TRIBUNNEWS.COM - Sebuah laporan dari The Washington Post mengungkapkan, Israel menggunakan bom buatan Amerika Serikat (AS) dalam serangan yang menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, di markas bawah tanah kelompok tersebut.
Israel menjatuhkan bom yang menurut media lokal merupakan bom "penghancur bunker" dan menghancurkan sekitar enam bangunan, saat mencoba membunuh Nasrallah.
Bom seberat 900 kilogram tersebut menghancurkan bangunan tempat tinggal di pinggiran selatan Beirut awal minggu ini.
Akibatnya, beberapa bangunan apartemen berubah menjadi puing-puing.
Mengutip tiga orang ahli yang menganalisis video serangan Jumat (27/9/2024), yang diunggah oleh Angkatan Udara Israel, Post mengatakan setidaknya beberapa bom tersebut merupakan BLU-109 dan perangkat pemandu JDAM buatan AS.
BLU-109 adalah bom berat penghancur bunker dan perangkat JDAM adalah sistem pemandu yang dipasang pada amunisi untuk membantu menyerang target tertentu.
Bom seberat 2.000 pon memiliki radius penghancuran 35 meter (115 kaki), menurut Project on Defense Alternatives (PDA), yang melakukan penelitian dan analisis kebijakan pertahanan.
Washington Post mengutip Direktur Armament Research Services, NR Jenzen-Jones, sebuah kelompok yang menyediakan analisis mengenai senjata dan amunisi – yang mengatakan bahwa video awal yang tersedia mengenai serangan tersebut menunjukkan bahwa sejumlah bom besar yang dijatuhkan dari udara digunakan.
Ia menambahkan bahwa bom-bom tersebut dimaksudkan untuk menembus ruang yang sangat terlindungi.
Para pejabat AS telah berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak menerima pemberitahuan sebelumnya tentang serangan Israel pada hari Jumat di Lebanon.
Namun, Presiden AS Joe Biden dan Wakil Presidennya Kamala Harris menyambut baik pembunuhan Nasrallah, menyebutnya sebagai "tindakan keadilan".
Baca juga: Pengganti Hassan Nasrallah, Antara Hashem Safieddine dan Naim Qassem, Siapa Jadi Pemimpin Hizbullah?
Pemerintahan Biden telah menghadapi kritik yang meningkat dari para pejuang hak asasi manusia atas persenjataan tanpa syarat terhadap Israel, yang telah menewaskan lebih dari 41.500 orang di Gaza dan ratusan orang di Lebanon.
Gedung Putih menghentikan satu kali pengiriman bom seberat 2.000 pon ke Israel awal tahun ini karena kekhawatiran tentang penggunaannya di daerah padat penduduk di Gaza, Al Jazeera melaporkan.
Pemerintahan Biden kemudian menyetujui pelepasan bom seberat 500 pon (227 kg) yang merupakan bagian dari pengiriman yang sama.