TRIBUNNEWS.COM – Di tengah kekacauan situasi politik dan keamanan di Timur Tengah, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengungkapkan keinginannya untuk memindahkan ibu kota negara.
Keinginan itu disampaikan Pezeshkian saat dia meninjau proyek infrastruktur pada hari Sabtu, (7/9/2024).
Pezeshkian mengatakan Iran tak punya pilihan selain memindahkan pusat politik dan ekonomi ke selatan.
Dia menyinggung ketidakefisienan pengangkutan bahan mentah dari daerah selatan ke tengah untuk diolah, tetapi kemudian produk yang sudah jadi harus dikirim ke selatan untuk diekspor.
“Ini sangat menghabiskan daya saing kita,” ujar Pezeshkian dikutip dari Intellinews.
Keinginan Pezeshkian itu memantik kembali perdebatan panjang mengenai masa depan Teheran sebagai ibu kota Iran.
Saat ini Teheran ditinggali 12 juta penduduk dan dilanda berbagai masalah yang susah diatasi.
“Sebagai ibu kota negara, Teheran menghadapi masalah yang tidak ada solusinya, kecuali memindahkan pusat pemerintahan. Kelangkaan air, penurunan muka tanah, polusi udara, dan masalah serupa hanya memburuk karena kelanjutan kebijakan dan tindakan yang telah diambil dan diterapkan sejauh ini,” ujar Pezeshkian.
Dia menekankan pentingnya desentralisasi. Kata dia, pejabat pemerintah harus menjadi perintis atau pihak yang memulai perpindahan.
“Kita tak bisa hanya duduk di Teheran dan meminta orang untuk pindah. Kita harus yang menjadi yang pertama pindah, dan masyarakat akan mengikuti.”
Akan tetapi, usulan pemindahan itu mendapat tanggapan skeptis dari sejumlah pejabat dan pakar perencanaan perkotaan.
Baca juga: Israel Diduga Jalankan Taktik Bumi Hangus di Gaza & Tepi Barat, Iran: Zionis Putus Asa
Salah satu yang menanggapi negatif usulan itu adalah Gholamhossein Karbaschi, mantan Wali Kota Teheran.
“Di mana kalian akan pergi?” tanya Karbaschi.
Dia mengatakan kajian terdahulu menunjukkan bahwa negara-negara yang memindahkan ibu kota harus menghadapi biaya yang besar. Di samping itu, kerap kali ibu kota baru juga dilanda masalah.