Ada kecemasan dalam situasi saat ini, berupa adanya retorika tajam dan tidak adanya komunikasi antara kedua belah pihak. Bahkan insiden kecil di perbatasan atau kesalahpahaman dapat dengan cepat menyulut konflik.
Dampak pada pemilihan umum AS
Kim Seong-kyung juga melihat ancaman Korea Utara sebagai pesan, yang sebagian ditujukan kepada AS, kurang dari satu bulan menjelang pemilihan umum penting yang dapat memiliki implikasi yang luas bagi Korea Selatan, jika pemerintahan yang menganut isolasionisme mulai menjabat awal tahun depan.
"Mereka menargetkan AS dengan kata-kata ini, meskipun Korea Utara sebenarnya bukan isu prioritas dalam pemilihan umum," katanya. "Kim Jong Un berusaha membuat kegaduhan sehingga jika [Donald] Trump menang, ada kemungkinan ia akan kembali menyetujui perundingan."
Dalam wawancara baru-baru ini dengan Radio Free Asia, John Bolton, mantan penasihat keamanan utama Trump, mengatakan Kim berharap Trump kembali menduduki jabatan puncak di Gedung Putih, karena ia menawarkan kemungkinan yang jauh lebih besar untuk mendekati dan melegitimasi rezim Korea Utara dibanding pemerintahan Kamala Harris.
Mengintimidasi dan ini serius
Profesor hubungan internasional di Universitas Troy Seoul, Dan Pinkston mengatakan, meskipun retorika meningkat, sebenarnya ada lebih sedikit bentrokan berdarah di perbatasan dalam 12 tahun terakhir sejak Kim Jong Un berkuasa, dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam hubungan kedua negara tetangga yang bermasalah itu.
"Tetapi meskipun tidak banyak tindakan kinetik yang terjadi, jelas juga bahwa Korea Utara telah secara dramatis mempercepat pengembangan senjata pemusnah massal dan rudal yang dibutuhkannya," katanya kepada DW.
"Potensi senjata yang sekarang mereka miliki di ujung jari mereka menakutkan dan serius," ujarnya.
Nilai senjata tersebut terletak pada kemampuan pencegahannya dan, bagi Korea Utara, meyakinkan Korea Selatan dan AS bahwa Pyongyang bersedia menggunakannya.
Dan itulah alasan mengapa Kim dan saudara perempuannya membuat klaim yang begitu keras tentang kesiapan mereka untuk menekan tombol [nuklir], pungkasnya.
Editor: Srinivas Mazumdaru
Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggis