Islam di Indonesia yang berbeda dari Timur Tengah.

Jonathan menganggap Paus Fransiskus memang sangat fokus melakukan pendekatan terhadap penduduk Muslim karena banyak konflik di dunia pecah akibat ketegangan antara Islam dan Kristen.

Ignatius dan Jonathan melontarkan pernyataan ini untuk menjawab pertanyaan mengenai alasan Paus Fransiskus memilih Indonesia sebagai titik pertama dalam rangkaian tur terpanjangnya selama ia menjadi pemimpin umat Katolik sedunia.

Apa saja agenda Paus Fransiskus?

Setelah tiba di Jakarta menggunakan pesawat komersil ITA Airways, Paus Fransiskus diagendakan bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada Rabu, 4 September.

Pada hari itu, Paus Fransiskus juga dijadwalkan bertemu dengan perwakilan gereja serta komunitas umat Katolik lainnya.

Pada 5 September, ia akan ikut serta dalam dialog antaragama di Masjid Istiqlal, Jakarta. Pada sore harinya, ia bakal memimpin misa akbar di Stadion Gelora Bung Karno yang bakal dihadiri 80.000 orang.

Selama kunjungannya ke Jakarta pada 3-6 September 2024, Paus Fransiskus dikabarkan tak akan menginap di hotel.

"Beliau memilih tinggal di Kedubes Vatikan di Indonesia. Yang di hotel rombongannya," ujar Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo, kepada Kompas.com.

Paus Fransiskus juga disebut enggan menggunakan mobil mewah selama kunjungannya di Indonesia,

"Benar beliau memilih mobil yang banyak digunakan oleh masyarakat di sini, Toyota Innova," kata Suharyo.

Usai agenda di Indonesia rampung, Paus Fransiskus akan bertolak ke Papua Nugini, Timor Leste, dan mengakhiri tur panjangnya ini di Singapura pada 13 September.

Dari keempat negara itu, sebenarnya Papua Nugini dan Timor Leste yang memiliki mayoritas penduduk Kristen/Katolik, sementara kebanyakan warga Singapura beragama Buddha.

Lantas, mengapa Paus Fransiskus justru ingin mengawali tur ini di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia?

Jonathan Tan mengatakan bahwa Indonesia merupakan bagian penting dari upaya Paus Fransiskus untuk memecah ketegangan antara Kekristenan dan Islam.

“Saya rasa karena sejak lama, ada ketegangan, kesalahpahaman sepanjang sejarahnya. Saya rasa Paus ingin membuka jalan hubungan yang baru, yang tidak defensif,” ucap Jonathan kepada BBC News Indonesia.

Jonathan membeberkan bahwa ketertarikan Paus Fransiskus untuk membangun hubungan baik dengan negara mayoritas Muslim ini sebenarnya sudah terlihat dari rangkaian agenda yang disusun Vatikan sebelumnya.

Berdasarkan rencana awal, Paus Fransiskus seharusnya berkunjung ke Indonesia pada 2020, setahun setelah ia menjadi pemimpin Vatikan pertama yang menginjakkan kaki di Semenanjung Arab pada 2019.

“Pada 2019, Paus ke Uni Emirat Arab dan saya rasa sorotan utama dalam kunjungan itu menunjukkan ketertarikan Paus dalam membangun dialog Muslim-Kristen, hubungan yang lebih baik antara Muslim-Kristen,” katanya kepada BBC News Indonesia.

“Jadi secara logika, jika tidak ada pandemi Covid-19, fase kedua dari upaya itu adalah mendatangi negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, yaitu Indonesia.”

Mengapa Indonesia?

Jonathan menilai Paus Fransiskus sengaja memilih Indonesia bukan hanya karena statusnya sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

“Indonesia tak hanya merupakan negara populasi Muslim terbesar dunia, tapi juga ada keunikan situasi hidup di Indonesia, seperti prinsip Pancasila, di mana Muslim tidak seperti di Arab Saudi atau di Timur Tengah,” katanya.

“Di sana [Timur Tengah], kehadiran dan kepemimpinan Islam sangat kuat dan dominan. Di Indonesia, [Islam dan Kristen] hidup berdampingan dalam harmoni.”

Senada, Ignatius Suharyo juga mengatakan bahwa Paus Fransiskus memang spesifik ingin mempelajari Islam di Indonesia.

“Secara khusus, Vatikan ingin belajar banyak mengenai Islam di Indonesia karena Islam di Indonesia itu berbeda dibandingkan misalnya dengan yang di Pakistan atau yang di Timur Tengah,” ujar Ignatius dalam jumpa pers pekan lalu.

Ignatius memaparkan bahwa karakteristik Islam di Indonesia sudah dapat dilihat dari sejak negara berdiri, tepatnya ketika sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) digelar pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan.

Kala itu, PPKI menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai dasar negara. Dalam rancangan awal, pembukaan UUD itu seharusnya memuat Piagam Jakarta, yang merupakan cikal bakal Pancasila.

Poin pertama Piagam Jakarta itu berbunyi Ketuhanan dengan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya.”

“Bung Hatta berdiskusi dengan tokoh-tokoh pada waktu itu sepakat untuk menghapuskan ketujuh kata Piagam Jakarta itu, sehingga negara Indonesia tidak menjadi negara agama, tetapi menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Ignatius.

“Yang paling dominan pada waktu itu pasti saudara-saudara kita yang beragama Islam, tetapi dengan hati yang begitu luas ingin membangun suatu negara kesatuan.”

Menurut Ignatius, Paus Fransiskus dan Vatikan sangat mengagumi dasar negara Indonesia, terutama Pancasila, yang memperlihatkan kerukunan.

“Sangat jelas bahwa Vatikan ingin belajar mengenai kerukunan hidup antarumat beragama. Mereka sangat berminat. Oleh karena itu, kalau ada peristiwa-peristiwa besar, dialog, selalu tokoh-tokoh Islam Indonesia diundang ke sana. Selalu,” tuturnya.

Kebebasan beragama di Indonesia: ‘Ada masalah, tapi wajar’

Meski demikian, Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan mencatat bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia pada 2023 “tidak mengalami perubahan besar”.

Berdasarkan catatan koalisi itu, sepanjang tahun lalu masih ada kasus penolakan pembangunan rumah ibadah, terjadi tren peningkatan laporan penodaan agama berdasarkan video viral, dan diskriminasi penganut kepercayaan.

Koalisi itu memang menyebut pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan ini memang “tidak banyak”. Namun, mereka menganggap persoalan ini “menambah utang masalah” yang harus diselesaikan pemerintah.

Ignatius dan Jonathan tak memungkiri bahwa memang ada masalah kebebasan beragama di Indonesia, tapi masih dalam batasan wajar.

“Negara sebesar ini, dengan penduduk sebanyak ini, bahwa ada muncul masalah-masalah kecil, bagi saya itu wajar, apalagi dengan latar belakang yang begitu berbeda-beda, dengan kesadaran budaya yang berbeda-beda,” ucap Ignatius.

“Saya merasa bahwa ada soal, tetapi dibandingkan dengan keseluruhan kompleksitas bangsa Indonesia, itu relatif normal. Tidak ada negara yang tanpa masalah, termasuk di dalam hal agama.”

Jonathan juga menganggap Paus Fransiskus pasti mengetahui situasi ini. Namun menurutnya, pemimpin umat Katolik sedunia itu akan menggunakan pendekatan yang halus untuk menanggapinya.

Ia kemudian mengambil contoh Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan yang diteken Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al Azhar, Ahmed Al-Tayeb, saat lawatan ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada 2019.

“Paus ingin mempromosikan hubungan yang lebih baik, lebih positif, lebih sehat. Itulah alasan dokumen di Abu Dhabi juga diberi tajuk perdamaian dunia dan ‘hidup berdampingan’ di situ,” katanya.

Profesor di Pusat Studi Keagamaan dan Konflik di Arizona State University, Peter Suwarno, juga menganggap Paus Fransiskus tidak akan melakukan konfrontasi langsung.

“Kalau dilihat juga waktu ke Uni Emirat Arab, dia menandatangani deklarasi yang salah satunya adalah hidup berdampingan,” tutur Peter.

“Mungkin dia memang sangat halus menyampaikan pesan bahwa ayo kita hidup berdampingan, sehingga itu menyentuh ke banyak aspek, yang salah satunya mungkin juga intoleransi yang ada di negara.”

Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Antonius Subianto Bunjamin, mengatakan bahwa dalam lawatan ke Indonesia, Paus Fransiskus juga rencananya akan meneken deklarasi serupa bersama Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar.

“Judulnya Deklarasi Bersama Istiqlal 2024, Meneguhkan Kerukunan Umat Beragama untuk Kemanusiaan. Isinya tidak akan saya bacakan. Masih rahasia,” ujar Antonius dalam jumpa pers pekan lalu.

“Sudah lengkap itu judulnya saja. Jadi poinnya tadi dua, dehumanisasi dan lingkungan, lalu dari sana ada empat yang diungkapkan dalam deklarasi itu. Pendek deklarasinya.”

Dengan kedatangan Paus ini, Antonius berharap Indonesia “bisa menjadi agen di Asia Tenggara atau Asia Pasifik untuk persaudaraan kemanusiaan.”

Bagaimana respons dua ormas Islam terbesar Indonesia?

Dalam pernyataan pers Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang ditandatangani Ketua Umum Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu’ti, pada Selasa (03/09), organisasi tersebut “menyambut baik kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia”.

PP Muhammadiyah menyoroti lawatan Paus yang menggunakan pesawat komersial dan tidak menginap di hotel berbintang. “Hal ini menunjukkan keteladanan yang dapat menjadi inspirasi penting bagi para pemimpin bangsa di tingkat nasional dan ranah global”.

Dalam konteks hubungan antarumat beragama, khususnya hubungan Islam dan Katolik, kunjungan Paus Fransiskus disebut “menunjukkan arti penting Indonesia dan komitmen Paus Fransiskus dalam membangun dan memperkuat hubungan Katolik dan dunia Islam.”

“Rencana pertemuan Paus Fransiskus dengan kelompok-kelompok agama menunjukkan keterbukaan dalam dialog dan kerja sama antar iman serta memperkenalkan Indonesia kepada dunia sebagai negara yang memiliki kemajemukan serta kerukunan agama dan budaya,” sebut pernyataan pers PP Muhammadiyah.

Pemerintah Indonesia, tulis PP Muhammadiyah, dapat menjadikan pertemuan dengan Paus Fransiskus untuk menyampaikan dan mendialogkan posisi Indonesia dalam perdamaian dunia, khususnya masalah Palestina.

Sambutan terhadap kedatangan Paus Fransiskus juga disampikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf.

“Selamat datang dan selamat menikmati negeri persatuan dan kesatuan, negeri toleransi dan persaudaraan, bangsa Bhinneka Tunggal Ika,” kata Yahya.

“Semoga kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia ini dapat ikut semakin meneguhkan kerukunan di antara segenap warga bangsa kami dan juga meneguhkan persaudaraan kemanusiaan di antara seluruh umat manusia,” tambah Yahya.

Ketegangan agama memicu konflik kemanusiaan

Profesor studi Katolik dari Case Western Reserve University, Jonathan Tan, memandang kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia merupakan bagian dari upaya pemimpin umat Katolik sedunia itu untuk meredam ketegangan antara Islam dan Kristen.

Pasalnya, ketegangan antara Islam dan Kristen yang tak berkesudahan kerap kali memicu konflik kemanusiaan di berbagai belahan dunia, salah satunya sentimen anti-imigran.

“Saya rasa Paus ingin membuka jalan hubungan yang baru, yang tidak defensif, karena jika kita melihat contoh sentimen anti-imigran di Eropa, retorika anti-imigran itu kerap berhubungan dengan retorika anti-Muslim,” kata Jonathan.

“Sebagai pemimpin penting di Eropa, Paus ingin memberikan contoh bahwa ada cara berbeda untuk memahami orang-orang ini.”

Jonathan mengatakan bahwa pergerakan Paus Fransiskus ini bukan hanya upaya membawa rasa aman untuk Muslim di negara mayoritas Kristen atau Katolik, tapi juga sebaliknya.

Menurut Jonathan, Paus Fransiskus tahu betul bahwa banyak umat Katolik yang tinggal di negara-negara Islam, di mana diskriminasi kerap terjadi.

“Paus ingin bekerja sama dengan para pemimpin untuk mencari cara agar para umat Katolik itu dapat mempraktikkan keyakinan mereka dengan cara yang tak membuat [negara Islam itu] takut akan kehadiran umat Katolik,” katanya.

Tekad di balik nama Paus Fransiskus

Ignatius Suharyo mengatakan bahwa tekad Paus Fransiskus untuk membawa perdamaian antara Islam dan Kristen bahkan sudah terlihat dari pemilihan nama kepausannya.

Terlahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio, ia memilih nama Santo Fransiskus dari Assisi sebagai panggilan kepausannya ketika terpilih sebagai pemimpin Gereja Katolik sedunia pada 2013.

Santo Fransiskus dari Assisi dikenal sebagai juru damai saat Perang Salib berkecamuk pada Abad Ke-15 sampai Abad Ke-17.

“Pada waktu, tanda petik ya, ‘Kekristenan berperang melawan Islam’, Fransiskus Assisi menerobos medan perang untuk bertemu dengan salah satu pemimpin Islam di sana,” kata Ignatius.

“Jadi wataknya itu, watak Fransiskus Assisi yang hidup pada Abad ke-13, itu ingin dimasukkan di dalam batinnya dan ditunjukkan.”

Berebut umat?

Terlepas dari misi perdamaian, Paus Fransiskus juga membawa misi menyebarkan ajaran Katolik dalam tur lawatannya ke Asia, menurut pengamatan Jonathan Tan.

“Bagi Paus, Asia merupakan kawasan di mana Katolik berpotensi berkembang secara signifikan,” kata Jonathan.

Jonathan mencatat bahwa sepanjang masa kepausannya sejak 2012, Paus Fransiskus sudah mengunjungi delapan negara di kawasan Asia. Semua negara dalam tur itu memiliki populasi Katolik yang kecil.

Delapan negara itu mencakup Korea Selatan (2014), Sri Lanka dan Filipina (2015), Myanmar dan Bangladesh (2017), Thailand dan Jepang (2019), Kazakhstan (2022), dan Mongolia (2023).

Dalam tur Asia kali ini juga hanya Timor Leste yang mayoritas penduduknya Katolik.

“Di Asia, masih banyak orang yang bukan Kristen, dan yang tak punya agama, para pemikir bebas,” katanya.

“Jadi, masih banyak ruang. Masih banyak kemungkinan.”

Jonathan mengungkap bahwa beberapa pihak khawatir pergerakan Paus Fransiskus ini justru bakal memicu persaingan, karena Islam juga punya konsep dakwah untuk menyebarkan ajarannya.

“Banyak orang takut satu agama akan bersaing dengan agama lainnya, yang menurut saya tak perlu dikhawatirkan karena ada banyak potensi,” ucap Jonathan.

Ketika menyebut potensi, Jonathan merujuk pada begitu banyak populasi di Asia yang masih tak punya kepercayaan pasti. Artinya, masih banyak jiwa yang bisa dimenangkan oleh kedua belah pihak.

Pada akhirnya, Jonathan kembali lagi pada hal yang ingin dicapai Paus Fransiskus, yaitu mengajak semua agama bersatu untuk mengatasi berbagai masalah di dunia.

“Kita bisa bekerja sama untuk mengatasi masalah-masalah seperti kemiskinan, kekurangan literasi, dan kita bisa menambah edukasi, meningkatkan standar hidup, mengurangi kematian bayi,” tutur Jonathan.

“Banyak hal yang bisa dikontribusikan oleh semua agama untuk membuat kehidupan lebih baik.”

!function(s,e,n,c,r){if(r=s._ns_bbcws=s._ns_bbcws||r,s[r]||(s[r+"_d"]=s[r+"_d"]||[],s[r]=function(){s[r+"_d"].push(arguments)},s[r].sources=[]),c&&s[r].sources.indexOf(c)<0){var t=e.createElement(n);t.async=1,t.src=c;var a=e.getElementsByTagName(n)[0];a.insertBefore(t,a),s[r].sources.push(c)}}(window,document,"script","https://news.files.bbci.co.uk/ws/partner-analytics/js/fullTracker.min.js","s_bbcws");s_bbcws('syndSource','ISAPI');s_bbcws('orgUnit','ws');s_bbcws('platform','partner');s_bbcws('partner','tribunnews.com');s_bbcws('producer','indonesian');s_bbcws('language','id');s_bbcws('setStory', {'origin': 'optimo','guid': 'crlrp1k8gp1o','assetType': 'article','pageCounter': 'indonesia.articles.crlrp1k8gp1o.page','title': 'Paus Fransiskus akan ke Timor Leste, imigrasi prediksi 1.000 WNI lintasi perbatasan','published': '2024-09-02T23:35:43.813Z','updated': '2024-09-06T04:03:21.328Z'});s_bbcws('track','pageView');

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini