TRIBUNNEWS.COM - Setelah militer Israel umumkan kematian Kepala Biro Politik Hamas, Yahya Sinwar, Hizbullah Lebanon menyatakan sikap.
Hizbullah mengatakan pihaknya tak akan gentar meski Yahya Sinwar tewas di tangan Israel.
Dalam pernyataannya, Hizbullah mengatakan mereka sedang bergerak ke fase baru dan meningkat dalam perangnya melawan Israel.
Sementara Iran mengatakan, saat ini "semangat perlawanan akan diperkuat" setelah terbunuhnya Sinwar.
Kematian Sinwar dapat meningkatkan permusuhan di Timur Tengah di mana prospek konflik yang lebih luas telah berkembang.
Israel meluncurkan kampanye darat di Lebanon bulan ini dan sekarang berencana untuk menanggapi serangan rudal pada 1 Oktober yang dilakukan oleh Iran.
Namun, tewasnya orang yang merencanakan serangan 7 Oktober 2023 lalu, juga dapat membantu mendorong upaya yang terhenti untuk mengakhiri perang.
Presiden AS Joe Biden, yang berbicara kepada Perdana Menteri Israel Netanyahu melalui telepon mengatakan, kematian Sinwar memberikan kesempatan bagi konflik di Gaza untuk akhirnya berakhir dan bagi para sandera Israel untuk dibawa pulang.
Dikutip dari Reuters, AS ingin memulai perundingan mengenai usulan untuk mencapai gencatan senjata dan mengamankan pembebasan sandera, kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller.
Miller menyebut Sinwar sebagai "rintangan utama" untuk mengakhiri perang.
"Kendala itu jelas telah disingkirkan. Tidak dapat diprediksi bahwa siapa pun yang menggantikan (Sinwar) akan menyetujui gencatan senjata, tetapi itu menyingkirkan apa yang selama beberapa bulan terakhir menjadi kendala utama untuk mencapai gencatan senjata," katanya.
Baca juga: Dari Yahya Ayyash hingga Yahya Sinwar: Sejarah Pembunuhan Pemimpin Hamas oleh Israel
Dalam beberapa minggu terakhir, Sinwar sama sekali menolak untuk berunding, kata Miller.
Iran tidak menunjukkan tanda-tanda pembunuhan itu akan mengubah dukungannya.
"Semangat perlawanan akan diperkuat" setelah kematian Sinwar, kata misinya di PBB.
Hizbullah juga menentang, mengumumkan "transisi ke fase baru dan meningkat dalam konfrontasi dengan Israel".
Militer Israel mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka juga telah membunuh Muhammad Hassin Ramal, komandan Hizbullah di daerah Tayibe di Lebanon selatan.
Netanyahu Bersumpah Perang Gaza Belum Berakhir
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyatakan bahwa perang di Gaza “belum berakhir” meski Yahya Sinwar tewas terbunuh.
"Hari ini, kejahatan telah mengalami pukulan berat, tetapi tugas di hadapan kita belum selesai," kata Netanyahu, dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Reaksi Dunia usai Tewasnya Yahya Sinwar, Joe Biden Sebut Hari Baik bagi Dunia
Sentimen Netanyahu diamini oleh politisi terkemuka Israel lainnya, termasuk Benny Gantz, pemimpin partai Persatuan Nasional berhaluan kanan-tengah.
Gantz mengatakan “misi belum berakhir” dan pasukan Israel akan beroperasi di Gaza selama “tahun-tahun mendatang”.
Kepala militer Israel, Herzi Halevi mengatakan bahwa meskipun pasukannya telah menyelesaikan "perhitungan" dengan Sinwar, pasukannya akan terus bertempur "sampai kita menangkap semua yang terlibat dalam pembantaian 7 Oktober dan membawa semua sandera pulang".
Pernyataan para pemimpin tinggi Israel tersebut tampaknya meredam harapan para pemimpin Barat bahwa kematian Sinwar diduga akan mempercepat berakhirnya perang.
Padahal, Joe Biden mengatakan bahwa dugaan kematian pemimpin Palestina tersebut merupakan kesempatan untuk "hari berikutnya di Gaza".
Kematian Sinwar, kata Biden, juga merupakan penyelesaian politik yang memberikan "masa depan yang lebih baik bagi warga Israel dan Palestina".
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengadakan panggilan telepon terpisah dengan mitranya di Arab Saudi dan Qatar tentang dugaan kematian Sinwar.
Panggilan telepon itu membahas “upaya untuk mengakhiri konflik dan mengamankan pembebasan sandera”, kata Departemen Luar Negeri AS.
Baca juga: Pembunuhan Yahya Sinwar Tak Akan Buat Israel Menang, Justru Perlawanan Makin Brutal
Berbicara di tengah kampanye, wakil presiden AS dan juga kandidat Demokrat Kamala Harris mengatakan kesempatan telah tiba untuk "akhirnya mengakhiri perang di Gaza."
"Dan ini harus berakhir dengan keadaan yang aman bagi Israel, para sandera dibebaskan, penderitaan di Gaza berakhir, dan rakyat Palestina dapat mewujudkan hak mereka atas martabat, keamanan, kebebasan, dan penentuan nasib sendiri," kata Harris di sela-sela acara kampanye di Wisconsin.
"Dan sudah saatnya hari berikutnya dimulai tanpa Hamas berkuasa," lanjutnya.
Di Eropa, Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan dugaan kematian Sinwar sebagai “titik balik”.
"Kita harus memanfaatkan kesempatan ini untuk membebaskan semua sandera dan mengakhiri perang," kata Macron kepada wartawan setelah pertemuan puncak Uni Eropa di Brussels.
Baca juga: Pasca Pembunuhan Yahya Sinwar, Netanyahu Lanjutkan Agresi Israel di Gaza
Sementara Menteri Luar Negeri Italia, Antonio Tajani juga menyatakan harapan bahwa dugaan kematian pemimpin utama Hamas akan berujung pada gencatan senjata.
Walaupun Netanyahu memperingatkan bahwa perang belum berakhir dalam pidatonya, ia juga mengisyaratkan bahwa dugaan pembunuhan Sinwar telah membuat akhir konflik semakin dekat.
"Meskipun ini bukan akhir dari perang di Gaza, ini adalah awal dari akhir," kata Tajani.
"Kepada warga Gaza, saya punya pesan sederhana: Perang ini bisa berakhir besok," imbuhnya.
"Ini bisa berakhir jika Hamas meletakkan senjata dan memulangkan sandera kami," tandasnya.
(Tribunnews.com/Whiesa)