Israel telah menargetkan fasilitas Iran di Latakia dan Tartous sebelumnya, termasuk pada bulan Maret, ketika seorang perwira angkatan laut terkemuka Iran Reza Zarei tewas dalam serangan itu.
Rusia-Israel dan Gejolaknya
Peneliti politik Suriah, Ahmad Korabi, mengatakan kepada Al-Araby Al-Jadeed kalau serangan itu "belum pernah terjadi sebelumnya" dan dapat diartikan dalam berbagai cara penafsiran.
Di satu sisi, serangan bisa menandakan kalau kesepahaman Rusia-Israel mengenai situasi militer di Suriah telah berakhir.
Penafsiran lain, justru Israel mendapat lampu hijau dari Moskow untuk melakukan serangan tersebut.
Korabi mengatakan hubungan Rusia-Israel juga memburuk sejak perang Ukraina meletus pada 2022, ketika Moskow menuduh Israel memasok senjata ke Ukraina.
Alternatifnya, Israel juga mungkin waspada terhadap menguatnya hubungan militer Rusia dengan Iran, termasuk meluasnya penggunaan pesawat tanpa awak Shahed dalam perang Ukraina.
"Moskow mungkin mencoba menyeimbangkan hubungannya dengan Iran dan Israel - membiarkan Teheran menyimpan senjata di dekat Hmeimim, sementara pada saat yang sama tidak bereaksi terhadap penargetan oleh Tel Aviv," katanya.
Analis militer Suriah, Kolonel Abdul Jabbar Akidi mengatakan serangan Israel "dilakukan dalam konteks penargetan terus-menerus keberadaan 'persenjataan' Iran di kawasan tersebut, khususnya Hizbullah Lebanon".
Ia mengatakan ketegangan telah berubah menjadi "perang habis-habisan melawan Hizbullah", yang sedang berlangsung di seluruh wilayah Suriah dari Deir az-Zour di timur hingga pesisir negara tersebut.
"Tidak jelas apakah Teheran telah meninggalkan milisi dan persenjataannya di kawasan tersebut, sebagai imbalan atas perlindungan rencana nuklirnya dan menjaga dirinya aman dari serangan," katanya.
"Tampaknya fase kerja sama antara Iran, Barat, dan Israel telah berakhir, dan fase baru telah dimulai berdasarkan pengusiran milisi Iran dari perbatasan Israel.
"Akan ada perjanjian dan kesepahaman baru di kawasan ini yang benar-benar berbeda dari yang sebelumnya."