TRIBUNNEWS.COM - Setelah melakukan perjalanan di Timur Tengah, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken akan bertemu dengan Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati.
Pertemuan Blinken dengan Najib Mikati akan berlangsung di London, Inggris pada Jumat (25/10/2024).
Diplomat tertinggi AS itu tiba Kamis malam di London setelah lawatan tiga negara di Timur Tengah, di mana ia juga memohon untuk melindungi warga sipil Lebanon.
Dalam lawatannya ke Timur Tengah, Washington mengimbau Israel untuk memperpendek kampanye militernya terhadap Hizbullah, kata seorang pejabat AS.
Meski begitu, Blinken tidak mendesak Israel untuk melakukan gencatan senjata segera dengan Hizbullah.
Dikutip dari Al Arabiya, Blinken juga akan bertemu secara terpisah dengan menteri luar negeri Yordania dan Uni Emirat Arab, dua mitra utama AS dalam rencana pascaperang untuk Gaza, kata pejabat Departemen Luar Negeri.
Mikati sedang menuju pembicaraan dengan Blinken setelah konferensi hari Kamis di Paris mengenai bantuan kepada Lebanon.
Dalam konferensi tersebut, Mikati mengatakan bahwa hanya negara Lebanon yang seharusnya memanggul senjata.
Blinken tidak menghadiri konferensi Paris, dan hanya mengirim salah satu wakilnya.
Amerika Serikat berhenti mendesak Israel, yang mengandalkan dukungan militer dan politik AS, untuk segera mengakhiri serangan di Lebanon.
Blinken, dalam konferensi pers pada Kamis pagi di Qatar, mengatakan bahwa Israel berupaya menghilangkan “ancaman” Hizbullah tetapi pada akhirnya harus ada solusi diplomatik.
Baca juga: Israel dan Hizbullah Memanas ketika Blinken Berusaha Ciptakan Perdamaian di Timur Tengah
"Kami sudah sangat jelas bahwa hal ini tidak dapat menyebabkan kampanye yang berlarut-larut dan bahwa Israel harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghindari jatuhnya korban sipil dan tidak membahayakan pasukan penjaga perdamaian PBB atau Angkatan Bersenjata Lebanon," kata Blinken.
Sementara itu, sekelompok pemerintah dan organisasi internasional dari seluruh dunia mengumpulkan $1 miliar untuk membantu krisis kemanusiaan di Lebanon.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan $800 juta telah terkumpul pada konferensi di Paris.
Bantuan itu digunakan untuk membantu ratusan ribu orang di Lebanon yang mengungsi akibat pertempuran antara Israel dan Hizbullah.
Lalu $200 juta lainnya dijanjikan pada konferensi tersebut untuk membantu Angkatan Bersenjata Lebanon (LAF).
"Badai yang kita saksikan saat ini tidak seperti yang lain, karena membawa benih-benih kehancuran total," kata Mikati, dikutip dari Radio Free Europe.
Israel Coba Memulai Kembali Perundingan Gaza
Kepala Mossad David Barnea akan melakukan perjalanan ke Doha pada hari Minggu untuk mencoba memulai kembali diskusi mengenai kesepakatan untuk membebaskan sandera Israel yang ditawan di Gaza.
Tak Hanya itu, Barnea juga akan melakukan pembicaraan tentang penghentian perang antara Israel dengan Hamas.
Sementara itu, delegasi keamanan Mesir bertemu dengan delegasi pemimpin Hamas di Kairo sebagai bagian dari upaya yang sama.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengeluarkan pernyataan yang mengatakan dia menyambut baik keinginan Mesir untuk memajukan kesepakatan.
Baca juga: Warga Sri Lanka Marah dengan Orang Israel, Pemerintah Israel Desak Warganya Tinggalkan Sri Lanka
Di Doha, Barnea akan bertemu dengan kepala CIA Bill Burns dan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani.
"Pada pertemuan tersebut, para pihak akan membahas berbagai opsi untuk memajukan negosiasi pembebasan sandera yang ditahan Hamas, dengan latar belakang perkembangan terkini," tulis pernyataan Pemerintahan Palestina, dikutip dari Times of Israel.
Keluarga dari 101 sandera yang ditawan Hamas di Gaza mendesak Netanyahu untuk memberi mandat yang luas kepada negosiator Israel guna mengamankan kesepakatan untuk pemulangan mereka.
"Keluarga sandera meminta masyarakat untuk mendukung seruan terpadu mereka kepada perdana menteri: berikan tim negosiasi kewenangan yang luas di KTT Doha untuk mengamankan kesepakatan untuk memulangkan semua sandera," kata Forum Keluarga Sandera.
(Tribunnews.com/Whiesa)