TRIBUNNEWS.COM - Pilot skuadron Israel ke-69 yang melakukan serangan udara Beirut dengan menargetkan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah kini tengah dilanda ketakutan.
Sebanyak 37 dari 40 pilot cadangan skuadron dari Angkatan Udara Israel yang menjalankan operasi Orde Baru oleh mengaku dilanda kekhawatiran setelah mengambil bagian dalam serangan udara di Beirut Lebanon.
Mereka menargetkan markas bawah tanah Hizbullah, menghancurkan empat bangunan tempat tinggal di pinggiran selatan ibu kota Lebanon, Dariyeh hingga menewaskan pemimpin Hizbullah.
Para cadangan senior menyatakan kekhawatiran apabila mereka harus bertanggung jawab atas penyelidikan di Mahkamah Kriminal Internasional buntut kematian Nasrallah.
“Kami khawatir bahwa reformasi tersebut, dapat merusak independensi dan legitimasi sistem peradilan, dapat menyebabkan personel militer tunduk pada penyelidikan dan penuntutan atas kejahatan perang oleh ICC,” ujar Prajurit cadangan senior, mengutip Middle East Monitor.
Dalam keterangan resminya mereka juga mengaku, serangan udara itu dilakukan untuk menargetkan Hassan Nasrallah.
Hal tersebut juga dibenarkan Kepala skuadron angkatan udara, yang mengatakan bahwa para pilot hanya diberi rincian target lokasi sebelum lepas landas, tapi tidak terkait target korban.
Sebagai bentuk protes 37 dari 40 pilot cadangan skuadron dari Angkatan Udara Israel itu berjanji tidak akan mengambil bagian dalam latihan udara.
Netanyahu Kecam Militernya
Pasca Pilot skuadron Israel ke-69 melayangkan protes kepada pemerintah atas penugasan operasi yang menewaskan pimpinan Hizbullah, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akhirnya buka suara.
Netanyahu dengan tegas mengecam protes yang diajukan para pilot tersebut.
Baca juga: Netanyahu Bergegas Mencari Tempat Berlindung Setelah Rudal Menghantam Area Kediaman di Keisarya
“Penolakan untuk mengabdi mengancam fondasi keberadaan kami, dan karenanya hal itu tidak boleh mendapat tempat di jajaran kami,” ujar Netanyahu.
Kritikan serupa juga dilontarkan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant para pilot tersebut.
Sementara media Israel melaporkan bahwa kepala staf Israel, Letnan Jenderal Herzl Halevi, secara pribadi telah memberi tahu Netanyahu bahwa bahkan diskusi mengenai penolakan untuk bertugas dapat membahayakan “kapasitas operasional” militer.
Buntut masalah ini Netanyahu akhirnya menggelar pertemuan dengan komandan skuadron dan pejabat angkatan udara, serta para prajurit cadangan.
Sesaat pertemuan itu digelar para prajurit cadangan mengatakan mereka akan menghadiri latihan.
"Kami memiliki kepercayaan penuh kepada komandan kami. Kami akan terus melayani Negara Yahudi dan demokratis Israel selama diperlukan," kata mereka.
Iran Janji Balas Israel
Sebagai informasi, Pimpinan tertinggi Hizbullah Hassan Nasrallah dinyatakan tewas dalam serangan udara besar-besaran Israel ke Beirut, ibu kota Lebanon pada akhir pekan kemarin
Hal ini diungkap oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF), dalam laporannya mereka menyebut Nasrallah terbunuh bersama dengan beberapa komandan lain, termasuk Komandan Front Selatan Hizbullah, Ali Karki.
Sebagai bentuk pembalasan, pada awal pekan kemarin Iran dilaporkan meluncurkan serangan roket jenis balistik ke Tel Aviv, Israel.
Dalam serangan tersebut setidaknya Iran meluncurkan sekitar 180 rudal ke Israel secara bertubi-tubi.
Meski sebagian serangan Iran berhasil dihalau, iron dome, sistem keamanan udara Israel. Namun, serangan itu memicu kemarahan Netanyahu.
Hingga Israel mengancam akan menargetkan fasilitas nuklir atau minyaknya menyusul serangan rudal skala besar Teheran.
Merespon ancaman itu, Menteri luar negeri Iran justru memperingatkan Tel Aviv jika negara itu melakukan serangan terhadap Iran, maka Teheran akan membalas dengan cara yang keras.
“Jika entitas Israel mengambil langkah atau tindakan apapun terhadap kami, pembalasan kami akan lebih kuat dari yang sebelumnya,” kata Abbas Araghchi, Menteri luar negeri Iran mengutip Al Jazeera.
Araghchi mengatakan serangan Iran terhadap Israel adalah “pembelaan diri yang sah berdasarkan Piagam PBB”.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia)