TRIBUNNEWS.COM - Ledakan massal yang melanda di berbagai titik di Lebanon pada Selasa (17/9/2024) masih menjadi topik hangat sejauh ini.
Update korban yang juga menyasar pasukan militan Hizbullah ini semakin bertambah.
Hal tersebut diumumkan oleh Menteri Kesehatan Lebanon, Firas Alabiad, pada Rabu (18/9/2024) waktu setempat.
Ia mengatakan, sekitar 2.750-2.800 orang terluka, dengan sekitar 300 orang dilaporkan kritis.
Jumlah korban tewas akibat ledakan menjadi 12 orang.
“Jumlah korban luka berkisar antara 2.750 hingga 2.800 orang, dengan sekitar 300 orang dilaporkan dalam kondisi kritis,” imbuh Alabiad dalam konferensi pers di Beirut, dikutip dari Yeni Safak.
Menteri Kesehatan mengatakan setidaknya 460 operasi telah dilakukan terhadap korban ledakan.
"Sebagian besar melibatkan cedera wajah dan mata, sementara yang lainnya melibatkan amputasi anggota tubuh.”
“Sekitar 15 ton bantuan medis telah tiba dari Irak, dan komunikasi telah terjalin terkait bantuan dengan Mesir, Yordania, Turki, dan negara-negara lain,” kata Alabiad.
Pager, perangkat telekomunikasi nirkabel, meledak pada hari Selasa di beberapa daerah di Lebanon, termasuk ibu kota Beirut, yang menurut media lokal merupakan pelanggaran sistem oleh Israel.
Kelompok Lebanon Hizbullah mengonfirmasi bahwa sedikitnya dua anggotanya tewas dan banyak yang terluka dalam ledakan itu dan menganggap Israel sepenuhnya bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Baca juga: Kronologi Nahas Hampir 3.000 Pejuang Hizbullah & Warga Lebanon Kena Ledakan Pager, RS Membeludak
Ledakan pager itu terjadi di tengah meningkatnya eskalasi perbatasan antara Israel dan Hizbullah, yang telah terlibat dalam perang lintas perbatasan sejak dimulainya perang mematikan Tel Aviv di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.200 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.
Analisis Para Ahli
Berbagai faktor bisa menjadi penyebab alat komunikasi pager meledak di Lebanon dan menimbulkan ribuan korban sipil hingga pejuang militan Hizbullah.
Hizbullah dengan tegas menuduh Israel sebagai aktor peretasan serangan siber kendati buktinya belum nyata terungkap.