News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Mengapa Israel Gagal Melawan Hamas Namun Sukses Menembus Hizbullah?

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tank-tank pasukan Israel di perbatasan Lebanon. IDF menyatakan, unit Brigade Golani sudah menyelesaikan latihan dan simulasi perang sebagai persiapan konfrontasi ke Lebanon.

Mengapa Israel Gagal Melawan Hamas Namun Sukses Menembus Hizbullah?

TRIBUNNEWS.COM - Sekira setahun lalu, Israel mengalami kegagalan intelijen terburuk ketika gerakan pembebasan Palestina, Hamas melancarkan serangan mendadak pada tanggal 7 Oktober.

Serangan itu seketika meluluhlantakkan nama besar intelijen keamanan Israel yang punya citra sebagai lembaga keamanan nomor satu di dunia.

Namun hari-hari belakangan ini, gelombang serangan yang menembus jantung gerakan Hizbullah Lebanon telah menyebabkan bangkit kembalinya prestis badan mata-mata Israel yang telah lama dibanggakan, menurut a laporan oleh Wall Street Journal.

Baca juga: Pertahanan Israel Kini Gampang Bobol, Hizbullah Gempur Pangkalan Nafeh Brigade ke-210 IDF di Golan

Menurut surat kabar tersebut, perubahan ini mencerminkan bagaimana Israel telah menginvestasikan waktu dan sumber dayanya selama dua dekade terakhir.

Sejak berperang dengan Hizbullah di Lebanon pada tahun 2006, Israel telah secara hati-hati menyiapkan diri menghadapi konflik besar lainnya dengan kelompok bersenjata Lebanon tersebut, dan bahkan dengan Iran serta barisan faksi milisi pendukungnya.

Sebaliknya, surat kabar tersebut mengulas, kalau Hamas dianggap Israel sebagai ancaman yang tidak terlalu kuat terhadap negara pendudukan itu.

 Bahkan sesaat sebelum serangan dari Jalur Gaza pada tanggal 7 Oktober, para pejabat senior mengabaikan tanda-tanda serangan yang akan terjadi.

September lalu, militer Israel dengan yakin menggambarkan Gaza berada dalam kondisi “ketidakstabilan yang stabil,” dan penilaian intelijen menyimpulkan kalau "Hamas telah mengalihkan fokusnya untuk memicu kekerasan di Tepi Barat dan ingin mengurangi risiko pembalasan langsung Israel".

Dalam hal ini, Carmit Valensi, peneliti terkemuka di Institut Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv dan pakar milisi Lebanon, mengatakan kepada surat kabar tersebut: “Sebagian besar fokus kami adalah mempersiapkan konfrontasi dengan (Hizbullah).

“Kami agak mengabaikan front selatan dan situasi yang berkembang dengan Hamas di Gaza,” katanya.

Tim penyelamat memeriksa puing-puing di lokasi serangan Israel semalam terhadap sebuah apotek di desa Akbiyeh, Lebanon selatan, pada 24 September 2024. - Israel mengumumkan puluhan serangan udara baru terhadap benteng Hizbullah di Lebanon pada 24 September, sehari setelah 492 orang, termasuk 35 anak-anak, tewas dalam pemboman paling mematikan sejak perang yang menghancurkan pada tahun 2006. (Photo by Mahmoud ZAYYAT / AFP) (AFP/MAHMOUD ZAYYAT)

Tak Beri Hizbullah Napas

Menurut ulasan surat kabar tersebut, serangkaian serangan Israel di Lebanon selama dua minggu terakhir telah membuat Hizbullah terguncang.

Hizbullah, menurut laporan itu, terkejut pada kemampuan Israel untuk menyusup ke kelompok tersebut.

Baca juga: Daftar Tokoh Penting Hizbullah-Hamas yang Dibunuh Israel Selama Agresi Brutal di Lebanon dan Gaza

Terlebih, Hizbullah masih susah payah menutup celah yang menganga setelah ledakan ribuan pager dan perangkat komunikasi radio secara serentak pada dua hari berturut-turut minggu lalu.

Serangan terencana Israel ini, selain menimbulkan goncangan besar di tubuh Hizbullah, juga menewaskan 37 orang dan melukai sekitar 3.000 orang di seluruh Lebanon.

"Gerakan Hizbullah makin koyak setelah ledakan massal pager, ketika serangan udara Israel lainnya di Beirut selatan pada Selasa silam menewaskan komandan rudal utama Hizbullah. Operasi ini terjadi sekitar dua bulan setelah Israel menunjukkan kemampuannya untuk menyusup ke Hizbullah dengan membunuh pemimpin tertinggi, Fouad Shukr, yang telah jadi buronan Amerika Serikat (AS) selama 4 dekade," ungkap ulasan tersebut.

Menurut surat kabar tersebut, kampanye intensif yang dilancarkan oleh badan intelijen Israel, Mossad, dan unit intelijen militer Israel (IDF) menyebabkan kehancuran kepemimpinan Hizbullah dan kemunduran persenjataan senjatanya. 

"Angkatan Udara Israel menindaklanjuti hal ini dengan kampanye pengeboman yang menargetkan lebih dari 2.000 sasaran minggu ini," kata laporan tersebut menggambarkan betapa Hizbullah tak diberi ruang oleh Israel untuk memulihkan kerangka pembalasan.

Baca juga: Hizbullah Babak Belur Dihajar Israel, 1.500 Petempur Luka Serius, Rudal Fire and Forget Capai 100 Km

Tentara Israel (IDF) di satuan Brigade Givati ​​berdiri di atas sebuah tank di Rafah timur di Jalur Gaza selatan, dalam gambar selebaran yang dirilis pada 10 Mei 2024. (Kredit foto: Pasukan Pendudukan Israel)

Lebih Awas Soal Hizbullah Ketimbang Hamas

Mantan direktur Dewan Keamanan Nasional Israel, Avner Golov, mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa keberhasilan Israel melawan Hizbullah, dibandingkan dengan kegagalannya terhadap Hamas, terjadi karena dinas keamanan Israel lebih baik dalam menyerang daripada bertahan.

Menurut surat kabar itu, Israel telah memantau pembangunan persenjataan Hizbullah sejak kedua belah pihak menandatangani gencatan senjata pada tahun 2006 setelah perang selama sebulan.

Pada saat itu, banyak pihak di lembaga keamanan Israel yang kecewa pada kinerja tentara dalam perang 2006 tersebut, karena mereka gagal menimbulkan kerusakan signifikan pada Hizbullah. Di sisi lain, Hizbullah telah mulai membangun kembali posisinya di selatan.

Akibatnya, surat kabar tersebut melaporkan, militer Israel berusaha untuk lebih memahami Hizbullah dan mengurangi dukungan militer dan keuangan Iran terhadap kelompok tersebut, termasuk melalui kampanye serangan udara di Suriah, yang kemudian dikenal sebagai “perang antar perang.”

BACA: Mengapa Israel Terus Melancarkan Serangan di Suriah?

Namun sebaliknya di Gaza, surat kabar tersebut menunjukkan kalau Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yakin telah mengadopsi strategi membendung Hamas dalam beberapa tahun terakhir.

Netanyahu percaya kalau kelompok perlawanan Palestina fokus pada penguasaan Gaza dan tidak tertarik berperang dengan Israel.

Kedua belah pihak terlibat dalam serangkaian konflik singkat setelah Hamas menguasai Jalur Gaza pada tahun 2007, dan pemimpin gerakan tersebut, Yahya Sinwar, tampaknya lebih peduli dengan perbaikan kondisi ekonomi rakyat Palestina.

Menurut surat kabar tersebut, terdapat tanda-tanda bahwa Hamas sedang merencanakan serangan, termasuk latihan militer yang menggambarkan cara Hamas menyerbu Israel pada tanggal 7 Oktober.

Namun badan intelijen Israel meremehkan pentingnya pelatihan tersebut sebagai ancaman terhadap kelompok lokal Hamas.

Tentara Israel merasa yakin dengan kekuatan tembok pemisah berteknologi maju yang dibangunnya untuk memisahkan Gaza dari wilayah Israel.

Seorang tentara Israel berlari di samping sebuah howitzer self-propelled di dekat kota selatan Ashkelon pada 8 Oktober 2023. Meningkatnya kekerasan antara Israel dan Hamas telah menewaskan hampir 1.000 orang sejak pejuang Palestina melancarkan serangan mendadak besar-besaran, kata para pejabat Minggu, saat Perdana Menteri Menteri Benjamin Netanyahu memperingatkan perang yang akan terjadi "panjang dan sulit". (GIL COHEN-MAGEN / AFP) (AFP/GIL COHEN-MAGEN)

Intelijen Israel Lemah di Gaza, Hizbullah Punya Peluang Samakan Kedudukan

Uzi Shaya, mantan pejabat intelijen Israel, mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa pengumpulan informasi dari sumber-sumber di lapangan memperingatkan akan adanya serangan yang menjadi lebih sulit setelah Israel secara sepihak menarik diri dari Jalur Gaza pada tahun 2005 dan menyerahkannya ke kendali pihak Hamas.

Dia menambahkan, “Kemampuan untuk mengumpulkan informasi intelijen manusia di Gaza di wilayah yang sangat padat dan kecil, di mana semua orang saling mengenal, dan ketika orang asing muncul, dia langsung terekspos, sekaligus menjangkau orang-orang di Lebanon atau di luar Lebanon yang terkait dengan (Hizbullah) lebih mudah.”

Namun ulasan surat kabar tersebut melihat bahwa pencapaian intelijen Israel tidak lebih dari itu.

Pada akhirnya, keberhasilan Israel melawan kelompok mana pun akan ditentukan di medan perang.

Di perbatasan sempit Jalur Gaza, tentara Israel mengalahkan Hamas dan menyebabkan kerusakan besar di wilayah perkotaan.

Namun tidak ada yang tahu apakah dia akan berhasil menghadapi Hizbullah di perbukitan Lebanon.

“Ada bahaya bahwa keberhasilan Israel baru-baru ini dapat membuat mereka merasa terlalu percaya diri,” kata Valensi.

Dia menambahkan kalau invasi darat IDF ke Lebanon dapat memberikan kesempatan kepada Hizbullah untuk menunjukkan superioritas militernya di lapangan dan menyamakan kedudukan.

Dia menyimpulkan dengan mengatakan: “Kami telah melihat besarnya tantangan dan kesulitan dalam melenyapkan organisasi kompleks seperti (Hamas). Sedangkan bagi Hizbullah, ceritanya berbeda".

 

(oln/WSJ/khbrn/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini