TRIBUNNEWS.COM - Sejak Israel melancarkan perang di Gaza pada Oktober 2023 dan mulai bentrok dengan Hizbullah di Lebanon, nama Avichay Adraee sering disebut-sebut.
Avichay Adraee adalah juru bicara militer Israel yang kerap mengeluarkan pernyataan resmi hingga komentar di televisi.
Pada Selasa (22/10/2024), militer Israel mengancam penduduk di suatu daerah di Ghobeiry, Beirut selatan, Lebanon, untuk mengungsi.
Avichay Adraee pun menggunakan media sosial untuk memberikan peringatan kepada penduduk.
"Demi keselamatan Anda dan keluarga Anda, Anda harus segera mengevakuasi bangunan-bangunan ini dan bangunan-bangunan di sekitarnya, dan pindah setidaknya sejauh 500 meter," tulis Avichay Adraee di X, bersama peta yang menunjukkan dua bangunan tertentu yang akan menjadi sasaran.
Tentara Israel telah berulang kali mengeluarkan perintah serupa di Lebanon, memaksa penduduk keluar dari rumah mereka sebelum menyerang daerah permukiman.
Dilansir The New Arab, sejak Israel meningkatkan serangannya di Lebanon pada 23 September, yang menewaskan ratusan orang dan memaksa lebih dari satu juta orang lainnya mengungsi, orang-orang mulai mengikuti pidato dan video Avichay Adraee.
Pidatonya itu sering kali menyertakan informasi tentang perintah evakuasi paksa dan target militer Israel yang terancam.
Adraee fasih berbahasa Arab dan cukup terkenal karena aktif di media sosial, seperti TikTok dan X.
Adraee memiliki sebagian keturunan Irak.
Kakek-nenek dari pihak ibu berasal dari Irak, sementara kakek-nenek dari pihak ayah berasal dari Turki dan Suriah.
Baca juga: Apa Itu Al-Qard Al-Hasan? Lembaga Keuangan Lebanon yang Jadi Target Serangan Israel
Adraee sudah muncul di media sejak perang 2006 di Lebanon.
Berbagai sumber menyebutkan bahwa ia didorong untuk belajar bahasa Arab oleh ayahnya di rumah.
Ia kemudian menyempurnakannya di sekolah dan dengan menonton film-film Mesir kuno.
Ketika Adraee mengambil pekerjaan di militer Israel sebagai juru bicara media Arab di awal usia 20-an, ia menekankan pentingnya menggunakan media sosial.
Sejak saat itu, banyak postingannya diunggah dalam bahasa Arab.
"Idenya adalah menggunakan media sosial tidak hanya untuk menyebarkan siaran pers, tetapi juga untuk menghasilkan wacana di antara audiens target tertentu," katanya.
"Kami ingin memengaruhi, bukan hanya melakukan PR (public relations)."
Selama bertahun-tahun, Adraee menjadi nama yang dikenal luas, memicu banyak kemarahan, meme, dan parodi di Timur Tengah.
Perintah Evakuasi
Sebelumnya pada awal bulan ini, Adraee memerintahkan evakuasi segera penduduk yang tinggal di 25 kota di Lebanon selatan.
Dalam sebuah pernyataan, ia meminta penduduk kota-kota tersebut untuk meninggalkan rumah mereka dan menuju ke utara Sungai Awali.
Daftar kota tersebut meliputi: Nabi Qasim, Al-Matariyyah, Kharayeb, Mazraat Kauthariyet El Rez, Ansar, Babliyeh, Deir Taqla, Aadloun, dan Ansariyeh.
Adraee tidak memberikan tanggal atau waktu tertentu terkait kapan penduduk dapat kembali ke rumah mereka.
Ia hanya mengatakan tentara Israel akan mengizinkannya jika kondisi memungkinkan.
Menurut kelompok hak asasi manusia Amnesty International, Israel memberikan peringatan evakuasi yang "menyesatkan" kepada warga sipil.
Baca juga: PIJ Bantah Pemimpinnya Terbunuh di Damaskus, Militer Israel: Agresi Darat di Lebanon Segera Berakhir
Israel juga tidak memberi waktu kepada warga untuk melarikan diri ke tempat yang aman.
"Analisis kami menunjukkan bahwa peringatan yang dikeluarkan oleh militer Israel tidak hanya menyertakan peta yang menyesatkan, tetapi juga dikeluarkan dalam waktu singkat — dalam satu contoh, kurang dari 30 menit sebelum serangan dimulai, di tengah malam, melalui media sosial, ketika banyak orang sedang tidur, offline, atau tidak mengikuti laporan media," kata Agnès Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International.
"Lebih jauh lagi, menginstruksikan penduduk seluruh kota dan desa di Lebanon selatan untuk mengungsi adalah peringatan yang terlalu umum, yang tidak memadai dan menimbulkan pertanyaan seputar apakah ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi bagi pengungsian massal."
"Terlepas dari efektivitas peringatan tersebut, ini bukan berarti Israel dapat memperlakukan warga sipil yang tersisa sebagai target," tambah Callamard.
Tuduhan terhadap Jurnalis Gaza
Awal tahun ini, Adraee juga mengecam Jaringan Al Jazeera, menuduh mereka menutupi aktivitas Hamas.
Adraee menyinggung jurnalis Al Jazeera, Anas Al-Sharif, yang ia sebut mengetahui nama-nama militan Hamas di antara warga yang tewas dalam sebuah serangan di sekolah.
Al Jazeera lantas menerbitkan pernyataan yang membela Anas.
Al Jazeera menyebut pernyataan Adraee tidak hanya menyerang karakter dan integritas Anas, tetapi juga membungkam kebenaran dan membungkam mereka yang dengan berani melaporkan dari Gaza.
"Anas telah melihat akibat dari peristiwa mengerikan, termasuk pembunuhan lebih dari 100 warga sipil hari ini, namun, dia terus melaporkan dengan integritas dan keberanian," lanjut pernyataan itu.
Ratusan jurnalis, termasuk beberapa dari Al Jazeera dan kerabat dekat mereka, telah dibunuh oleh Israel selama perang di Gaza.
Banyak kerabat Al-Sharif tewas dalam serangan udara Israel di Beit Lahiya pada hari Minggu (20/10/2024).
Hamas: Israel Melakukan Operasi Pemindahan Paksa Paling Kejam di Hadapan Dunia
Sementara itu, Hamas meminta masyarakat internasional untuk segera mengambil tindakan untuk menghentikan kejahatan pemindahan paksa, pembersihan etnis, dan pembantaian yang dilakukan oleh Israel di Gaza utara.
Mengutip Al Jazeera, Selasa (22/10/2024), Hamas mengatakan tentara Israel telah mengepung sekolah dan rumah sakit, melakukan pembantaian terhadap warga yang tidak berdaya dan terlantar, serta melakukan operasi pemindahan paksa yang paling kejam secara langsung di udara dan di hadapan seluruh dunia.
Hamas juga menyebut praktik Israel itu sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap semua hukum, peraturan, dan norma.
"Hal itu tidak akan pernah terjadi tanpa kebungkaman dan kelambanan masyarakat internasional, serta perilaku terlibat dari pemerintah AS," tambah Hamas.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)