TRIBUNNEWS.COM – Serangan kelompok Hizbullah yang menargetkan markas satuan intelijen Unit 8200 Israel pada akhir Agustus kemarin kembali menjadi sorotan.
Sorotan muncul setelah beberapa narasumber keamanan Eropa baru-baru ini mengklaim bahwa serangan Hizbullah itu sukses.
Serangan tersebut dijuluki “Operasi Arbaeen” dan merenggut nyawa puluhan orang di dalam satuan intelijen itu.
Dilaporkan ada 22 orang yang tewas, sedangkan korban luka mencapai 74 orang.
Operasi itu adalah balasan utama Hizbullah terhadap Israel yang membunuh panglima Hizbullah, Fuad Shukr, beberapa waktu lalu.
Laporan keberhasilan serangan Hizbullah itu muncul hampir bersamaan dengan kabar pengunduran diri Brigjen Yossi Sariel yang menjabat sebagai komandan Unit 8200.
“7 Oktober pukul 06.29, saya tidak menunaikan misi saya seperti yang saya harapkan, seperti yang diharapkan oleh komandan dan bawahan saya, dan seperti yang diharapkan oleh warga negara yang sangat saya cintai,” ujar Sariel dikutip dari Al Mayadeen.
Adapun 7 Oktober yang dimaksud Sarie adalah hari terjadinya serangan Hamas ke Israel.
Militer Israel mengumumkan Sariel akan mengundurkan diri pada “periode mendatang”.
Padahal, Sariel pada bulan Juli kemarin menolak ide pengunduran diri. Dia menyebut pengunduran diri adalah “tindakan pengecut”.
Israel hingga kini masih membatasi informasi mengenai serangan Hizbullah di markas Unit 8200 yang berada di Pangkalan Militer Glilot.
Baca juga: Puluhan Orang Intelijen Israel Tewas dalam Serangan Hizbullah Terhadap Markas Besar Unit 8200 Israel
Pangkalan itu terletak 110 km dari Garis Biru, yakni garis demarkasi antara Lebanon dan Israel. Letaknya juga hanya 1.500 meter dari pinggiran Kota Tel Aviv.
“Ada banyak drone yang mencapai target, tetapi musuh (Israel) merahasiakan semua detail terkait, waktu akan mengungkapkan kenyataan yang terjadi di sana,” kata Sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah.
Nasrallah menyebut serangan itu terbagi atas dua tahap. Tahap pertama melibatkan tembakan roket untuk membuat sistem pertahahan Iron Dome Israel kewalahan. Setelah itu, Hizbullah meluncurkan banyak drone.
Unit 8200 disebut yang terbaik di dunia
Unit 8200 didirikan tahun 1952 dan disebut shmone matayim dalam bahasa Ibrani.
Namun, beberapa orang mengatakan unit itu sebenarnya sudah ada sebelum Israel didirikan tahun 1948.
Saat itu kelompok intelijen tersebut menyadap saluran telepon suku-suku Arab untuk mengetahui rencana kerusuhan.
Banyak pakar yang mengklaim Unit 8200 mirip dengan Dewan Keamanan Nasional AS (NSA) yang berada di bawah Kementerian Pertahanan AS. Unit 8200 juga berada di bawah Kementerian Pertahanan Israel.
Direktur kajian militer di Royal United Servce Institute, Peter Roberts, menyebut Unit 8200 sebagai “yang terbaik di dunia”.
“Unit 8200 barangkali adalah badan intelijen teknis terbaik di dunia dan setara dengan NSA dalam segalanya, kecuali skalanya,” kata Roberts dikutip dari TRT World.
“Mereka sangat memfokuskan apa yang mereka lihat, pastinya lebih berfokus daripada NSA, dan mereka menjalankan operasi dengan suatu tingkatan keuletan dan semangat yang tidak kalian lihat di tempat lain,” katanya menjelaskan.
Baca juga: Salvo Roket Guyur Galilea Atas, Kepala Unit 8200 Israel Mundur Seminggu Setelah Pembalasan Hizbullah
Unit 8200 merekrut personelnya dari warga Israel yang baru saja lulus sekolah menengah atas (SMA).
Bahkan, terkadang siswa SMA berbagi proyek mereka dengan 8200 melalui presentasi berbeda.
Setelah menghabiskan beberapa tahun di 8200, kebanyakan para anggotanya mendirikan perusahaan sendiri di Silicon Valley atau menjadi pejabat tinggi di dunia teknologi informasi.
Beberapa orang khawatir karena banyak mantan personel Unit 8200 yang menduduki posisi tinggi di dalam perusahaan teknologi seperti Google, Facebook, Amazon, hingga Microsoft.
(Tribunnews/Febri)