Rumah-rumah tersebut terletak di Tasitolu, sebuah daerah dengan lahan basah di luar ibukota. Selama satu dekade terakhir, ratusan orang pindah ke sana dari daerah pedesaan di negara itu.
Banyak dari mereka pindah ke Tasitolu demi mencari pekerjaan di ibu kota dan membangun rumah-rumah sederhana di daerah tersebut.
Pemerintah mengatakan bahwa mereka yang mendiami Tasitolu telah melakukan penyerobotan dan tidak memiliki hak untuk tinggal di lahan itu.
Berbicara kepada BBC, seorang menteri di Timor Leste mengatakan bahwa penduduk setempat telah diberitahu tentang rencana penggusuran area tersebut pada September 2023.
Para kritikus di Timor Leste juga mempertanyakan keputusan untuk menghabiskan anggaran besar untuk kunjungan tersebut—termasuk US$1 juta (stara Rp15,3 miliar) untuk sebuah altar baru.
Menurut PBB, hampir setengah dari populasi Timor Leste saat ini hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
Ini adalah kunjungan kepausan pertama ke Timor Leste sejak Paus Yohanes Paulus II berkunjung pada tahun 1989, ketika negara ini masih berada di bawah wilayah Indonesia.
Ketika Indonesia menginvasi bekas jajahan Portugis itu pada tahun 1975, hanya sekitar 20% orang Timor Leste yang beragama Katolik. Angka tersebut kini berkembang mencapai 97%.
Paus sebelumnya melakukan lawatan ke Papua Nugini, negara dengan seperempat penduduk beragama Katolik. Pekan lalu, Paus juga berkunjung ke Indonesia, negara dengan penduduk mayoritas Muslim dan hanya 3%—setara 8,6 juta jiwa—penduduk Katolik dari total populasi.
Saat berkunjung ke Indonesia, lawatan Paus Fransiskus juga dibayang-bayangi dengan konflik kekerasan yang terjadi di Papua.
Orang-orang asli Papua melakukan ritual doa 'Jalan Salib' di Jakarta dan Jayapura ketika Paus Fransiskus bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (04/09).
Mereka melakukan ritual tersebut demi menarik perhatian pimpinan tertinggi umat Katolik itu terkait isu Papua.
Paus Fransiskus akan mengakhiri lawatannya di kawasan Asia Tenggara di Singapura akhir pekan ini.
!function(s,e,n,c,r){if(r=s._ns_bbcws=s._ns_bbcws||r,s[r]||(s[r+"_d"]=s[r+"_d"]||[],s[r]=function(){s[r+"_d"].push(arguments)},s[r].sources=[]),c&&s[r].sources.indexOf(c)<0){var t=e.createElement(n);t.async=1,t.src=c;var a=e.getElementsByTagName(n)[0];a.insertBefore(t,a),s[r].sources.push(c)}}(window,document,"script","https://news.files.bbci.co.uk/ws/partner-analytics/js/fullTracker.min.js","s_bbcws");s_bbcws('syndSource','ISAPI');s_bbcws('orgUnit','ws');s_bbcws('platform','partner');s_bbcws('partner','tribunnews.com');s_bbcws('producer','indonesian');s_bbcws('language','id');s_bbcws('setStory', {'origin': 'optimo','guid': 'cd73q28rrgqo','assetType': 'article','pageCounter': 'indonesia.articles.cd73q28rrgqo.page','title': 'Paus Fransiskus serukan Timor Leste lindungi anak muda dari kekerasan','author': 'Nick Marsh - BBC News','published': '2024-09-09T08:41:30.257Z','updated': '2024-09-09T23:38:38.883Z'});s_bbcws('track','pageView');