TRIBUNNEWS.COM - Rusia telah mengirimkan puluhan ton bantuan kemanusiaan ke Lebanon, di tengah meningkatnya serangkaian krisis yang menimpa negara itu dan penduduknya di tengah pemboman Israel di beberapa wilayah dalam beberapa minggu terakhir.
Menurut pernyataan Kementerian Situasi Darurat Rusia, Moskow minggu ini mengirim pesawat khusus Il-76 ke Beirut di bawah arahan Presiden Vladimir Putin dan Menteri Situasi Darurat, Alexander Kurenkov, Middle East Monitor melaporkan.
Pesawat itu dilaporkan membawa 33 ton bantuan kemanusiaan.
Bantuan yang diangkut di antaranya makanan, barang-barang penting, obat-obatan dan pembangkit listrik portabel, yang semuanya ditujukan untuk membantu penduduk Lebanon.
Terutama mereka yang telah melarikan diri dari kehancuran di bagian selatan negara itu selama beberapa minggu terakhir dan yang telah menuju lebih jauh ke utara.
Kehancuran tersebut, merupakan akibat langsung dari serangan udara Israel yang terus-menerus terhadap wilayah di seluruh Lebanon, terutama di bagian selatan tempat kelompok Hizbullah sebagian besar bermarkas dan memiliki benteng pertahanannya.
Kecam serangan Israel ke Lebanon
Lebih lanjut, Rusia, pada hari Selasa (1/10/2024), mengutuk serangan berkelanjutan Israel terhadap Lebanon.
Kremlin menekankan bahwa serangan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil tidak dapat diterima, Anadolu Agency melaporkan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Maria Zakharova, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Israel melancarkan serangan yang membabi buta terhadap wilayah permukiman.
Tel Aviv berdalih bahwa senjata Hizbullah disimpan di sana telah mengakibatkan banyaknya korban sipil dan kerusakan signifikan terhadap infrastruktur sipil.
Mengutip Kementerian Kesehatan Lebanon, Zakharova mengatakan, sedikitnya 492 orang, termasuk sekitar 150 wanita dan anak-anak, tewas akibat agresi bersenjata Israel pada hari Senin (30/9/2024).
Baca juga: Israel Klaim Bunuh Rawhi Mushtaha Tangan Kanan Yahya Sinwar dan 2 Pejabat Hamas di Gaza
Jumlah korban luka melebihi 1.600 orang.
Pada pagi hari tanggal 24 September, setelah serangan lain oleh pesawat militer Israel di Lembah Bekaa, satu keluarga yang terdiri dari 10 orang tewas.
Pejabat tersebut, mendesak agar dihentikan spiral kekerasan sementara situasi masih dapat dikendalikan, gencatan senjata harus dideklarasikan, dan kondisi diciptakan untuk membawa situasi tersebut sesuai dengan penyelesaian politik dan diplomatik.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyuarakan kekhawatirannya tentang eskalasi yang merupakan destabilisasi total di seluruh Timur Tengah.
"Ini adalah peristiwa yang berpotensi sangat berbahaya dan dapat menyebabkan perluasan konflik, destabilisasi total di kawasan tersebut. Tentu saja, ini menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan yang sangat besar bagi kami," kata Peskov dalam sebuah konferensi pers di Moskow.
"Sulit untuk berbicara tentang prospek penyelesaian," karena "jalur perdamaian pada dasarnya dimonopoli" oleh AS "tanpa banyak keberhasilan."
"Saat ini kami belum dapat mengidentifikasi prospek apa pun, yang mungkin membuat situasi ini semakin berpotensi membahayakan," katanya.
Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam perang lintas perbatasan sejak dimulainya perang Israel di Gaza.
Sejauh ini, perang di Gaza telah menewaskan lebih dari 41.400 orang.
Mengerikannya, kebanyakan dari mereka wanita dan anak-anak, menyusul serangan lintas perbatasan oleh kelompok Palestina, Hamas, Oktober lalu.
Pasukan Israel mengintensifkan serangan mereka terhadap Lebanon, mengabaikan peringatan masyarakat internasional bahwa mereka akan mengambil risiko menyebarkan konflik Gaza ke wilayah lain.
Masyarakat internasional telah memperingatkan bahwa serangan Israel di Lebanon dapat meningkatkan konflik Gaza menjadi perang regional yang lebih luas.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)