TRIBUNNEWS.COM -- Ukraina mendesak Brasil untuk menangkap pemimpin Rusia Vladimir Putin jika ia hadir dalam KTT G20 di Rio de Jainero bulan depan.
Jaksa Agung Ukraina Andrii Kostin mengatakan hal itu kepada Reuters.
Ia menegaskan bahwa dunia internasional harus bersatu meminta pertanggungjawaban Putin atas peperangan yang terjadi di Ukraina.
"Berdasarkan informasi bahwa Putin mungkin menghadiri KTT G20 di Brasil, saya ingin menegaskan kembali bahwa otoritas Brasil sebagai negara pihak Statuta Roma berkewajiban untuk menangkapnya jika ia berani berkunjung," kata Kostin.
Baca juga: Rusia Bohongi Publik, Tentara Korea Utara Menjelajah Ukraina Latihan Intensif dengan Artileri
Menurutnya, jika Brasil tidak berani menangkap Putin, maka hal itu bakalan menjadi preseden buruk. "Para pemimpin yang melakukan kejahatan bisa bepergian tanpa hukuman," tambah Kostin.
Jaksa Agung menambahkan jika Brasil menangkap Putin, maka akan menegaskan statusnya sebagai negara demokrasi yang diatur oleh hukum.
Pertemuan G20 akan digelar pada 18-19 November, ofisial Brasil menyatakan bahwa Vladimir Putin telah diundang untuk menghadiri acara tersebut. Akan tetapi belum ada indikasi ia akan kehadiran.
Sementara itu Presiden Vladimir Putin diberitakan kemungkinan tidak akan menghadiri acara tersebut.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan: "Tidak. Saat keputusan telah dibuat, kami akan memberi tahu Anda."
Pada awal September lalu, Putin juga mengunjungi Mongolia atas undangan Presiden Ukhnaagiin Khürelsükh.
Saat itu Putin disambut oleh Khürelsükh dan mendapatkan perlakuan sebagaimana dengan pemimpin negara sahabat lainnya.
Baca juga: Inggris Pertimbangkan Kirim Pasukan ke Ukraina
Mongolia tidak mau menangkap Putin karena negara iru sangat tergantung Rusia pada sektor energinya.
Putin kini berstatus sebagai buronan International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional.
Ia dijadikan target penengkapan ICC karena dituduh melakukan kejahatan perang.
Aksi kriminal yang dituduhkan antara lain melakukan invasi ke Ukraina pada akhir Februari 2022.
Rusia juga dituding melakukan deportasi anak-anak dari Ukraina ke Rusia. Hal ini dianggap sebagai pelanggaran oleh ICC.
Akan tetapi ICC tidak bisa bertindak apa-apa, mahkamah itu hanya mengandalkan tindakan negara-negara anggotanya saja. Sementara Rusia bukanlah anggota ICC.